jpnn.com, JAKARTA - Pendakwah Gus Miftah baru saja menyelesaikan sidang skripsi program studi Pendidikan Agama Islam.
Dia merampungkan studinya di Universitas Islam Sultan Agung (Unissula), Semarang.
BACA JUGA: Gus Miftah Ungkap Ada Artis yang Jadi Mualaf Tetapi Masih Sembunyikan Identitasnya
Dalam skripsinya, dia mengangkat persoalan pendidikan Islam berwawasan kebangsaan berbasis Al Mizah dan Al Miftahiyyah.
Ustaz nyentrik tersebut menjelaskan persoalan skripsi ini dibuat berdasar realitas sosial masyarakat Islam di Indonesia.
BACA JUGA: Gus Miftah Persiapkan Acara Pengajian Ramadan bersama para Artis, Siapa Saja?
Menurutnya, masih ada banyak orang Islam di Indonesia memahami keagamaan secara tidak utuh.
Masih ada yang menganggap mencintai pancasila sebagai bid'ah hingga kafir, bahkan ada yang memaksa Indonesia mengubah ideologi menjadi khilafah.
BACA JUGA: 3 Berita Artis Terheboh: Nikita Mirzani Pamer Mobil Baru, Febby Rastanty Merasa Naik Level
"(Ada yang mengatakan), kami lebih mencintai kota Madinah," kata Gus Miftah saat sidang skripsi di Semarang, Jawa Tengah, belum lama ini.
Sementara itu, dia menilai kebangsaan dan agama bukan dua hal yang bisa dipisahkan. Menurutnya, mencintai Tanah Air sendiri tidak perlu dalil.
Melalui pendekatan Al Mizah dan Al Miftahiyyah yang diangkat dalam skripsinya, dia ingin meluaskan pemikiran tersebut.
Gus Miftah mengeklaim pendekatan ini dapat membuat preman di Jakarta sekelas Hercules menyatakan ikut pengajian.
"Mudahkan lah dan jangan mempersulit, gembirakanlah dan jangan buat orang lari," tuturnya.
Pimpinan pondok persantren di Sleman itu lantas menjelaskan alasannya melanjutkan kuliah.
Menurut dia, pilihannya untuk tidak kuliah di masa lalu, bukan keputusan bijak.
Terlebih saat ini dia memiliki ribuan santri yang menjadikannya sebagai tauladan.
Dia khawatir keputusannya tidak mengambil pendidikan lebih tinggi diikuti oleh para santrinya.
"Ini preseden yang buruk dan bukan teladan yang baik bagi santri santri saya yang juga banyak yang kuliah," tutur Gus Miftah. (mcr31/jpnn)
Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Romaida Uswatun Hasanah