jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua DPR Abdul Muhaimin Iskandar mendorong kehadiran pemerintah dalam bentuk perhatian dan dukungan terhadap industri kreatif tanah air.
"Kemampuan teknologi digital ini memberikan peluang yang sangat luar biasa dalam melakukan bisnis industri kreatif, bahkan semua aspek sosial, ekonomi, politik dan budaya," kata Gus Muhaimin, sapaan akrabnya melalui keterangan yang diterima Jumat (4/11).
Gus Muhamin juga mendorong pemerintah memberikan proteksi khusus dan subsidi bagi industri kreatif.
BACA JUGA: Salim Segaf Puji Film Nussa, Ini Alasannya
“Subsidi dan proteksi khusus untuk industri kreatif saya kira harus terus didorong, khususnya dalam belanja atau pengadaan barang yang memang tidak diproduksi dalam negeri,” ujarnya.
Sebagai informasi, Gus Muhaimin didampingi Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda melaksanakan kunjungan dadakan ke rumah produksi serial animasi Nussa di kawasan Cipete, Jakarta Selatan, Kamis (4/11).
BACA JUGA: Jelang Tayang di Bioskop, Film NUSSA Rilis Soundtrack
Keduanya disambut langsung CEO Nussa Aditya Triantoro dan jajarannya.
“Pantas saja kalau Nussa yang bagus dari segi produksi dan kontennya, ternyata tim yang handle adalah para animator top dunia,” puji Gus Muhaimin usai diajak tour singkat untuk melihat perlengkapan produksi serial Nussa.
BACA JUGA: Simak, Instruksi Gus Muhaimin Kepada FPKB DPR, Pakai Frasa â20 Persenâ
Ketua Umum PKB itu mengungkapkan jika keluarga, terutama anak-anaknya sangat mengemari serial Nussa yang tayang melalui platform YouTube.
Bahkan salah satu anak Gus Muhaimin yang kebetulan juga bernama Rara, tokoh di serial animasi tersebut, tidak bisa tidur jika belum menonton tayangan Nussa.
“Anak saya si Rara sangat mengemari serial Nussa. Dari situ saya juga ikut nonton dan tahu konten dari Nussa sangat bagus dan penuh dengan unsur mendidik,” katanya.
Gus Muhaimin mengatakan Indonesia sangat butuh serial seperti Nussa.
Diakuinya, dulu Indonesia punya serial legendaris seperti si Unyil yang mengabungkan unsur edukasi dan entertainment.
Namun karena penggarapannya masih tradisional dan tidak segera di-update, serial tersebut akhirnya ditinggalkan penontonnya.
“Akhirnya banyak anak-anak kita yang menggemari serial dari luar negeri yang lebih menarik dilihat, seperti Upin-Ipin atau serial garapan Disney maupun berbagai rumah produksi dari luar negeri,” katanya.
Peraih gelar doctor honoris causa dari Unair Surabaya itu menegaskan Indonesia butuh lebih banyak serial animasi berkualitas untuk mengimbangi gempuran konten-konten negatif yang banyak berseliweran di berbagai platform media sosial.
Apalagi saat ini penggunaan gadget di kalangan anak-anak Indonesia hampir tidak bisa dibendung lagi. Anak-anak di bawah umur pun saat ini dengan mudah mengakses gadget yang menyediakan berbagai konten negatif.
"Kehadiran animasi-animasi berkualitas seperti Nussa ini bisa menjadi opsi agar anak-anak kita tidak terjebak dampak negatif banjirnya konten di berbagai platform media sosial,” harapnya.
Gus Muhaimin juga memberikan apresiasi terhadap capaian film Nussa yang saat ini tayang di layar bioskop Indonesia.
Tingginya antusias penonton menjadi bukti jika produk film dengan kualitas konten bagus dan mendidik masih mempunyai pasar besar di tanah air.
“Jadi bisa disimpulkan jika masyarakat kita masih banyak yang peduli dan konsen terhadap produk kreatif terutama film yang digarap dengan bagus dan punya unsur pendidikan di dalamnya,” terang mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi itu.
CEO Nussa Aditya Triantoro menyampaikan Film Nussa berhasil mendapatkan lebih dari 100 ribu penonton selama 11 hari.
Angka tersebut menjadi capaian yang terbilang baik sebab kapasitas penonton dibatasi demi menerapkan protokol kesehatan yang sangat berpengaruh pada jumlah penonton.
Film ini mendapat sambutan hangat dari penonton ketika tayang di bioskop Indonesia.
Tiket film animasi ini terjual habis di sejumlah bioskop di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Yogyakarta pada penayangan hari pertama.
Hingga hari ini, film tersebut sudah ditonton lebih dari 270 ribu orang.
“Tantangannya memang di produksi yang cukup mahal Pak. Kalau dirinci satu komputer ditambah software editor animator itu sampai Rp 1 miliar. Itu belum seberapa kalau sampai tayang ke layar lebar, biaya produksinya bisa mencapai Rp 25 miliar,” ungkap Aditya kepada Gus Muhaimin. (mrk/jpnn)
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi