jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya menyebutkan seorang ketum PBNU tidak boleh menjadi calon pemimpin pemerintahan.
Namun, jika ingin mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres, Ketua Umum PBNU harus mengundurkan diri terlebih dahulu dari jabatannya.
BACA JUGA: Ketum PBNU Minta Capres-Cawapres tidak Mengatasnamakan NU di Pilpres 2024
Hal itu disampaikan saat menjelaskan hasil Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) Nahdlatul Ulama (NU) yang dilaksanakan sejak Senin (18/9).
Salah satu hal yang dibahas adalah terkait hubungan ulama dan umara atau pemimpin pemerintahan.
BACA JUGA: Ketum PBNU Menyoroti Soal Cawe-Cawe Presiden, Dia Bilang Begini
Dia menyebutkan ulama harus bersinergi dengan umara.
"Memang pada dasarnya hasilnya adalah bahwa harus bersifat sinergi antara ulama dengan umara itu," kata Gus Yahya saat konferensi pers di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta, Selasa (19/9).
BACA JUGA: Ketum PBNU Minta Sarbumusi Tak Lupakan Jati Diri
Dia juga mengatakan dalam Munas Alim Ulama dan Konbes NU, tidak ada pembahasan mengenai boleh atau tidaknya ulama menjadi umara.
Menurutnya, hal itu tidak perlu diatur secara normatif.
"Karena sudah jelas bahwa setiap warga negara punya hak untuk itu jadi pedagang boleh jadi calon (presiden dan wakil presiden) tentu ulama juga boleh," ungkapnya.
Walakin, Gus Yahya menegaskan apabila Ketua Umum PBNU ingin mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres harus mengundurkan diri terlebih dahulu dari jabatannya.
Hal itu sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga PBNU.
"Jadi, saya tidak boleh jadi calon presiden, calon DPR enggak boleh. Mau jadi calon camat juga enggak boleh, karena jadi ketua umum PBNU. Kalau jadi calon harus sudah statusnya sudah bukan ketua umum lagi," pungkas Gus Yahya.(mcr8/jpnn)
Redaktur : Budianto Hutahaean
Reporter : Kenny Kurnia Putra