Habib Aboe PKS Tuntut Kapolri Listyo Sigit Prabowo Menyelesaikan 4 PR Ini

Kamis, 21 Januari 2021 – 17:36 WIB
Komjen Listyo Sigit Prabowo bersama anggota Komisi III DPR yang juga Sekjen PKS Habib Aboe Bakar Al Habsy. Foto: Istimewa.

jpnn.com, JAKARTA - Komjen Listyo Sigit Prabowo telah direstui Komisi III DPR sebagai Kapolri, setelah melewati uji kepatutan dan kelayakan, Rabu (20/1). 

Sembilan fraksi yang ada di komisi sepakat menyetujui calon Kapolri yang diusulkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tersebut.

BACA JUGA: Sah, Pemberhentian Idham Azis Disetujui DPR, Listyo Sigit Prabowo Resmi jadi Kapolri 

"Selamat atas diusulkannya Komjen Listyo Sigit Prabowo sebagai calon Kapolri yang telah menyelesaikan uji kepatutan di Komisi III DPR,"  kata anggota Komisi III DPR Habib Aboe Bakar Al Habsy, Kamis (21/1).

Habib Aboe mengatakan ada empat pekerjaan rumah (PR) yang menunggu Listyo saat nanti menjadi Kapolri baru. 

BACA JUGA: ABJ: Calon Kapolri Baru Sosok Pemersatu

Pertama, melanjutkan reformasi di kepolisian. Hal ini perlu dilakukan untuk lebih meningkatkan performa institusi Polri dalam menjalankan tugasnya.

Secara khusus reformasi ini perlu menguatkan independensi Polri. Ini untuk menjawab persoalan yang disampaikan salah satu penyidik KPK, Novel Baswedan yang menyatakan bahwa banyak faksi di Polri yang sarat kepentingan dan saling menyandera. Sehingga Pimpinan Polri tidak berani mereformasi Polri menjadi institusi yang dipercaya.

BACA JUGA: Selamat Komjen Listyo, Semoga Amanat jadi Kapolri

Artinya, Habib Aboe menjelaskan, ada dua hal yang saling terkait yaitu independensi dan soliditas.

Menurutnya, sepanjang institusi bekerja tegak lurus menjalankan tugas secara independen, maka soliditas korps akan bisa terjaga dengan baik.

"Sebaliknya jika ada yang tengak-tengok, maka masing-masing personel akan bekerja untuk kepentingan pribadi atau kelompok sehingga tidak ada lagi soliditas di korps Polri," ungkapnya.

PR kedua, lanjut Habib Aboe, adalah mengembalikan kepercayaan publik terhadap Polri.

Menurutnya, kepercayaan publik terhadap Polri menjadi salah satu isu penting yang sepertinya perlu mendapat atensi Kapolri terpilih.

"Mengingat tahun kemarin banyak sekali kejadian yang membuat publik melongo," jelas ketua kelompok fraksi (kapoksi) PKS di Komisi III DPR itu.

Dia mencontohkan, misalnya bagaimana mungkin dokumen surat bebas Covid-19 untuk Djoko Tjandra, seorang yang masuk DPO (daftar pencarian orang) ternyata diterbitkan oleh Pusdokkes Polri.

Ada lagi, kata dia, surat jalan yang dikeluarkan oleh Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Polri untuk Djoko Tjandra.

Menurutnya, kejadian-kejadian yang demikian membuat publik merasa pesimistis dengan semangat reformasi maupun profesionalisme Polri.

"Dampaknya pasti akan menurunkan public trust. Karena itu,  hal ini perlu diperbaiki oleh Komjend LSP," kata Habib Aboe.

Sekretaris jenderal (Sekjen) PKS itu menambahkan PR ketiga adalah membuktikan bahwa Polri memiliki hubungan hangat dengan seluruh komponen bangsa.

"Karena akhir-akhir ini sebagian pihak menilai bahwa  Polri kurang dekat dengan umat, bahkan sebagian lagi menilai Polri kerap tajam terhadap umat," paparnya.

Aboe menambahkan bila melihat selama ini umat Islam cukup dewasa menghadapi perbedaan keyakinan. Terbukti, ia berujar, umat Islam tidak menyoal latar belakang agama dari Kapolri terpilih.

Hal ini tentu menunjukkan kualitas kedewasaan sikap dalam pluralisme bangsa ini.

Artinya, selama ini kelompok-kelompok Islam sebenarnya tidak pernah meributkan faktor keagamanan seseorang.

"Mereka sangat menghormati perbedaan keyakinan dalam kerangka Bineka Tunggal Ika," ungkap legislator Dapil Kalimantan Selatan itu.

PR Keempat, Aboe melanjutkan, Kapolri terpilih perlu menjamin bahwa tugas Polri dilaksanakan secara profesional dengan menggunakan pendekatan yang humanis. 

Sebagai catatan, katanya, tahun kemarin KontraS menyatakan Polri diduga terlibat dalam 921 kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) sepanjang Juli 2019 sampai Juni 2020.

Dari peristiwa itu, 1.627 orang luka-luka dan 304 orang tewas. Kejadian lain yang menjadi perhatian publik adanya extra judicial killing di KM 54 pada Desember 2020.

"Situasi ini membuat kami sebagai anggota Komisi III yang menjadi mitra Polri selama ini banyak sekali dimintai penjelasan oleh masyarakat soal isu-isu demikian, misalnya kenapa penanganan demo kok represif? Kenapa pelanggaran prokes sampai dibuntuti ? kenapa pelanggaran prokes sampai membuat 6 nyawa melayang?" papar Aboe.

Ia mengaku, selama ini mengalami kesulitan memberikan berbagai penjelasan kepada masyarakat.

"Oleh karenanya, untuk selanjutnya, pendekatan yang professional dan humanis oleh Polri perlu lebih dikedepankan. Sehingga Polri melindungi dan mengayomi akan semakin dirasakan masyarakat," pungkas Aboe.

Sebelumnya dalam uji kepatutan dan kelayakan, Komjen Listyo Sigit mengatakan pihaknya akan mengikuti rekomendasi Komnas HAM terkait insiden KM 50.

"Terkait extra judicial killing yang direkomendasi Komnas HAM, kami dalam posisi dan sikap mematuhi dan menindaklaniuti rekomendasi Komnas HAM," kata Sigit di hadapan Komisi III DPR.

Hanya saja, Sigit menegaskan bahwa harus dibedakan persoalan itu dengan kasus protokol kesehatan. Sebab, kata Sigit, pihaknya tetap akan menindaklanjuti kasus pelanggaran prokes.

"Namun, harus dibedakan. Protokol kesehatan harus tetap kami tegakkan, karena keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi. Masyarakat tetap kami jaga," ungkap Listyo.

Jadi, Sigit menegaskan, persoalan protokol kesehatan harus diproses, sedangkan masalah KM 50 pihaknya akan mengikuti rekomendasi Komnas HAM. (boy/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler