jpnn.com, JAKARTA - Ditjen Imigrasi Kemenkum HAM memastikan belum menarik atau mencabut dokumen perjalanan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab.
Pasalnya, sampai kemarin (1/6), pihak penyidik Polda Metro Jaya belum berkoordinasi secara intensif terkait langkah keimigrasian itu.
BACA JUGA: Polri Mau Jemput Paksa Habib Rizieq? Ini Risikonya
Sebagaimana diberitakan, pihak kepolisian beberapa waktu lalu menyarankan imigrasi untuk mencabut dokumen perjalanan, khususnya visa Rizieq yang saat ini tengah berada di Saudi Arabia.
Itu menyusul status tersangka yang kini melekat pada Rizieq atas kasus penyebaran konten pornografi. Belakangan diketahui Rizieq menggunakan visa umrah selama berada di negara timur tengah itu.
BACA JUGA: Ada Video Bocah Mata Sipit Dipersekusi, FPI Mengaku Menengahi
Kasubag Humas Ditjen Imigrasi Arvin Gumilang menyatakan, koordinasi tersebut penting untuk memastikan nama Rizieq Shihab benar-benar masuk daftar orang yang dicegah.
Imigrasi perlu mengantongi wujud tertulis daftar itu sebagai acuan penarikan atau pencabutan dokumen perjalanan (paspor dan visa) setiap warga negara Indonesia (WNI). Baik saat berada di dalam atau luar negeri.
BACA JUGA: Kubu Habib Rizieq Minta Polda Metro Jaya Gelar Perkara
”Posisi kami masih menunggu. Belum ada koordinasi lebih lanjut dari pihak penyidik (Polda Metro Jaya),” ujarnya saat dihubungi Jawa Pos.
Sebagai catatan, ketentuan pelaksanaan penarikan visa itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 31/2013 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6/2011 tentang Keimigrasian.
Dalam aturan itu merinci kriteria pemegang dokumen perjalanan yang dapat ditarik oleh pihak imigrasi.
Pertama, pemegang dokumen tersebut, baik paspor atau visa, dinyatakan sebagai tersangka oleh instansi berwenang atas perbuatan pidana dengan ancaman hukuman paling singkat 5 tahun atau red notice yang telah berada di luar wilayah Indonesia.
Selain itu, dokumen perjalanan seseorang bisa ditarik apabila yang bersangkutan secara resmi dinyatakan masuk dalam daftar pencegahan.
Nah, dua ketentuan itu yang sampai saat ini belum dikoordinasikan penyidik Polda Metro Jaya ke pihak imigrasi.
”Untuk masuk dalam daftar pencegahan tentunya harus ada permintaan dari pihak penyidik,” terang Arvin.
Selain PP, ketentuan penarikan dokumen perjalanan, khususnya paspor juga diatur di Permenkum HAM Nomor 8/2014 tentang Paspor Biasa dan Surat Perjalanan Laksana Paspor.
Dalam ketentuan itu, penarikan paspor biasa di luar negeri bisa dilakukan pejabat imigrasi yang ditunjuk atau pejabat dinas luar negeri yang berada di negara dimana yang bersangkutan berada.
Arvin menerangkan, penarikan paspor itu nantinya akan diawali dengan penyampaian surat pemberitahuan kepada WNI yang bersangkutan.
Diberikan waktu paling lama 3 hari bagi pemegang paspor untuk menindaklanjuti surat tersebut. Bila tidak diberikan, pejabat yang ditunjuk dapat menarikan secara paksa.
Bagi pemegang paspor yang ditarik nantinya akan diberi dokumen pengganti untuk memudahkan proses pemulangan ke tanah air. Yakni berupa surat perjalanan laksana paspor.
Paspor tersebut bisa kembali ke pemegangnya bila nantinya di pengadilan tidak terbukti melakukan perbuatan pidana yang disangkakan penyidik.
Pengembalian paspor juga bisa dilakukan bila red notice dicabut oleh Interpol dan nama yang bersangkutan tidak lagi masuk daftar cegah. (tyo)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Polisi Mulai Gandeng Interpol untuk Bawa Rizieq ke Indonesia
Redaktur : Tim Redaksi