Hadapi Sidang Tuntutan, Atut Waswas

Senin, 11 Agustus 2014 – 04:03 WIB
Ratu Atut Chosiyah akan menghadapi sidang tuntutan hari ini, Senin (11/8). Foto: Dok

jpnn.com - JAKARTA - Gubernur Banten nonaktif Ratu Atut Chosiyah hari ini menghadapi tuntutan jaksa KPK dalam sidang lanjutan kasus suap sengketa pilkada Lebak. Atut pun berharap tidak dituntut maksimal seperti yang diterima mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar.

Pengacara Atut, Tubagus Sukatma mengatakan kliennya akan menjalani sidang lanjutan Senin siang (11/8).

BACA JUGA: Mayoritas Masyarakat Percaya Pilpres 2014 Jujur

Sukatma mengatakan secara umum Atut siap mengikuti persidangan, meskipun sebelumnya sempat mengeluhkan penyakit asmanya kambuh.

"Kondisinya baik, siap mengikuti persidangan selanjutnya," ujar Sukatma.

BACA JUGA: Penggunaan Vaksin Ebola Masih Tunggu 2015

Dia berharap tuntutan jaksa tidak berlebihan dengan memperhatikan fakta persidangan yang terjadi selama ini. "Rasanya berlebihan dan terlalu dipaksakan kalau jaksa akan menuntut maksimal," jelasnya.

Dia mencontohkan dakwaan yang menyebutkan Atut sengaja mendesain pertemuan dengan Akil di Singapura.
"Kalau dalam dakwaan kan kesannya Bu Atut mendesain pertemuan itu. Padahal Akil sendiri mengatakan pertemuan itu tanpa sengaja," kilah Tubagus.

BACA JUGA: Diancam Diculik, Tengah Malam Komisioner KPU Lapor ke Mabes Polri

Meski begitu, Sukatma tidak menampik adik Atut, Tubagus Chaery Wardhana alias Wawan memang berperan dalam penyuapan. Menurut dia, apa yang dilakukan Tubagus tidak ada kaitannya dengan Ratu Atut. Gubernur perempuan pertama di Indonesia itu boleh saja mengelak, namun KPK memiliki bukti rekaman pembicaraan yang mengarah pada peran aktif Atut dalam kasus suap sebesar Rp 1 miliar itu.

Atut sendiri terancam tuntutan hukuman yang tinggi. Pasalnya dia tidak hanya terindikasi melakukan penyuapan untuk sengketa pilkada di Lebak. Namun dia juga terlibat dalam penyuapan sengketa pilkada saat dirinya bertarung dalam Pilgub Banten pada 2011. Ketika itu uang yang digelontorkan pada Akil Mochtar malah lebih besar yakni, Rp 7,5 miliar.

Atut kini juga menghadapi kasus korupsi pengadaan alat kesehatan di provinsi yang dipimpinnya. KPK kini juga masih melakukan aset tracing untuk menjerat tindak pidana pencucian uang. Dengan rentetan hukuman tersebut, sepertinya tuntutan Atut hari ini tidak akan ringan.

Sementara, Indonesia Coruption Watch (ICW) menyebut penyuap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar sebesar Rp 1 miliar itu harus dituntut maksimal. Ada lima alasan kenapa Atut layak dituntut tinggi.

Anggota Badan Pekerja ICW, Emerson Yuntho menjabarkan kesalahan Atut. Pertama, sebagai gubernur dia tidak bisa menjadi contoh yang baik bagi warga Banten. Kedua, tindakan Atut tidak sejalan dengan program pemerintah yang giat memberantas korupsi. "Ketiga, melanggar komitmen antikorupsi yang pernah ditandatangan dan didorongnya sendiri," jelasnya.

Pada 20 Maret 2012, Atut selaku Gubernur Banten pernah menghimbau seluruh kepala daerah se-Banten untuk mencegah korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Keempat, suap dilakukan kepada hakim MK yang punya peran besar dalam proses penegakan hukum. Terakhir, merusak proses demokrasi khususnya di Lebak, Banten.

Oleh sebab itu, menurut ICW, Atut layak dituntut maksimal yakni 15 tahun penjara, dan denda Rp 750 juta. Tidak hanya itu, ada hukuman lain yang layak dijatuhkan pada kakak Tubagus Chaeri Wardhana alias Wawan itu. "Pencabutan Hak Politik dan Dana Pensiun serta fasilitas negara," urai Emerson.

Tuntutan itu dinilai sah karena Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK memang mendakwa Atut dengan dakwaan berlapis. Yakni, Pasal 6 ayat 1 huruf a dan Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 6 sendiri menyebut ada pidana penjara maksimal 15 tahun dan dengan terbanyak Rp 750 juta.

Keterlibatan Atut dalam suap yang melibatkan Wawan melalui Susi Tur Andhayani itu diperkuat dalam fakta persidangan. Salah satunya, ada pertemuan antara Akil Mochtar dengan Ratu Atut dan Wawan di Singapura untuk membicarakan sengketa pilkada di Lebak. Muaranya, terjadi penyuapan melalui Susi.

Lebih lanjut Emerson menjelaskan, hukuman maksimal akan membawa dampak positif bagi pemberantasan korupsi di Banten. Dia yakin, bisa memotong mata rantai atau lebih ekstrimnya, mengakhiri dinasti Ratu Atut.

"Tuntutan dan vonis maksimal diharapkan dapat memberikan efek jera terhadap pelaku dan peringatan bagi kepala daerah lain," tegasnya. (gun/dim/kim)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mendagri Dorong Percepatan Pengesahan RUU Adpem


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler