jpnn.com, SEOUL - AS, di bawah kepemimpinan Donald Trump tampaknya tak hanya membuat kesal musuh-musuhnya seperti Korea Utara dan Suriah. Korea Selatan yang selama ini menjadi teman setia pun mulai kesal kepada Paman Sam.
Demikian tulis beberapa media Korea Selatan (Korsel). Bahkan beberapa media menyebut hubungan AS-Korsel saat ini sedang berada di titik terendah.
BACA JUGA: Terpesona Islam di Indonesia, Wapres AS Ngebet ke Istiqlal
Korsel kecewa karena jaminan keamanan yang dijanjikan AS berupa kapal perang USS Carl Vinson tak pernah tiba.
Pekan lalu, Trump merespons ulah Korut yang beberapa kali menguji coba rudal balistiknya dengan janji mengirimkan kapal perang di perairan Semenanjung Korea.
BACA JUGA: Wapres AS Sampaikan Pesan Trump untuk Indonesia
Namun, kapal tersebut tidak pernah berada di lokasi yang disebut-sebut Trump. Sebab, sesungguhnya mereka menuju Australia untuk berlatih perang bersama.
Sejak Semenanjung Korea terbelah, Korsel memang dekat dengan AS. Sementara itu, Korut justru mesra dengan Tiongkok.
BACA JUGA: Beginilah Cara Wapres AS Sebut Nama Pak Jokowi
”Apa yang dikatakan Trump sangat penting untuk keamanan nasional Korsel. Jika itu adalah kebohongan, selama masa jabatan Trump, Korsel tidak akan percaya apa pun yang dia katakan,” ujar kandidat presiden Korsel Hong Joon-pyo kemarin (20/4).
Beberapa pakar politik internasional yang fokus meneliti Korut menyebutkan bahwa ancaman pengiriman kapal induk itu adalah gertakan semata.
Tujuannya, Pyongyang membatalkan rencana uji coba nuklirnya. Alasan tersebut bisa diterima sebagai taktik militer. Namun, dari pandangan politik, hal itu tidak bisa diterima.
”Bagaimana AS berharap warga Korsel memercayai mereka ketika pemimpinnya hanya bisa menggertak dan membesar-besarkan sesuatu?” tanya pengamat hubungan Korut-Korsel Yang Moo-jin dari University of North Korean Studies.
Menurut dia, perasaan rakyat Korsel telah terlukai. Setelah kebohongannya terungkap, AS memang mengirimkan USS Carl Vinson ke Korut. Namun, hingga kemarin, kapal tersebut belum sampai.
Korsel sedikit berang setelah Donald Trump menyatakan kepada Wall Street Journal bahwa dulu Semenanjung Korea adalah bagian dari Tiongkok. Pernyataan itu keluar setelah Trump memperoleh paparan tentang geopolitik regional dari Presiden Tiongkok Xi Jinping.
Tak terima, Kementerian Hubungan Luar Negeri Korsel langsung membuat klarifikasi. ”Komunitas internasional benar-benar mengakui bahwa sepanjang ribuan tahun sejarah, Korea tidak pernah menjadi bagian dari Tiongkok,” tegas Juru Bicara Kementerian Cho June-hyuck.
Di sisi lain, Korut kembali mengeluarkan ancaman terhadap AS. Kantor media Korut Rodong Sinmun memperingatkan Paman Sam dan para sekutunya agar tak macam-macam.
Jika tidak, negara yang dipimpin Kim Jong-un itu bakal melakukan serangan pendahuluan dengan kekuatan yang luar biasa.
”Jika serangan pendahuluan kami yang sangat kuat itu diluncurkan, serangan tersebut akan benar-benar memusnahkan tidak hanya pasukan invasi imperialis AS di Korsel dan area sekelilingnya, tapi juga wilayah AS. Serangan itu bakal mengubah semuanya menjadi debu.” Demikian bunyi pernyataan yang tertulis di media resmi Partai Pekerja Korut itu.
Ancaman tersebut keluar setelah sehari sebelumnya Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson menyampaikan tengah meninjau ulang seluruh status Korut dan menekan mereka.
Ketua Parlemen AS Paul Ryan juga mengeluarkan pernyataan bahwa serangan militer seharusnya menjadi salah satu langkah untuk menekan Pyongyang.
”Membiarkan diktator tersebut (Kim Jong-un, Red) memiliki kekuatan seperti itu bukanlah sesuatu yang bisa dibiarkan begitu saja oleh negara-negara yang beradab,” tandasnya saat berkunjung ke London, Inggris. Bahkan, dia menuturkan bahwa Pyongyang bisa menyerang sekutunya dengan senjata nuklir.
Ketegangan di Semenanjung Korea merenggangkan hubungan Tiongkok dan dan Korut. Alih-alih membela sekutunya, Tiongkok kini malah kerap mengkritik Korut.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Lu Kang menegaskan, negaranya sangat prihatin dengan aktivitas misil dan nuklir Pyongyang.
Korut menguji coba misil terbarunya pada Minggu (16/4), tapi gagal. Mereka diduga bersiap menguji coba nuklir dalam waktu dekat.
Negeri Panda tersebut malah menyanjung ”kawan” barunya, AS. ”Pejabat AS membuat pernyataan positif dan konstruktif seperti menggunakan segala cara yang damai untuk menyelesaikan masalah nuklir di Semenanjung Korea,” kata Lu dalam sebuah konferensi pers.
Dukungan untuk Korut justru datang dari sekutu jauhnya, Rusia. Negeri Beruang Merah itu memveto draf pernyataan Dewan Keamanan (DK) PBB yang dirancang AS untuk mengecam uji coba misil balistik Korut.
Sebab, kalimat dalam draf tersebut yang berbunyi agar konflik diselesaikan melalui dialog ditiadakan. Rusia ingin kalimat itu kembali dimasukkan. Berbeda dengan Rusia, Tiongkok setuju dengan draf tersebut. (Reuters/CNN/sha/c16/any)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Di Depan Wapres AS, Pak Jokowi Tegaskan RI Negara Muslim Terbesar
Redaktur & Reporter : Adil