Hadi Apriliawan, Penemu Mesin Pasteurisasi Susu Listrik

Tergugah karena Lahir dari Keluarga Peternak

Kamis, 04 Juli 2013 – 11:05 WIB
Hadi Apriliawan menciptakan inovasi baru dalam pengolahan susu. Foto: JPNN
Berangkat dari keprihatinan atas banyaknya peternak sapi dan kambing perah yang kurang sejahtera, Hadi Apriliawan menciptakan inovasi baru dalam pengolahan susu. Dia membuat Sulis, singkatan dari susu listrik, sebuah mesin pasteurisasi listrik yang diklaim pertama di Indonesia.

INDRA MUFARENDRA, Malang

KETIKA membaca dan mendengar kata listrik di belakang kata susu, orang mungkin langsung mengernyitkan dahi sembari berpikir. Apakah susu yang dimaksud mempunyai kekuatan listrik atau menyengat siapa saja yang meminumnya?

Tenang, Sulis yang dimaksud bukan seperti itu. Kata listrik di belakang tersebut disematkan karena proses pengolahan susu menggunakan listrik.

Hadi adalah orang yang menemukan konsep baru pengolahan susu dengan listrik tersebut. Setelah melihat sesuatu yang dilakukan Hadi, mungkin banyak orang yang tidak menyangka bahwa Hadi baru berusia 24 tahun. Namun, pemahaman pria lajang itu tentang agrobisnis layak mendapat apresiasi tinggi.

Di sebuah rumah di Perumahan Pondok Alam Sigura-gura B2-20, Hadi memajang beberapa contoh mesin pasteurisasi Sulis. Ada yang setengah jadi, ada pula yang sudah jadi. Mesin pasteurisasi Sulis yang pertama berukuran sepuluh liter dan berbentuk kubus dengan panjang sisi masing-masing sekitar 50 sentimeter.

Mesin tersebut berongga dan berbentuk silinder di dalam. Pada penutup lubang, ada semacam pipa-pipa besi yang disambungkan ke aliran listrik. Pada sisi yang lain, ada keran untuk mengalirkan hasil output.

Secara sederhana, Hadi menjelaskan cara kerja mesin itu. Pertama, susu segar dimasukkan dalam tabung. Susu segar tersebut lebih dahulu dipanasi pada suhu 50 derajat Celcius. Proses selanjutnya berupa kejut listrik yang diberikan pada susu. ""Pada prosesnya, dinding sel (susu) dimasuki ion-ion hingga muncul gelembung besar yang akhirnya lisis (pecah),"" ujarnya.

Nah, dari proses itu, bakteri-bakteri jahat yang terkandung dalam susu, mulai salmonella hingga escherichia coli, mati. Itulah fungsi mesin Sulis. Bakteri yang selama ini sulit dibunuh dengan cara biasa bisa hilang dengan mesin itu.

""Memang, dengan sistem pemanasan, bakteri akan mati. Tapi, jika susu terlalu lama dipanasi, kandungan gizinya bisa berkurang,"" ungkapnya.

Karena bakteri sudah mati, susu yang dipanasi dengan Sulis bisa tahan hingga enam bulan jika disimpan dalam freezer. Mesin pasteurisasi Sulis berukuran 10 liter tersebut dihargai Rp 12 juta.

Hadi juga mempunyai mesin berkapasitas 250 liter. Ukurannya jauh lebih besar. Mesin tersebut terdiri atas empat tabung dengan diameter 50 sentimeter dan tinggi lebih dari semeter. ""Cara kerjanya hampir sama dengan yang 10 liter. Tapi, yang besar ini, selain berkapasitas produksi lebih besar, juga lebih komplet. Ada pemanas dan mesin pendingin sekaligus,"" tutur pria kelahiran Banyuwangi, 21 April 1989 itu.

Ide untuk membuat mesin tersebut sebenarnya sudah muncul ketika dirinya masih duduk di bangku SMA. Dia mengungkapkan, 90 persen keluarga besar, termasuk orang tuanya, adalah peternak. Selama ini, susu dibeli dengan harga yang sangat murah dari peternak.

Karena itu, anak kedua Tumirin dan Sudarmi tersebut menginginkan agar kondisi peternak membaik. Dengan Sulis, peternak bisa mengolah sendiri produksi susu. Yakni, menjadi produk susu yang siap dikonsumsi dan bernilai ekonomis tinggi.

Dalam fakta di lapangan, dia sering melihat teknologi pengolahan susu peternak yang masih sangat rendah. ""Pagi diperah, sorenya susu langsung basi,"" tegasnya.

Hadi pun terus mencari referensi dan melakukan penelitian sejak 2007. Saat itu, dia masih berkuliah di teknologi pertanian Universitas Brawijaya (UB). Dirinya pun menemukan satu referensi menarik, yakni pulse electric field (PEF) atau metode kejut listrik yang digunakan untuk membunuh bakteri pada daging.

Metode itu sudah sering diterapkan di Jepang. Dia pun penasaran, apakah metode kejut listrik tersebut bisa diterapkan pada benda cair seperti susu?

Pria yang saat ini sedang menuntaskan studi S2-nya di Bioteknologi UB tersebut lalu melakukan penelitian. Hasilnya, salah satu perbedaan antara kejut listrik benda padat dan benda cair terletak pada voltase. Voltase untuk benda cair lebih rendah. Tapi, terkait dengan besaran voltase itu, Hadi tidak mau mengungkapkan. ""Ini rahasia perusahaan,"" jelasnya lantas tersenyum.

Hadi menyatakan, butuh waktu 2-3 tahun untuk melakukan riset mesin Sulis. Dana ratusan juta pun dikeluarkan demi riset tersebut. Dana yang didapat itu berasal dari hadiah sejumlah lomba penelitian yang pernah diikuti.

Setelah melalui berbagai pengembangan, Hadi mulai menjual mesin Sulis sejak 2009.(fir/jpnn/c18/ami)


BACA ARTIKEL LAINNYA... Tanpa Biaya dan Rekrut Mantan Calo Jadi Sukarelawan

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler