Hakim Tidak Perlu Risih dengan Komisi Yudisial

Sabtu, 06 Juli 2013 – 02:25 WIB
GORONTALO- Para hakim agar tidak lagi merasa risih dengan keberadaan Komisi Yudisial (KY) yang seringkali bersitegang dengan hakim terkait dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim. Pasalnya, lembaga yang bertugas menjaga kehormatan dan martabat hakim itu memang sudah lama diharapkan oleh Mahkamah Agung (MA). Demikian yang dikatakan Wakil Ketua KY Abbas Said kapada para peserta Diskusi Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim di Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Gorontalo, kemarin, (5/7)

"KY ini sangat dibanggakan oleh MA, karena sebenarnya MA sendiri sudah cukup lama mengharapkan hadirnya sebuah lembaga yang dapat merawat dan menjaga kehormatan hakim, bahkan sejak 45 tahun silan, boleh dibilang ini (KY, Red) adalah cita-cita terpendam," ungkapnya.

Kala itu, lanjut Abbas, MA sangat mengharapkan keberadaan sebuah lembaga yang memiliki wewenang melakukan pencegahan pelanggaran prilaku serta memperhatikan nasib hakim. Namun, keinginan terseb0ut baru terpenuhi pasca reformasi yang dibarengi dengan perbaikan (reformasi) birokrasi, termasuk peradilan. "Hingga lahirlah KY yang akhirnya tidak hanya bertugas mengawasi hakim, tetapi juga memperhatikan pola rekrutmen hakim agung, pendidikan serta kesejahteraan para hakim. Tapi, yang terpenting dari semua itu adalah menegakkan kehormatan dan mrtabat hakim," paparnya dalam acara yang diikuti perwakilan hakim pengadilan negeri dan pengadilan tinggi se-Gorontalo itu.

Ia mengakui keberdaan KY cukup strategis dalam membangun peradilan yang sehat dan merdeka. Sebab, sejak lembaga tersebut berdiri sudah ada puluhan hakim yang dijatuhi sanksi karena kurang profesional dalam menjalankan tugas sebagai penegak keadilan. "Memang, tidak semua dari hakim itu berperliku buruk. Tapi, sudah ada puluhan hakim yang akhirnya dijatuhi sanksi karena kesalahan mereka sendiri melakukan pelanggaran kode etik atau setidaknya kurang teliti dalam menangani dan mengambil keputusan," urai mantan hakim agung itu.

Secara terpisah, Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi KY Imam Anshori menyatakan, hingga tahun ini KY telah menerima sekitar 6.000 pengaduan masyarakat terkait dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim. Namun tidak semua laporan tersebut bisa ditindaklanjuti karena minimnya data pendukung. "Setiap tahun laporan yang kita terima semakin meningkat, ini tentu bukan prestasi karena yang kita harapkan semakin ke belakang semakin menurun (pengaduan, Red)," ujarnya saat melakukan kunjungan ke kantor redaksi Gorontalo Pos (JPNN Group).

Ia mengakui sebenarnya jumlah pengaduan ditaksir lebih dari jumlah tersebut. Tetapi, sejauh ini masih ada masayarakat yang belum mengetahui cara melaporkan hakim di daerah yang diduga melanggar kode etik hakim. "Kadang, ada juga yang masih belum tahu alamat tujuan untuk mengirim laporan pengaduan via pos," katanya.

"Karena itu, kami pikir sangat penting membangun komunikasi dengan media massa, dalam rangka menyebarluaskan informasi seputar pengawasan terhadap hakim, agar semakin banyak lagi masyarakat yang memahami peran KY," tambahnya.

Direktur Utama (Dirut) Gorontalo Post Muhammad Sirham menyatakan, keberadaan KY selama ini sangat membantu dalam membongkar perilaku hakim yang keluar dari rambu-rambu etika profesisnya sebagai penagak hukum.  "Sejauh ini, KY sangat berperan penting dalam membongkar kasus tak terpuji yang dilakukan hakim. Termasuk yang terkahir tentang pemecatan hakim terima suap dan selingkuh itu sangat mendukung pembenahan birokrasi peradilan," katanya. (ris)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kandidat Capres Bermunculan, Prabowo tak Kawatir

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler