Halili: Pernyataan Megawati Sangat Relevan, Kondisi Demokrasi Indonesia Mengkhawatirkan

Jumat, 12 Januari 2024 – 07:18 WIB
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri memberikan pidato dalam rangka HUT Ke-51 PDIP di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Rabu (10/1). Foto: PDIP

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan menilai pernyataan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri terkait 'pemilu bukan alat elite politik untuk melanggengkan kekuasaan' sebagai sesuatu yang relevan.

Hal itu disebabkan kondisi demokrasi Indonesia yang sudah sangat mengkhawatirkan sekarang ini.

BACA JUGA: Suarakan Perubahan Nasib di HUT PDIP, Ganjar Beber 3 Keluhan Utama Rakyat

“Saya kira pernyataan (Megawati, red) itu relevan sekali karena kalau kita cek misalnya sejak periode kedua Pak Jokowi sebenarnya sudah ada warning dari banyak tokoh,” ujar Halili di Jakarta, Kamis (11/1/2024).

Halili mengutip beberapa lembaga internasional yang menyebut demokrasi Indonesia mengalami kecacatan, kemunduran (regresi), bahkan putar balik ke arah otoritarianisme.

BACA JUGA: Hasto Rayakan HUT Ke-51 PDIP Bersama Ratusan Warga Kemayoran

“Yang serius, kita mengalami putar balik atau mengarah ke otoritarianisme. Itu banyak studi yang memberikan penilaian kualitas demokrasi kita,” ujarnya.

Pernyataan Megawati dinilai sebagai panggilan bangun (wake-up call) atas kondisi demokrasi saat ini ketika kualitas kebebasan sipil berada pada level terendah.

BACA JUGA: Terima Tumpeng HUT PDIP, Wapres Ma’ruf Amin Berpose Tiga Jari Bareng Megawati-Ganjar

“Sebab dia me-recall. Di sisi lain, dia mengajak agar kita semua memberikan perhatian pada situasi demokrasi kita. Jadi dia bukan saja alarm, tetapi semacam wake-up call," ungkapnya.

Jaga jarak

Pengamat Politik Dari Universitas Indonesia (UI) Aditya Perdana mengatakan pidato Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri tentang penyalahgunaan kekuasaan, relevan dengan kondisi politik sekarang ini.

“Dalam konteks PDIP dan sebagai tokoh, Megawati mengingatkan terkait dengan kekuasaan dan tentu secara implisit relasinya dengan presiden,” kata Aditya, Kamis (11/01/2024).

Hubungan antara Megawati atau PDIP dengan Presiden Jokowi memang tidak harmonis. Menurut Adit, mereka sedang ‘menjaga jarak’.

“Poinnya ‘menjaga jarak' itu, satu waktu bisa jauh, bisa dekat, tergantung kebutuhan,” sebut Adit. Sebab, dalam politik tidak ada yang abadi. Pernah jadi teman, sekarang bisa jadi ‘lawan’. Namun, tidak bisa bercerai.

“Dan, tidak boleh bercerai karena ada masa depan dan kebutuhan nanti yang bisa dilanjutkan,” ujar Adit, yang juga Direktur Eksekutif Algoritma.

Dalam masa Pilpres, kata dia, semua lingkaran elite sedang berkompetisi. Maka menjaga jarak itu penting.

“Namun, ketika pemerintahan baru terbentuk, berusaha mendekat bagi pihak yang kalah pun bisa jadi bahan pertimbangan,” ujar Adit.

Sebelumnya, Presiden Jokowi tidak hadir pada acara hari ulang tahun (HUT) ke-51 PDIP di Jakarta.

Dia sedang melakukan kunjungan luar negeri. Pada kesempatan itu, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menyampaikan kritiknya kepada penguasa.

“Saudara-saudara sekalian, pemilu bukanlah alat elite politik untuk melanggengkan kekuasaan dengan segala cara. Dalam pemilu, pemilihan umum, ada moral dan etika yang harus dijunjung tinggi. Saya mengingatkan perlunya mengedepankan etika dalam politik," pungkas Megawati.(fri/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler