jpnn.com - RAMALLAH - Palestina mungkin akan menghadapi babak baru dalam pemerintahan mereka. Sebab, kemarin (5/5) Hamas dan Fatah bertemu untuk membahas rekonsiliasi. Dua kelompok tersebut selama ini kerap berseteru hingga mengakibatkan Palestina kian terpuruk. Pertemuan antara Presiden Palestina Mahmud Abbas yang mewakili Fatah dan Pemimpin Hamas Khaled Meshaal dilakukan di Doha. "Pertemuan telah dimulai," ujar seorang sumber dari pihak Abbas saat dihubungi kantor berita AFP.
Abbas ke Doha tidak hanya menemui Khaled Meshaal. Dia berangkat pada Minggu (4/5) untuk bertemu dengan Emir dari Qatar, yaitu Sheikh Tamim bin Hamad al Thani lebih dulu. Selain itu, Abbas dijadwalkan menghadiri acara pernikahan keluarganya. Setelah itu, dia baru bertemu dengan pimpinan Hamas. Abbas dan Meshaal kali terakhir bertemu pada Januari 2013 di Kairo, Mesir.
Selama dua tahun ini basis Hamas memang berada di Doha. Sebelumnya, mereka berada di Damaskus, Syria. Namun, karena di sana terjadi perang saudara yang berkecamuk terus-menerus, Hamas lantas pindah lokasi.
Sekretaris Pemerintahan Hamas Abdel Salam Siyyam menyatakan, dua pemimpin tersebut akan membicarakan masalah kesepakatan rekonsiliasi dan bagaimana mengimplementasikannya. Sebab, selama ini Hamas dan Fatah memang tidak akur. Abbas menguasai Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dan memimpin di tepi barat. Sementara itu, Hamas telah mengambil alih jalur Gaza pada 2007 dari Fatah.
Hamas pun mengusir seluruh loyalis Abbas. Sejak saat itu, hubungan dua kelompok tersebut kian memanas. Fatah lebih memilih jalur negosiasi dengan Israel, sedangkan Hamas dengan cara jihad dan melawan penuh.
Salah satu kesepakatan yang akan dibahas dua pihak itu adalah penggabungan tentara. "Ada klausa tentang situasi keamanan, termasuk kesepakatan tiga ribu tentara Ramallah (tentara Abbas, Red) untuk bekerja sama dengan tentara Gaza (tentara Hamas, Red)," ujarnya.
Pembicaraan masalah rekonsiliasi tersebut sebenarnya bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya sudah pernah, namun rekonsiliasi tersebut gagal. Pada 23 April lalu, dua kelompok itu mengejutkan banyak pihak dengan pernyataan bahwa mereka sudah mencapai kesepakatan untuk bekerja sama membentuk pemerintahan baru yang bebas politik.
Mendengar adanya pertemuan itu, pemerintah Israel marah. Sebab, selama ini mereka berpikir bahwa Hamas adalah teroris. (AFP/AP/Reuters/sha/c15/tia)
BACA JUGA: Pulang Konser di Afsel, 60 Anak Sakit Massal
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tabrakan Kapal di Perairan Hong Kong, 11 Awak Dinyatakan Hilang
Redaktur : Tim Redaksi