Handphone SBY Banjir SMS

Sabtu, 28 Juli 2012 – 04:54 WIB

JAKARTA-Makanan khas rakyat Indonesia, tempe dan tahu, mendadak ramai diperbincangkan. Bukan hanya kalangan petani. Kelangkaan komoditi tersebut juga sampai mengganggu ketenangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Ibu Negara Ani Yudhoyono.

’’Saya dan Bu Ani banyak terima SMS. Bahkan setelah sahur dini hari ini juga masih menerima SMS. Para menteri juga begitu. (Semuanya) masalah tempe,’’ kata SBY dalam jumpa pers di Kementerian Perindustrian, Jumat (27/7).

SBY menjelaskan, kondisi saat ini bukan kehendak pemerintah. Melainkan karena produksi di luar negeri khususnya di AS yang berpengaruh pada ketersediaan kedelai dalam negeri. AS mengalami musim kering terburuk dalam kurun waktu 50 tahun terakhir.

Kondisi ini berimbas pada negara-negara pengimpor kedelai. Bukan hanya Indonesia, tapi juga Tiongkok yang masih impor kedelai hampir 60 persen dari negeri Paman Sam itu. Sebagai antisipasi, pemerintah berusaha mengawal harga meski tidak bisa menghindari kenaikan.

Saat ini, kata SBY, pemerintah telah menggratiskan bea masuk kedelai impor. Untuk itu diharapkan para importir kedelai bersama-sama memikirkan nasib rakyat dengan menurunkan harga kedelai.

’’Jangan didominasi mereka yang disebut kartel. Tolonglah bersama pemerintah pikirkan rakyat. Saya minta kita semua mengawasi,’’ seru SBY.

Menanggapi masalah adanya kartel, SBY minta hukum untuk ditegakkan bila terbukti. Sedangkan masalah sweeping kedelai yang nyaris rusuh di Jakarta, SBY meminta hal tersebut tidak perlu terulang kembali.

’’Saya menghargai kepedulian asosiasi tahu dan tempe, tapi menurut saya tidak perlu melakukan sweeping karena itu bukan solusi. Bersama pemerintah mari kita atasi masalah tanpa sweeping,’’ kata SBY.

SBY menjelaskan, Indonesia setiap tahunnya butuh 2,5 juta ton kedelai. Sementara produksi kedelai dalam negeri hanya 800 ribu ton. Karena itu, Indonesia masih harus impor sekitar 1,5 hingga 1,8 juta ton. Kondisi ini dinilai tidak baik dan harus dipikirkan solusi guna meningkatkan produksi dalam negeri.

’’Pemerintah sedang memikirkan upaya-upaya jangka menengah dan panjang guna meningkatkan produksi kedelai kita,’’ ungkap SBY.

Ketahanan Pangan Lemah

Sebagai negara agraris, sungguh disesalkan Indonesia ternyata belum bisa memenuhi kebutuhan pangannya secara mandiri. ’’Gejolak naiknya harga kedelai yang memaksa perajin tempe dan tahu mogok produksi merupakan bentuk nyata betapa rentannya ketahanan pangan negeri ini,’’ ucap Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bustanul Arifin pada talk show Perspektif Indonesia bertema ’’Lonjakan Harga dan Ancaman Krisis’’ di Gedung DPD RI, Jumat (27/07).

Selain faktor alam, sambungnya, inflasi harga bahan pangan juga dipengaruhi siklus tahunan yang biasa terjadi dalam rentang Juni hingga Agustus. Harga-harga bahan pangan cenderung naik dalam bulan-bulan tersebut. ’’Untuk itu, pemerintah sebagai regulator seharusnya bisa mengantisipasi dengan kebijakan-kebijakan yang dapat mengamankan ketersediaan bahan makanan,’’ tegas Bustanul.

Sedangkan petani, ulasnya, tidak bisa menikmati kenaikan harga kedelai karena masih bercokolnya para pengusaha kartel yang memainkan harga. Sehingga di tingkat petani harga selalu ditekan, sementara di pasar para kartel harga melonjak. ’’Petani tidak pernah sama sekali menikmati kenaikan harga bahan pokok, termasuk kedelai, beras dan lainnya, karena selama ini setiap kenaikan harga petani hanya menikmati ampasnya,’’ kata Bustanul.

Untuk menghadapi persoalan pangan ini pemimpin nasional harus mengambil alih kepemimpinan pangan nasional agar industri pangan bisa bersaing dengan industri luar negeri. Sebenarnya, lemahnya Indonesia pada leadership membuat kebijakan pangan nasional belum sempurna. ’’Meski dinilai cukup, akan tetapi sudah saatnya melakukan action. Tidak bisa ditunggu-tunggu lagi,’’ terang Peneliti INDEF itu.

Sementara itu, Koordinator Nasional Aliansi untuk Desa Sejahtera Tejo Wahyu Jatmiko menambahkan, pemerintah perlu melakukan perubahan cara berpikir dalam membuat dan menerapkan kebijakan. ’’Petani kita bukannya bodoh, tapi mereka tidak diberi kesempatan untuk maju serta tidak ada perlindungan dan jaminan untuk bisa sejahtera,’’ imbuhnya.

Di sisi lain, menurut Tejo, jika melihat postur APBN, tampak sektor pertanian, kelautan dan kehutanan masih lebih rendah dibanding anggaran untuk pertahanan. Padahal, ketahanan pangan juga penting untuk mendukung ketahanan nasional. ’’Jika perut kenyang, orang akan siap menghadapi tantangan apa pun, tidak mungkin tentara kita maju perang jika perut mereka lapar,’’ jelas Tejo.

Budayawan Arswendo menambahkan, kemunculan pasar murah atau operasi pasar saat harga-harga naik dinilai hanya solusi temporal. Hal itu bahkan hanya menunjukkan tidak ada kemauan politik pemerintah untuk menjaga cadangan bahan pangan agar tetap terjangkau rakyat. ’’Pemerintah lebih suka selingkuh dalam menyelesaikan persoalan pangan,’’ papar dia.

Ibarat istri yang sedang sakit, lanjut dia, carut marut produksi dan distribusi pangan merupakan persoalan mendesak untuk disembuhkan. Namun daripada menyembuhkan penyakit musiman ini, pemerintah lebih suka ‘selingkuh’ dengan mengimpor bahan makanan untuk menutupi kekurangan permintaan pasar dalam negeri. ’’Seharusnya pemerintah jangan mengimpor bahan makanan, justru akan merugikan petani kita,’’ kata Arswendo.

Pada kesempatan terpisah, Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri juga mempertanyakan keseriusan pemerintahan SBY saat ini dalam memperkuat ketahanan pangan. Sebab, untuk urusan kedelai pun pemerintah kedodoran.

Hal itu disampaikan Megawati kepada wartawan di sela-sela acara buka puasa bersama di DPP PDIP Lenteng Agung Jakarta Selatan, Jumat (27/7). ’’Pemerintah tidak secara serius melakukan ketahanan pangan untuk Indonesia,’’ ucap Megawati.

Ketua Umum PDI Perjuangan itu pun mencontohkan saat dirinya menjadi presiden sudah mencanangkan program swasembada pangan. ’’Harusnya itu bisa terealisasi pada saat sekarang ini,’’ ucapnya.

Menurutnya, Indonesia akan sulit terlepas dari ketergantungan dari negara lain dalam hal pangan jika tidak serius melakukan upaya swasembada pengan. Saat ini saja, katanya, banyak komoditas pertanian justru diimpor dari negara lain.

Dana Kontingensi Pangan

Ketua Komisi IV DPR M. Romahurmuziy mengatakan pemerintah bisa menggunakan dana kontingensi pangan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012 untuk mengatasi krisis kedelai tersebut. Dijelaskan, DPR telah menganggarkan Rp 2 triliun di APBN 2012 sebagai dana darurat ketahanan pangan.

Menurut dia, kalau semula seluruh dana tersebut diproyeksikan untuk darurat beras, maka pemerintah kali ini bisa saja menswitch sebagian anggaran itu untuk insentif penanaman kedelai Musim Tanam III tahun 2012 ini. Mengingat pada ARAM (Angka Ramalan) II BPS (Badan Pusat Statistik) diproyeksikan pertumbuhan produksi gabah sudah berada di level cukup aman yakni pada 4,31 persen.

’’Dengan insentif petani untuk Upsus (Upaya Khusus) kedelai sebesar Rp 1 juta per ha, pada MT III tahun 2012 bisa dialokasikan 500 ribu ha. Sehingga total bisa dialokasikan Rp 500 miliar,’’ ungkap Romahurmuziy Jumat (27/7) dalam siaran persnya.

Dia melanjutkan, dengan adanya Upsus untuk tambahan luas tanam 500 ribu ha dan produktivitas yang meningkat mencapai 1,75-2 ton per ha, maka akan ada tambahan produksi 875 ribu hingga satu juta ton produksi kedelai pada akhir MT III tahun 2012. Sehingga, jelas dia, dengan proyeksi produksi kedelai ARAM II BPS pada 779 ribu ton, dengan tambahan upsus dari dana kontingensi bisa mencapai antara 1,654 juta ton sampai dengan 1,779 juta ton.

’’Maka pada akhir tahun ini Insya Allah krisis kedelai bisa diakhiri,’’ kata Sekretaris Jendral Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang karib disapa Romy itu. (fdi/boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Indonesia Dinilai Negara Aneh


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler