JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI, Syarifuddin Sudding mengaku memahami kegalauan yang dialami TNI setelah dinyatakan pisah dengan Polri. Menurutnya, dengan adanya ketimpangan kewenangan kesatuan itu merupakan penyebab munculnya gesekan antara TNI-Polri.
"Memang di situ mulai muncul, sering ada gesekan dan secara psikologis memang apa yang disampaikan (Sutiyoso) itu terjadi di beberapa daerah. Jadi tidak hanya sebatas kejadian di Jogja dan OKU. Di Sulteng, Lampung dan beberapa daerah lainnya," kata Sudding dalam diskusi di Jakarta Pusat, Sabtu (6/4).
Pernyataan Sudding ini berkaitan dengan pengakuan Danjen Kopassus, Letjen (Purn) Sutiyoso yang menyebutkan bahwa pemisahan TNI-Polri oleh Undang-undang 89/2000 diperkuat dengan TAP MPR nomor VI/2000 menjadikan TNI menjadi pengangguran.
Karena itu, Politikus Hanura itu menekankan, ke depan perlu ada sinergitas yang dibangun antara TNI-Polri. Dan secara personal ada kewenangan yang perlu dievaluasi sebagai amanat Undang-undang.
"Kalau memang dianggap solusi, dianggap pengangguran tingkat tinggi, maka harus ada revisi Undang-undang menyangkut masalah pembagian kewenangan TNI/Polri," tegas Sudding yang berharap hal ini bisa disikapi DPR dan Pemerintah.
Terkait kasus Cebongan sendiri, Sudding sepakat bahwa para pelaku yang ditangani Militer, maka masyarakat harus percaya terhadap proses peradilan militer karena kasus ini memang ranah militer. "Tapi proses ini harus terbuka dan transparan. Harus diikuti dan semua pihak," ujar ketua DPP Hanura itu.
Selain itu, dia berharap Pengadilan Militer juga tidak hanya menindak sebatas pihak yang membantu. Tapi termasuk mengungkap bagaimana senjata yang digunakan oknum Kopassus itu bisa keluar dari gudang senjata.
"Ini perlu ditelusuri pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam persoalan (senjata) itu. Tidak hanya sebatas pihak eksekutor dan yang membantu proses di lapangan," pintanya. (fat/jpnn)
"Memang di situ mulai muncul, sering ada gesekan dan secara psikologis memang apa yang disampaikan (Sutiyoso) itu terjadi di beberapa daerah. Jadi tidak hanya sebatas kejadian di Jogja dan OKU. Di Sulteng, Lampung dan beberapa daerah lainnya," kata Sudding dalam diskusi di Jakarta Pusat, Sabtu (6/4).
Pernyataan Sudding ini berkaitan dengan pengakuan Danjen Kopassus, Letjen (Purn) Sutiyoso yang menyebutkan bahwa pemisahan TNI-Polri oleh Undang-undang 89/2000 diperkuat dengan TAP MPR nomor VI/2000 menjadikan TNI menjadi pengangguran.
Karena itu, Politikus Hanura itu menekankan, ke depan perlu ada sinergitas yang dibangun antara TNI-Polri. Dan secara personal ada kewenangan yang perlu dievaluasi sebagai amanat Undang-undang.
"Kalau memang dianggap solusi, dianggap pengangguran tingkat tinggi, maka harus ada revisi Undang-undang menyangkut masalah pembagian kewenangan TNI/Polri," tegas Sudding yang berharap hal ini bisa disikapi DPR dan Pemerintah.
Terkait kasus Cebongan sendiri, Sudding sepakat bahwa para pelaku yang ditangani Militer, maka masyarakat harus percaya terhadap proses peradilan militer karena kasus ini memang ranah militer. "Tapi proses ini harus terbuka dan transparan. Harus diikuti dan semua pihak," ujar ketua DPP Hanura itu.
Selain itu, dia berharap Pengadilan Militer juga tidak hanya menindak sebatas pihak yang membantu. Tapi termasuk mengungkap bagaimana senjata yang digunakan oknum Kopassus itu bisa keluar dari gudang senjata.
"Ini perlu ditelusuri pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam persoalan (senjata) itu. Tidak hanya sebatas pihak eksekutor dan yang membantu proses di lapangan," pintanya. (fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... TNI Kini jadi Pengangguran
Redaktur : Tim Redaksi