jpnn.com - JAKARTA - Ketua DPP Hanura Erik Satrya Wardhana menyatakan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) merupakan pelembagaan syahwat kekuasan. Sebab UU itu dirumuskan ketika situasi emosional masih begitu tinggi dan syahwat kekuasaan memengaruhi.
"UU MD3 ini kita bilang pelembagaan syahwat kekuasaan. Saya khawatir UU ini akan jadi problem terus menerus yang tidak akan menuntun perbaikan tapi pada penyesatan," kata Erik dalam diskusi "Bukan Parlemen Biasa" di Cikini, Jakarta, Sabtu (11/10).
BACA JUGA: Boediono Nyanyikan Island in The Sun untuk Pegawai Setwapres
Pernyataan Erik itu langsung ditanggapi oleh Wasekjen PAN Yandri Susanto. Ia mengungkapkan pembentukan UU MD3 dilakukan saat pertarungan pasca pemilihan presiden. Namun PDIP dan beberapa pihak sudah melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi terkait UU MD3.
"PDIP dan beberapa orang menggugat ke MK. MK bersidang dan saya yakin mereka adalah para negarawan, dan itu sudah diputus. Kalau misalkan MK anggap ada dendam politik di situ saya yakin gugatan pasti diterima, ini ditolak semua," ujar Yandri.
BACA JUGA: Formappi Sebut DPR Periode Baru Bunuh Diri
Menurut Yandri, ketika ada putusan MK yang final dan mengikat maka setiap orang harus mematuhinya. "Tidak ada lagi istilah dendam mapun haus kekuasaan," ucapnya.
Erik pun menanggapi pernyataan Yandri. Ia berpendapat MK itu tidak menguji UU terhadap moralitas melainkan terhadap UUD. "Problemnya adalah syahwat kekuasaan," ujarnya.
BACA JUGA: Formappi Tidak Yakin Koalisi Merah Putih Solid 100 Persen
Namun Yandri tetap berpendapat UU MD3 sudah berlaku dan setiap orang harus mematuhinya. Menurutnya, tidak mungkin parlemen maupun Koalisi Indonesia Hebat membuat format sendiri di luar UU MD3.
"Kalau sudah begitu Koalisi Indonesia Hebat menurut saya memperbaiki cara komunikasinya, tampilannya, kalau misalkan kalah ya kalah terhormat, tidak membuat gaduh," tandasnya. (gil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Polisi Gagalkan Pengiriman TKI ke Afrika
Redaktur : Tim Redaksi