Harapkan Pemerintah Sediakan Insfrastruktur untuk Bangun Smelter

Sabtu, 18 Januari 2014 – 18:34 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Pascapemberlakuan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara beserta aturan turunannya, pemerintah diharapkan tidak hanya sekadar memaksa perusahaan pertambangan membuat smelter. Pasalnya, salah satu kendala dalam pembangunan smelter adalah ketersediaan infrastruktur pendukung.

Ketua Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) Poltak Sitanggang mengungkapkan, sebenarnya beberapa anggota di asosiasinya sudah menyiapkan dana untuk pembangunan semelter. Bahkan, sudah ada yang membangun smelter. Namun, Poltak menegaskan bahwa ketiadaan infrastruktur pendukung membuat upaya pembangunan fasilitas untuk pemurnian mineral tambang itu tak mulus. "Kami harapkan pemerintah juga mau menyediakan infrastruktur untuk mempermudah perusahaan pertambangan membangun smelter," katanya di Jakarta, Sabtu (18/1).

BACA JUGA: 2014, Adhi Karya Bangun 5 Hotel

Lebih lanjut Poltak mencontohkan smelter milik PT Bintang Delapan di Kabupaten Morowali. Menurutnya, kebijakan hilirisasi pertambangan membuat PT Bintang Delapan mengeluarkan dana hingga jutaan dolar AS untuk membangun smelter di salah satu kabupaten di Sulawesi Tengah itu.

Namun, lanjut Poltak, ternyata semelteri itu tak bisa beroperasi lantaran tiadanya pasokan listrik. "Padahal pemerintah pernah berjanji menyiapkan listriknya, namun tak ada realisasi. Akibatnya pabrik tak bisa jalan karena listrik tak ada. Itu baru di Morowali," ujarnya.

BACA JUGA: Cuaca Ekstrim, Maskapai Tak Sediakan Ganti Rugi

Persoalan yang dihadapi perusahaan pertambangan domestik bertambah ketika pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 yang melarang ekspor mineral mentah. "Pengusaha nasional itu juga mengalami keterbatasan modal, makanya mengandalkan ekspor bahan mineral mentah," lanjut Poltak.

Keluhan lain yang disampaikan Poltak adalah perbedaan perlakuan antara perusahaan pertambangan nasional dengan perusahaan asing. Misalnya, sambungnya, Freeport dan Newmont yang dikenal sebagai raksasa pertambangan internasional masih dibolehkan mengekspor bahan konsentrat mentah dengan semacam pengecualian lewat Peraturan Menteri.

BACA JUGA: Investor Respons Negatif Akuisisi PGN

"Apabila situasi itu terus berlanjut, maka para pengusaha tambang lokal akan makin terjepit atau malah mati. Efeknya luar biasa karena menyangkut jutaan warga yang hidup dari sektor itu," katanya seraya menyebutkan, berdasarkan catatan Apemindo, terdapat 1,5 juta pekerja bidang tambang terpaksa dirumahkan.

Poltak pun menganggap kebijakan pemerintah itu justru semakin memudahkan swasta asing menguasai tambang-tambang milik pengusaha domestik. Sebab, banyak pengusaha nasional yang bermodal cekak terpaksa melego izin pertambangan ke perusahaan asing. Artinya, setelah bank, perkebunan, telekomunikasi, sudah dimiliki asing, sekarang mereka menyasar penguasaan tambang kita," pungkasnya.(ara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Investor Respons Negatif Akuisisi PGN


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler