JAKARTA - Lonjakan harga bawang yang terjadi dua minggu ke belakang meresahkan pedagang dan masyarakat. Selain mengeluhkan lonjakan harga pedagang mengaku sangat kesulitan mendapatkan pasokannya.
Ambar Ningrum, 38, salah satu agen bawang di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan mengaku sejak Minggu (10/3) ia sudah tidak dikirimi oleh agen pusat yang ada di Pasar Induk Kramatjati. Padahal sebelumnya setiap hari pasokannya selalu lancar. Ia biasa dipasok 100 kg per hari. "Bawang putih yang ada di dagangan ini sisa pengiriman Sabtu kemarin," terangnya pada Jawa Pos saat ditemui, Rabu (13/3).
Ia mengaku lonjakan harga bawang putih yang begitu hebat telah dirasakan sejak awal Maret. Februari lalu, lanjutnya, harga masih sekitar Rp 30 ribuan. Lalu melonjak dua kali lipat setelah akhir pekan kemarin atau mencapai Rp 60 ribu. Saat ini Sri mengaku hanya menjual bawang impor sebab yang bawang lokal sudah sejak lama tidak masuk kepasaran.
Sementara itu, beberapa pedagang eceran di Pasar Kebayoran Lama lebih memilih tidak menjual bawang putih. Mereka takut merugi. Sebab lonjakan harganya sangat mengejutkan."Misalkan saja, Sugito, 45, ia mengaku sudah hampir empat hari ini hanya menjul bawang merah saja. Sementara untuk bawang putihg masih ia urungkan niatnya.
Hal senada pun diungkapkan oleh Nur Pusaptika, 35. Ia mengaku membeli bawang putih dari agen Rp 55 ribu dan bawang merah Rp 40 ribu. Sehingga ia bisa menjualnya sampai Rp 60 ribu dan bawang merah Rp 50 ribu.
Penjualan Nur pun merosot. Jika biasanya dalam sehari ia bisa menjual 10 kg per hari saat ini hanya 3 kg per hari. "Yang beli sekarang gak dalam kilogram, tapi ons. Bahkan ada yang beli setengah ons" terangnya.
Melihat kondisi itu, Mentri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa segera menugaskan Menteri Pertanian dan Menteri Perdagangan untuk melakukan pertemuan bilateral guna menyelesaikan permasalahan itu. Ia tak ingin ada inflasi yang tinggi karena masalah bawang.
"Bulan lalu inflasi mencapai 0,75 persen dan sangat tidak wajar jika 0,21 persen disebabkan oleh naiknya harga bawang. Padahal bulan lalu harganya masih Rp 30 ribuan. Saat ini sudah dua kali lipatnya. Harus segera diambil tindakan," terangnya.
Hatta juga menilai, kebijakan pembatasan impor bawang putih itu dinilai kurang tepat. Sebab saat ini, 95 persen kebutuhan bawang putih nasional masih dipenuhi oleh impor."Hal itu dikarenakan kondisi iklim Indonesia yang tidak cocok untuk menaman bawang putih. Sehingga menurutnya, itu tidak bisa dipaksakan. Oleh karena itu ia menghimbau adanya pengkajian"atas Permendag dan Permentan mengenai impor hortikultura.
"Kementerian Pertanian dan Perdagangan akan segera menambah kuota impor bawang. Namun mengenai jumlahnya saat ini masih dibicarakan," imbuhnya.
Sementara itu, Menteri Pertanian Suswono justru mengindikasikan adanya kelalaian dan penyelewengan yang dilakukan importir bawang. Saat ini ada di Kementerian Perdagangan tercatat 131 importir terdaftar (IT) hortikutura dan 90 persen diantaranya mendaftar sebagai importir bawang putih."Akibatnya kuota impor semester satu harus terbagi dalam jumlah yang kecil. Dikhawatirkan importir itu tidak merealisasikan kuota yang diberikan.
"Tidak menutup kemungkinan beberapa importir terdaftar menjual alokasi impornya ke pengusaha besar. Untuk itu akan dilakukan audit dengan Kementerian Perdagangan," katanya.
Sementara harga bawang Putih di pasar induk sayur di Surabaya bergerak turun. Untuk bawang putih jenis Kating dihargai Rp 65 ribu per kg. Sehari sebelumnya harga bawang jenis tersebut sebesar Rp 70 ribu per kg. Kendati demikian, para pedagang masih khawatir lantaran harga berpotensi meningkat. Tercatat harga bawang putih di sejumlah pasar tradisional di Surabaya berada di kisaran Rp 60-70 ribu per kg.
Selama sepekan terakhir kenaikan harga bawang menembus angka fantastis. Yakni, mencapai Rp 70 ribu per kg. Bahkan dapat dikatakan harga tertinggi untuk jenis komoditas tersebut. "Sudah satu minggu harga bawang mencapai Rp 70 ribu per kg. Baru hari ini (kemarin, Red) mengalami penurunan," ujar Husein, salah satu pedagang bawang di pasar Keputran.
Dia menyebutkan, penurunan itu berlaku untuk dua jenis bawang. Untuk Kating, harganya turun dari Rp 70 ribu menjadi Rp 65 ribu, sedangkan Sin Chung dari Rp 65 ribu menjadi Rp 60 ribu. Kendati harga bawang menunjukkan sinyal turun, pedagang masih khawatir harga bawang kembali menanjak.
"Sejak harga naik, penjualan bawang jadi lambat. Biasanya tiap kali kulakan dengan jumlah 1-2 ton bisa habis dalam waktu dua hari," keluhnya. Husein sendiri melayani pembelian dalam jumlah besar maupun kecil. "Biasanya yang beli 5-10 kg banyak, tapi setelah naik pembeli mengurangi pembelian," tutur ia.
Padahal, modal yang dikeluarkan untuk membeli bawang dari pasar pabean cukup besar. Husein menyebutkan ia harus merogoh uang sekitar Rp 20 juta untuk membeli satu ton bawang putih. Dulu, ketika harga masih normal di kisaran Rp 15 ribu, ia cukup mengeluarkan Rp 5 juta. "Itu belum termasuk ongkos angkut dari pasar Pabean ke sini," tandas dia.
Sementara di pasar Wonokromo, harga bawang jenis Kating berkisar Rp 65-70 ribu. Seperti Ermawati yang menjual bawang putih miliknya seharga Rp 70 ribu. "Harga kulakan Rp 68 ribu, jadi untungnya sedikit hanya Rp 2 ribu per kg," tukasnya.
Ermawati mengatakan, meski harganya melambung, permintaan bawang masih tetap tinggi. "Bagaimana juga, bawang jadi bumbu wajib saat masak. Jadi, ketika harga tinggi, masyarakat tetap beli," tandas dia. Biasanya, untuk dagangan sehari-hari ia membeli di pasar Keputran sebanyak 5-10 kg yang habis dalam waktu satu sampai dua hari.
Secara terpisah, Ketua Gabungan Importir Nasional Indonesia Jatim Bambang Sukadi mengatakan arus impor produk hortikultura termasuk di dalamnya bawang putih di pelabuhan Tanjung Perak masih belum lancar. Terutama menyangkut kelengkapan dokumen Rekomendasi Impor Produk Hortikultura dan Surat Persetujuan Impor. "Jadi, sampai sekarang arus masih tersendat," ucapnya.
Tersendatnya arus impor bawang putih di pelabuhan dituding menjadi penyebab suplai bawang putih ke pasaran seret. Akibatnya, harga di tingkat konsumen melambung tinggi. (res/uma)
Ambar Ningrum, 38, salah satu agen bawang di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan mengaku sejak Minggu (10/3) ia sudah tidak dikirimi oleh agen pusat yang ada di Pasar Induk Kramatjati. Padahal sebelumnya setiap hari pasokannya selalu lancar. Ia biasa dipasok 100 kg per hari. "Bawang putih yang ada di dagangan ini sisa pengiriman Sabtu kemarin," terangnya pada Jawa Pos saat ditemui, Rabu (13/3).
Ia mengaku lonjakan harga bawang putih yang begitu hebat telah dirasakan sejak awal Maret. Februari lalu, lanjutnya, harga masih sekitar Rp 30 ribuan. Lalu melonjak dua kali lipat setelah akhir pekan kemarin atau mencapai Rp 60 ribu. Saat ini Sri mengaku hanya menjual bawang impor sebab yang bawang lokal sudah sejak lama tidak masuk kepasaran.
Sementara itu, beberapa pedagang eceran di Pasar Kebayoran Lama lebih memilih tidak menjual bawang putih. Mereka takut merugi. Sebab lonjakan harganya sangat mengejutkan."Misalkan saja, Sugito, 45, ia mengaku sudah hampir empat hari ini hanya menjul bawang merah saja. Sementara untuk bawang putihg masih ia urungkan niatnya.
Hal senada pun diungkapkan oleh Nur Pusaptika, 35. Ia mengaku membeli bawang putih dari agen Rp 55 ribu dan bawang merah Rp 40 ribu. Sehingga ia bisa menjualnya sampai Rp 60 ribu dan bawang merah Rp 50 ribu.
Penjualan Nur pun merosot. Jika biasanya dalam sehari ia bisa menjual 10 kg per hari saat ini hanya 3 kg per hari. "Yang beli sekarang gak dalam kilogram, tapi ons. Bahkan ada yang beli setengah ons" terangnya.
Melihat kondisi itu, Mentri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa segera menugaskan Menteri Pertanian dan Menteri Perdagangan untuk melakukan pertemuan bilateral guna menyelesaikan permasalahan itu. Ia tak ingin ada inflasi yang tinggi karena masalah bawang.
"Bulan lalu inflasi mencapai 0,75 persen dan sangat tidak wajar jika 0,21 persen disebabkan oleh naiknya harga bawang. Padahal bulan lalu harganya masih Rp 30 ribuan. Saat ini sudah dua kali lipatnya. Harus segera diambil tindakan," terangnya.
Hatta juga menilai, kebijakan pembatasan impor bawang putih itu dinilai kurang tepat. Sebab saat ini, 95 persen kebutuhan bawang putih nasional masih dipenuhi oleh impor."Hal itu dikarenakan kondisi iklim Indonesia yang tidak cocok untuk menaman bawang putih. Sehingga menurutnya, itu tidak bisa dipaksakan. Oleh karena itu ia menghimbau adanya pengkajian"atas Permendag dan Permentan mengenai impor hortikultura.
"Kementerian Pertanian dan Perdagangan akan segera menambah kuota impor bawang. Namun mengenai jumlahnya saat ini masih dibicarakan," imbuhnya.
Sementara itu, Menteri Pertanian Suswono justru mengindikasikan adanya kelalaian dan penyelewengan yang dilakukan importir bawang. Saat ini ada di Kementerian Perdagangan tercatat 131 importir terdaftar (IT) hortikutura dan 90 persen diantaranya mendaftar sebagai importir bawang putih."Akibatnya kuota impor semester satu harus terbagi dalam jumlah yang kecil. Dikhawatirkan importir itu tidak merealisasikan kuota yang diberikan.
"Tidak menutup kemungkinan beberapa importir terdaftar menjual alokasi impornya ke pengusaha besar. Untuk itu akan dilakukan audit dengan Kementerian Perdagangan," katanya.
Sementara harga bawang Putih di pasar induk sayur di Surabaya bergerak turun. Untuk bawang putih jenis Kating dihargai Rp 65 ribu per kg. Sehari sebelumnya harga bawang jenis tersebut sebesar Rp 70 ribu per kg. Kendati demikian, para pedagang masih khawatir lantaran harga berpotensi meningkat. Tercatat harga bawang putih di sejumlah pasar tradisional di Surabaya berada di kisaran Rp 60-70 ribu per kg.
Selama sepekan terakhir kenaikan harga bawang menembus angka fantastis. Yakni, mencapai Rp 70 ribu per kg. Bahkan dapat dikatakan harga tertinggi untuk jenis komoditas tersebut. "Sudah satu minggu harga bawang mencapai Rp 70 ribu per kg. Baru hari ini (kemarin, Red) mengalami penurunan," ujar Husein, salah satu pedagang bawang di pasar Keputran.
Dia menyebutkan, penurunan itu berlaku untuk dua jenis bawang. Untuk Kating, harganya turun dari Rp 70 ribu menjadi Rp 65 ribu, sedangkan Sin Chung dari Rp 65 ribu menjadi Rp 60 ribu. Kendati harga bawang menunjukkan sinyal turun, pedagang masih khawatir harga bawang kembali menanjak.
"Sejak harga naik, penjualan bawang jadi lambat. Biasanya tiap kali kulakan dengan jumlah 1-2 ton bisa habis dalam waktu dua hari," keluhnya. Husein sendiri melayani pembelian dalam jumlah besar maupun kecil. "Biasanya yang beli 5-10 kg banyak, tapi setelah naik pembeli mengurangi pembelian," tutur ia.
Padahal, modal yang dikeluarkan untuk membeli bawang dari pasar pabean cukup besar. Husein menyebutkan ia harus merogoh uang sekitar Rp 20 juta untuk membeli satu ton bawang putih. Dulu, ketika harga masih normal di kisaran Rp 15 ribu, ia cukup mengeluarkan Rp 5 juta. "Itu belum termasuk ongkos angkut dari pasar Pabean ke sini," tandas dia.
Sementara di pasar Wonokromo, harga bawang jenis Kating berkisar Rp 65-70 ribu. Seperti Ermawati yang menjual bawang putih miliknya seharga Rp 70 ribu. "Harga kulakan Rp 68 ribu, jadi untungnya sedikit hanya Rp 2 ribu per kg," tukasnya.
Ermawati mengatakan, meski harganya melambung, permintaan bawang masih tetap tinggi. "Bagaimana juga, bawang jadi bumbu wajib saat masak. Jadi, ketika harga tinggi, masyarakat tetap beli," tandas dia. Biasanya, untuk dagangan sehari-hari ia membeli di pasar Keputran sebanyak 5-10 kg yang habis dalam waktu satu sampai dua hari.
Secara terpisah, Ketua Gabungan Importir Nasional Indonesia Jatim Bambang Sukadi mengatakan arus impor produk hortikultura termasuk di dalamnya bawang putih di pelabuhan Tanjung Perak masih belum lancar. Terutama menyangkut kelengkapan dokumen Rekomendasi Impor Produk Hortikultura dan Surat Persetujuan Impor. "Jadi, sampai sekarang arus masih tersendat," ucapnya.
Tersendatnya arus impor bawang putih di pelabuhan dituding menjadi penyebab suplai bawang putih ke pasaran seret. Akibatnya, harga di tingkat konsumen melambung tinggi. (res/uma)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Agus Marto Dinilai Masih Sisakan Masalah di Bank Mandiri
Redaktur : Tim Redaksi