JAKARTA - Realisasi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi tahun 2013 diperkirakan bakal tembus dari kuota sebesar 46,01 juta kiloliter. Namun opsi untuk menaikkan harga BBM bersubsidi untuk menjaga APBN sepertinya belum akan dilirik pemerintah.
Sekretaris Komite Ekonomi Nasional (KEN) Aviliani mengatakan, butuh keberanian dari pemerintah untuk mengambil kebijakan tidak populis dengan menaikkan harga BBM bersubsidi. "Walau itu bisa dilakukan sewaktu-waktu, kemungkinan tidak (harga BBM subsidi) tidak akan naik tahun ini," kata Aviliani di Jakarta, kemarin (17/1).
Kenaikan harga BBM bersubsidi diprediksikan akan menyumbang inflasi lebih dari dua persen. Menurut Aviliani, situasi menjelang pergantian pemerintahan pada 2014 juga memengaruhi bakal diambil tidaknya kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi.
Dengan alasan itu, kemungkinan harga BBM bersubsidi naik pada 2015. "Kemungkinan baru naik saat pemerintahan baru nanti," katanya. Konsekuensinya, kuota BBM bersubsidi bisa tembus pada angka 48 juta kiloliter.
Untuk menekannya, lanjut Aviliani, pemerintah bisa melakukan pembatasan pemakaian BBM bersubsidi untuk kendaraan pribadi. Sebab persoalan saat ini adalah subsidi yang tidak tepat sasaran. Jika itu diterapkan, maka bisa menghemat hingga 70 persen. Sehingga subsidi bisa dialihkan ke infrastruktur. "Selain juga impor (BBM) yang tidak sebesar biasanya," terangnya.
Solusi lain yang mungkin bisa diterapkan adalah pemerintah memberikan langsung subsidi ke orang yang berhak. "Itu juga lebih prorakyat karena ada data orang miskinnya berapa," ujar Aviliani. Kemungkinan kebocoran bisa diminimalisir dengan pemberian melalui rekening langsung.
"Di sini butuh keberanian untuk menyelamatkan APBN plus memberikan subsidi yang tepat sasaran," katanya.
Perkiraan konsumsi yang melebihi kuota 46,01 juta kiloliter didasari pada realisasi penyaluran tahun 2012 yang mencapai 45 juta kiloliter. padahal perkiraan penyaluran pada tahun 2012 hanya pada kisaran 40 juta kiloliter.
Wakil Menteri ESDM Susillo Siswoutomo dalam kesempatan terpisah mengatakan, pemerintah belum memastikan kenaikan harga BBM bersubsidi. Pemerintah masih memilih untuk melaksanakan program pengendalian dan pengawasan sesuai dengan peraturan menteri ESDM. Misalnya dengan menggunakan sistem IT.
Jika Pertamina sudah mulai menggunakan IT, penghematan BBM bersubsidi bisa ditekan hingga 1,5 juta kiloloter dari perkiraan jebol yang mencapai 48 juta kiloliter.
Wakil Direktur ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro mengatakan, jika pemerintah konsisten kebijakannya untuk re-alokasi subsidi yang lebih tepat sasaran dan berkeadilan, maka menaikkan harga BBM subsidi merupakan keharusan."Jadi ini bukan semata-mata untuk mengurangi, atau mencabut subsidi. Ini harus betul-betul untuk mengembalikan subsidi kepada masyarakat," ujarnya.
Pihaknya berharap pemberian subsidi bisa lebih tepat sasaran, seperti untuk memperbaiki transportasi umum, angkutan barang, UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah), transportasi air, dan nelayan. Itu semua harus disebutkan dengan tegas dan jelas di dalam APBN. "Sebab penaikan harga BBM subsidi bisa memberikan dampak inflasi langsung bagi sektor-sektor itu," tandasnya.
Mengembalikan subsidi BBM pada sektor-sektor tersebut akan dapat meminimalkan potensi inflasi yang akan ditimbulkan. Sebab kenaikan harga BBM subsidi berpotensi menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi, berkurangnya penyerapan tenaga kerja, dan menurunnya penerimaan pajak. "Itu merupakan konsekuensi kebijakan yang tidak terhindarkan. Jadi pemerintah perlu melindungi sektor-sektor itu," jelasnya. (fal/wir)
Sekretaris Komite Ekonomi Nasional (KEN) Aviliani mengatakan, butuh keberanian dari pemerintah untuk mengambil kebijakan tidak populis dengan menaikkan harga BBM bersubsidi. "Walau itu bisa dilakukan sewaktu-waktu, kemungkinan tidak (harga BBM subsidi) tidak akan naik tahun ini," kata Aviliani di Jakarta, kemarin (17/1).
Kenaikan harga BBM bersubsidi diprediksikan akan menyumbang inflasi lebih dari dua persen. Menurut Aviliani, situasi menjelang pergantian pemerintahan pada 2014 juga memengaruhi bakal diambil tidaknya kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi.
Dengan alasan itu, kemungkinan harga BBM bersubsidi naik pada 2015. "Kemungkinan baru naik saat pemerintahan baru nanti," katanya. Konsekuensinya, kuota BBM bersubsidi bisa tembus pada angka 48 juta kiloliter.
Untuk menekannya, lanjut Aviliani, pemerintah bisa melakukan pembatasan pemakaian BBM bersubsidi untuk kendaraan pribadi. Sebab persoalan saat ini adalah subsidi yang tidak tepat sasaran. Jika itu diterapkan, maka bisa menghemat hingga 70 persen. Sehingga subsidi bisa dialihkan ke infrastruktur. "Selain juga impor (BBM) yang tidak sebesar biasanya," terangnya.
Solusi lain yang mungkin bisa diterapkan adalah pemerintah memberikan langsung subsidi ke orang yang berhak. "Itu juga lebih prorakyat karena ada data orang miskinnya berapa," ujar Aviliani. Kemungkinan kebocoran bisa diminimalisir dengan pemberian melalui rekening langsung.
"Di sini butuh keberanian untuk menyelamatkan APBN plus memberikan subsidi yang tepat sasaran," katanya.
Perkiraan konsumsi yang melebihi kuota 46,01 juta kiloliter didasari pada realisasi penyaluran tahun 2012 yang mencapai 45 juta kiloliter. padahal perkiraan penyaluran pada tahun 2012 hanya pada kisaran 40 juta kiloliter.
Wakil Menteri ESDM Susillo Siswoutomo dalam kesempatan terpisah mengatakan, pemerintah belum memastikan kenaikan harga BBM bersubsidi. Pemerintah masih memilih untuk melaksanakan program pengendalian dan pengawasan sesuai dengan peraturan menteri ESDM. Misalnya dengan menggunakan sistem IT.
Jika Pertamina sudah mulai menggunakan IT, penghematan BBM bersubsidi bisa ditekan hingga 1,5 juta kiloloter dari perkiraan jebol yang mencapai 48 juta kiloliter.
Wakil Direktur ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro mengatakan, jika pemerintah konsisten kebijakannya untuk re-alokasi subsidi yang lebih tepat sasaran dan berkeadilan, maka menaikkan harga BBM subsidi merupakan keharusan."Jadi ini bukan semata-mata untuk mengurangi, atau mencabut subsidi. Ini harus betul-betul untuk mengembalikan subsidi kepada masyarakat," ujarnya.
Pihaknya berharap pemberian subsidi bisa lebih tepat sasaran, seperti untuk memperbaiki transportasi umum, angkutan barang, UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah), transportasi air, dan nelayan. Itu semua harus disebutkan dengan tegas dan jelas di dalam APBN. "Sebab penaikan harga BBM subsidi bisa memberikan dampak inflasi langsung bagi sektor-sektor itu," tandasnya.
Mengembalikan subsidi BBM pada sektor-sektor tersebut akan dapat meminimalkan potensi inflasi yang akan ditimbulkan. Sebab kenaikan harga BBM subsidi berpotensi menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi, berkurangnya penyerapan tenaga kerja, dan menurunnya penerimaan pajak. "Itu merupakan konsekuensi kebijakan yang tidak terhindarkan. Jadi pemerintah perlu melindungi sektor-sektor itu," jelasnya. (fal/wir)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bulog Pastikan Pasokan Beras Masih Aman
Redaktur : Tim Redaksi