Harga Kakao Turun Rp 2 Ribu per Kg

Minggu, 04 November 2012 – 17:00 WIB
MADINA - Sepekan terakhir, harga kakao kering di tingkat petani di kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumut, menurun hingga Rp 2 ribu per kilogram. Hal ini diperkirakan akibat musim hujan yang terjadi sejak beberapa pekan terakhir yang berpengaruh kepada kwalitas kakao, sehingga harganya juga turun.

Panususan (38), petani kakao di kecamatan Siabu menyebutkan, harga kakao selama seminggu ini turun dari harga Rp19 ribu menjadi Rp17 ribu per kilogram. Dari pengakuan toke atau pengumpul, penurunan harga ini diakibatkan turunnya kwalitas kekeringan kakao petani yang disebabkan musim hujan. Memang diakui Panusunan, selama beberapa pekan ini jarang sekali cuaca cerah dan selalu mendung dan hujan, sehingga tingkat kekeringan kakao mereka kurang bagus.

”Kata toke, penurunan harga disebabkan kurang bagusnya tingkat kekeringan disebabkan musim hujan. Memang kami akui selama beberapa minggu ini kami tidak bisa menjemur hasil tani,” ungkapnya, seperti diberitakan Metro Siantar (Grup JPNN)

Masih dikatakan Panusunan, turunnya harga kakao ini membuat petani resah. Sebab sebagian warga di desa mereka memiliki penghasilan utama dari kebun kakao. ”Warga di sini kan penghasilan utamanya adalah berkebun karet dan kakao, bagi yang hanya punya kebun kakao seperti kami.

Maka penurunan harga itu sangat berpengaruh bagi kebutuhan keluarga. Sejatinya harga yang paling pas adalah di atas Rp20 ribu  per Kg agar kebutuhan keluarga bisa terpenuhi. Sebab di sini kebun warga tidak ada yang luas, hanya 1/6 hektare rata-rata per orang dan  jarang yang punya kebun ukuran hectare,” ucapnya.

Hal senada juga disampikan petani kakao yang lain Darwin. Katanya, turunnya harga kako saat ini diduga pengaruh penghujan. Dimana penjemuran biji kakao kurang berkualitas, sehingga untuk melakukan pengeringan dengan cara penjemuran pada biji kakao yang baru dipanen tentu kurang bagus keringnya, masih mengandung air dan berpengaruh terhadap kualitasnya. Padahal selama 5 tahun ini warga sudah banyak yang beralih dari berkebun tanaman palawija ke kebun kakao.

”Sebelumnya masyarakat di sini penghasilannya dari berkebun palawija dan sayur. Mengingat harga sayur tidak mencukup kebutuhan, maka beralih ke kebun kakao, itupun kalau harganya di bawah Rp 20 ribu sangat sulit juga, karena kami berkebun itu tidak ada lahan yang luas,” ujarnya.

Sebelumnya, kata Darwin, harga kakao ini pernah tembus ke Rp27-30 ribu per kilogram, apabila harga itu bisa bertahan, Darwin yakin akan sangat berpengaruh kepada kesejahteraan masyarakat, khususnya bisa menyekolahkan anak-anaknya hingga ke Perguruan Tinggi. ”Harapan kami sebagai petani agar hasil bumi seperti kakao dan karet ini bisa kembali normal, setidaknya bertahan di atas Rp20 ribu per kilogram,” pungkasnya. (wan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Lagi, Pasien Miskin Ditolak

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler