jpnn.com, JAKARTA - Harga minyak dunia melanjutkan lintasan kenaikannya pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB).
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November terdongkrak USD 2,89 atau hampir 3,5 persen, menjadi menetap di USD 86,52 per barel di New York Mercantile Exchange.
BACA JUGA: Harga Minyak Dunia Kembali Menguat, Jadi Sebegini
Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Energi Watch Mamit Setiawan mengatakan sektor hulu dan hilir dipastikan terdampak dengan fluktuaktifnya harga minyak mentah dunia.
Artinya, ketika harga minyak turun akan berpengaruh terhadap kinerja dan optimalisasi produksi migas sehingga pengusaha akan berhitung ulang tentang nilai keekonomian.
BACA JUGA: Harga Minyak Dunia Turun, BBM Tetap Naik, Begini Alasan Sri Mulyani
"Jika kurang ekonomis mereka akan mengurangi kegiatan produksi yang bisa berdampak terhadap lifting Migas nasional, sementara dari sisi hilir fluktuasi harga minyak mentah berdampak terhadap harga keekonomian BBM," ujar Mamit, Rabu (5/10).
Selain itu, kenaikan harga minyak mentah berpotensi menyebabkan anggaran subsidi dan kompensasi energi membengkak.
Kemudian, kenaikan harga minyak mentah akan mendorong fluktuasi harga jual eceran BBM makin terjadi.
"Dengan demikian masyarakat perlu terbiasa dengan naik turunnya harga BBM nonsubsidi di masa mendatang," ungkapnya.
Menurut Mamit, tidak ada yang mampu memproyeksikan harga minyak mentah dunia, bahkan menjadi tantangan bagi Indonesia yang telah menjadi negara pengimpor bersih minyak.
Mamit menyarankan dengan situasi tersebut, salah satu opsi yang bisa dicoba Indonesia ialah menyiapkan skema petroleum fun yang dananya berasal dari kegiatan hulu migas.
"Dana tersebut disimpan sebagai dana cadangan atau bantalan jika tiba-tiba terjadi kenaikan harga minyak mentah dunia sehingga penyesuaian harga tidak memberatkan masyarakat," tegas Mamit.(mcr28/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Wenti Ayu Apsari