Menurutnya, publik sudah paham perseteruan kedua kubu disebabkan besarnya ego masing-masing pihak. Suatu kondisi yang disebutnya membawa dampaknya sangat serius bagi perkembangan dunia sepakbola di tanah air. Pembinaan sepakbola menjadi amburadul, timnas Indonesia juga semakin terdegradasi.
"Pemerintah perlu mengambil sikap tegas untuk menyelesaikan masalah ini. Jangan selalu menunggu FIFA untuk menyelesaikannya," tegas Saleh.
Karena keterlibatan FIFA dalam menyelesaikan masalah sepakbola di tanah air merupakan poin negatif. Hal itu juga mentahbiskan bahwa pemerintah tidak bisa menyelesaikan permasalahan yang ada.
Ditambahkan, masyarakat sudah muak dengan perseteruan antara PSSI dan KPSI. Ke depan, bukan tidak mungkin jika wacana yang digulirkan pemerintah akan pembubaran kedua kubu akan semakin menguat. Asumsinya, dengan dibubarkannya kedua kubu akan lebih mudah membentuk atau menata lagi wadah sepakbola nasional dari awal.
"Kalau mereka mundur maka lebih mudah kan untuk menata dari awal," jelas Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah itu.
Guru Besar Psikologi UI Hamdi Moeloek mengatakan, pada dasarnya konflik apapun yang muncul bisa menjadi besar. Terlebih jika konflik yang muncul dilatarbelakangi ego sektoral masing-masing pihak. Ditambah lagi dengan adanya kepentingan tertentu yang hendak diperebutkan. Demikian halnya perseteruan antara PSSI dan KPSI.
’’Konflik antar pribadi bisa jadi lebih sulit kalau menjadi konflik antar kelompok,’’ ujarnya kepada INDOPOS (Grup JPNN).
Ia mengibaratkan perseteruan PSSI dan KPSI adalah perseteruan antara harimau dan macan. Keduanya sama-sama kuat, keras dan saling menerkam satu sama lain. Secara spesifik Hamdi menyebut perseteruan keduanya menjadi hebat karena adanya motif bisnis di belakangnya.
"Solusi kedua, pemerintah turun tangan. Itu satu-satunya, meski opsi itu belakangan tidak populer," imbuhnya.
Pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), lanjut Hamdi, turun tangan dengan mendamaikan keduanya. Jika ternyata tidak bisa disatukan maka bagian dari opsi kedua adalah dengan membubarkan PSSI dan KPSI. Jalan terbaik itu bisa diambil karena menurutnya publik menghendaki opsi demikian.
"Dibuang dua-duanya kalau tidak mau damai, kalau tidak publik akan menyalahkan pemerintah," tegas dia.
Diakui, bagian dari opsi kedua itu sangat riskan jika diambil. Bukan saja tidak populer sejalan dengan tumbangnya rezim otoriter, Orde Baru.
Karena pemerintah paska reformasi 1998 tidak lagi menjadi peran utama, melainkan hanya sebagai regulator. Di sisi lain, intervensi pemerintah terhadap wadah sepakbola juga tidak diperbolehkan FIFA. (lis/abd/tro/aam)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kubu La Nyala Tunggu Kerja Tim Task Force
Redaktur : Tim Redaksi