JAKARTA - Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Hatta Rajasa menegaskan perlunya melakukan reformasi gelombang kedua. Reformasi jilid kedua ini guna menindaklanjuti capaian-capaian reformasi gelombang pertama yang telah diperoleh dalam 15 tahun terakhir ini.
"Kita harus lancarkan reformasi gelombang kedua, reformasi untuk pemerataan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia," kata Hatta saat diskusi terbuka bertajuk 'Dari Reformasi Politik ke Reformasi Ekonomi' yang diselenggarakan Rumah Gagasan HR-14 di kantor DPP PAN jalan TB Simatupang, Jakarta, Senin (27/5)
Diskusi terbuka rumah gagasan HR-14 yang digelar di DPP PAN ini juga dihadiri sejumlah pembicara lainnya, seperti Wakil Ketua DPD RI Laode Ida, pengamat politik LIPI Mochtar Pabottingi, dan mantan Sekjen Partai Demokrasi Pembaruan (PDP) Didi Supriyanto.
Dalam perjalanan 15 tahun reformasi belakangan ini, kata Hatta, sesungguhnya telah banyak perubahan yang dicapai. Mulai dari perubahan sistem politik hingga perubahan pembangunan.
Namun, patut diakui pula masih banyak kelemahan-kelemahan yang perlu diperbaiki. Salah satunya, pemerataan pembangunan dan kesejahteraan.
"Demokrasi kita bukan hanya sekedar cara untuk mencapai kekuasaan, tapi juga tata cara untuk mencapai kesejahteraan dan keadilan. Kita harus lancarkan reformasi jilid kedua, yaitu politik untuk kesejahteraaan, budaya untuk kesejahteraan, semuanya kita arahkan untuk wujudkan kesejahtraan seluruh elemen bangsa," kata Hatta.
Reformasi gelombang kedua, lanjut Hatta, juga harus mampu memperbaiki etika politik, yakni oligarki politik oleh para pemilik modal. Salah satu faktanya adalah mewabahnya politik uang dan modal politik yang begitu besar dalam setiap kali penyelenggaraan pemilu dan pilkada. Etika politik yang sempit inilah yang terus melanggengkan praktik-praktik KKN dalam dunia politik di Tanah Air.
"Kita tidak boleh beralih pada tirani pemilik modal yang mengakibatkan terinvasinya demokrasi oleh para pemilik modal," katanya.
Sementara, pengamat ekonomi Aviliani mengatakan, pemerataan kesejahteraan dalam reformasi ekonomi gelombang kedua ke depan, mutlak dilakukan. Pasalnya, persoalan kesenjangan ekonomi antarelemen masyarakat telah menjadi momok yang sangat menakutkan di negara lainnya di dunia.
Selain persoalan kesenjangan, tambahnya, persoalan lainnya yang perlu dilakukan adalah mengubah kebijakan fiskal, terutama fiskal subsidi yang tidak lagi berorientasi pada barang, tetapi lebih kepada orang yang masuk dalam kelompok yang rentan pada persoalan kemiskinan.
"Tidak hanya di Indonesia, tapi di negara lain, persoalan kesenjangan ini juga terjadi. Nah, reformasi ekonomi jilid dua ini perlu dilakukan," kata Aviliani. (sam/jpnn)
"Kita harus lancarkan reformasi gelombang kedua, reformasi untuk pemerataan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia," kata Hatta saat diskusi terbuka bertajuk 'Dari Reformasi Politik ke Reformasi Ekonomi' yang diselenggarakan Rumah Gagasan HR-14 di kantor DPP PAN jalan TB Simatupang, Jakarta, Senin (27/5)
Diskusi terbuka rumah gagasan HR-14 yang digelar di DPP PAN ini juga dihadiri sejumlah pembicara lainnya, seperti Wakil Ketua DPD RI Laode Ida, pengamat politik LIPI Mochtar Pabottingi, dan mantan Sekjen Partai Demokrasi Pembaruan (PDP) Didi Supriyanto.
Dalam perjalanan 15 tahun reformasi belakangan ini, kata Hatta, sesungguhnya telah banyak perubahan yang dicapai. Mulai dari perubahan sistem politik hingga perubahan pembangunan.
Namun, patut diakui pula masih banyak kelemahan-kelemahan yang perlu diperbaiki. Salah satunya, pemerataan pembangunan dan kesejahteraan.
"Demokrasi kita bukan hanya sekedar cara untuk mencapai kekuasaan, tapi juga tata cara untuk mencapai kesejahteraan dan keadilan. Kita harus lancarkan reformasi jilid kedua, yaitu politik untuk kesejahteraaan, budaya untuk kesejahteraan, semuanya kita arahkan untuk wujudkan kesejahtraan seluruh elemen bangsa," kata Hatta.
Reformasi gelombang kedua, lanjut Hatta, juga harus mampu memperbaiki etika politik, yakni oligarki politik oleh para pemilik modal. Salah satu faktanya adalah mewabahnya politik uang dan modal politik yang begitu besar dalam setiap kali penyelenggaraan pemilu dan pilkada. Etika politik yang sempit inilah yang terus melanggengkan praktik-praktik KKN dalam dunia politik di Tanah Air.
"Kita tidak boleh beralih pada tirani pemilik modal yang mengakibatkan terinvasinya demokrasi oleh para pemilik modal," katanya.
Sementara, pengamat ekonomi Aviliani mengatakan, pemerataan kesejahteraan dalam reformasi ekonomi gelombang kedua ke depan, mutlak dilakukan. Pasalnya, persoalan kesenjangan ekonomi antarelemen masyarakat telah menjadi momok yang sangat menakutkan di negara lainnya di dunia.
Selain persoalan kesenjangan, tambahnya, persoalan lainnya yang perlu dilakukan adalah mengubah kebijakan fiskal, terutama fiskal subsidi yang tidak lagi berorientasi pada barang, tetapi lebih kepada orang yang masuk dalam kelompok yang rentan pada persoalan kemiskinan.
"Tidak hanya di Indonesia, tapi di negara lain, persoalan kesenjangan ini juga terjadi. Nah, reformasi ekonomi jilid dua ini perlu dilakukan," kata Aviliani. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Atasi Korupsi, KPK Hanya Mirip Bodrex
Redaktur : Tim Redaksi