Heboh Pinjol UKT di ITB, Prof Zainuddin Minta Perhatian Pemerintah

Rabu, 31 Januari 2024 – 11:25 WIB
Mahasiwa ITB membentangkan spanduk dalam aksi unjuk rasa bayar kuliah pakai pinjol di depan Gedung Rektorat ITB, Jalan Sulanjana, Kota Bandung, Senin (29/1). Foto: Nur Fidhiah Shabrina/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi X DPR RI Prof Zainuddin Maliki menyoroti kasus sejumlah mahasiswa Institusi Teknologi Bandung (ITB) yang terjerat pinjaman online (pinjol) untuk membiayai kuliah.

Perwakilan mahasiswa korban pinjol itu bahkan kembali menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung rektorat ITB, Jalan Sulanjana, Kota Bandung, Senin (29/1) lalu.

BACA JUGA: Timnas AMIN Kritik Kebijakan ITB Cicil Uang Kuliah Lewat Pinjol

Anggota Komisi X DPR RI Prof Zainuddin Maliki. Foto: source for JPNN.com

Aksi unjuk rasa ini buntut kebijakan kampus yang memfasilitasi perusahaan pinjol Danacita untuk pembayaran uang kuliah tunggal atau UKT mahasiswa ITB.

BACA JUGA: Jokowi Merilis Bansos Rp 11 T di Masa Pemilu 2024, Anies Sampaikan Kalimat Begini

Prof Zainuddin menilai opsi yang diberikan ITB, yakni menggunakan layanan pinjaman online untuk pembayaran UKT bukan solusi yang tepat.

"Pertama, pinjol terkesan komersial. Di samping itu, pinjol menjadikan mahasiswa terbebani bunga pinjaman yang bagi mahasiswa pasti tidak ringan," kata Prof Zainuddin Maliki, Rabu (31/1).

BACA JUGA: Begini Ulah TT Merintangi Penyidikan Rasuah Tata Niaga Timah, Ada Uang Sebegini di Gudang

Kasus pinjol itu mencuat lantaran mahasiswa ITB terancam tidak bisa isi Formulir Rencana Studi (FRS) pada Sistem Informasi Akademik (SIX).

Mahasiswa yang tidak dapat melunasi UKT atau BPP semester I 2023/2024 diminta cuti kuliah selama satu semester, atau melanjutkan pendidikan asal bersedia membayar cicilan melalui pinjaman online.

Legislator PAN itu menyebut kasus pinjol di ITB ini harus menjadi perhatian pemerintah.

Banyaknya mahasiswa yang menunggak uang kuliah mengisyaratkan biaya pendidikan tinggi di negeri ini belum sepenuhnya bisa dijangkau oleh masyarakat.

Dengan demikian menambah anggaran, khususnya pendidikan tinggi adalah harus menjadi prioritas pemerintah.

Politikus asal Jawa Timur itu menyebut pemerintah harus menemukan kebijakan yang menjadikan pendidikan tinggi bermutu tetapi tetap terjangkau.

"Jika pola distribusi 20 persen APBN untuk pendidikan sebagaimana amanah konstitusi yang mencapai lebih Rp 600 triliun dilakukan dengan penetapan skala prioritas yang tepat, pasti cukup melayani pendidikan bermutu tetapi terjangkau," tuturnya.

Mantan rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya itu mengatakan skema beasiswa melalui KIP Kuliah atau KIPK juga bisa dijadikan solusi pengurangan jumlah mahasiswa yang menunggak uang kuliah.

Jika persediaan anggaran memang terbatas, katanya, maka pemerintah bisa meninjau skema pemberian KIP Kuliah. Dalam hal ini KIPK hanya diberikan dalam bentuk uang kuliah tunggal tanpa living cost.

Dengan demikian bisa menyisihkan anggaran yang bisa digunakan untuk memperbanyak penerima KIPK.

"KIPK hanya dalam bentuk uang kuliah saja, diberlakukan untuk mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri," ujar Prof Zainuddin.

Di sisi lain, pemerintah juga harus menunjukkan afirmasinya kepada Perguruan Tinggi Swasta.

"Sebagai wujud afirmasi dan perhatian kepada Perguruan Tinggi Swasta, KIPK tetap diberikan dalam bentuk uang kuliah dan uang saku," ucapnya.(fat/jpnn.com)


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler