Helmut Hermawan Diduga Dikriminalisasi, Pakar Ingatkan Polisi soal Kebenaran Materiil

Rabu, 08 Maret 2023 – 23:55 WIB
Ilustrasi hukum. Foto : theindonesianinstitute.com

jpnn.com, JAKARTA - Pakar hukum pidana Universitas Al Azhar Indonesia Profesor Suparji Ahmad berpendapat bahwa dugaan kriminalisasi yang dialami Helmut Hermawan dalam sengketa kepemilikan tambang PT CLM harus diuji dengan penegakan hukum.

Menurutnya, perlu ada rekonstruksi fakta dan bukti dikaitkan dengan unsur tindak pidananya.

BACA JUGA: IPW Siap Buka-bukaan kepada KPK soal Kasus Helmut Hermawan

"Jadi kita bicara tentang fakta, tentang alat bukti bicara tentang unsur yang tidak boleh subyektif harus dikonfrontir dengan unsur tindak pidana. Semuanya harus bersifat materiil dalam konteks pidana adalah kebenaran materiil tidak boleh bersifat asumtif tidak boleh bersifat imajinatif, tidak boleh bersifat halusinasi apalagi kemudian ilusi," ujar Suparji di Jakarta, Rabu (7/3).

Menyoal tidak sahnya sebuah penetapan tersangka, Suparji mengatakan maka hukum harus ditegakkan sekalipun langit akan runtuh.

BACA JUGA: Dipanggil Polda Sulsel Terkait Helmut Mermawan, IPW Makin Curiga Ada Kriminalisasi

"Hukum tidak boleh terdistorsi oleh siapapun, hukum itu tegak berdiri. Bahkan langit runtuh pun, dunia binasa pun, hukum tidak boleh berhenti, ini menunjukkan bahwa mekanisme hukum harus ditegakkan tidak boleh ada pengecualian," katanya.

Ia pun tidak menyetujui adanya kriminalisasi yang diduga dilakukan oknum penyidik kepolisian.

BACA JUGA: Helmut Hermawan Ditersangkakan, IPW Endus Aroma Kriminalisasi

"Untuk menguji dugaan kriminalisasi tadi itu juga kembali kepada mekanisme hukum, kembali pada prosedur yang ada. Kalau memang perkara perdata selesaikan melalui mekanisme perdata, dan kemudian kalau ada unsur pidananya ada mekanisme pidananya," ujarnya.

Sementara M. Fatahillah Akbar, dosen hukum pidana Universitas Gajah Mada Yogyakarta menambahkan bahwa kemunculan dugaan kriminalisasi yang dialami Helmut Hermawan menjadi bukti masih adanya tumpang tindih antara sanksi pidana dan administrasi.

"Di mana seharusnya tidak ada sanksi administrasi atau pidana dilakukan secara bersama-sama, harus ada batasannya, apakah ini dikenakan sanksi pidana atau administratif," ujarnya.

Akbar pun menanyakan apakah sudah ada sanksi dari pemerintah mengenai pelaporan tersebut. Sebab, menurutnya dalam kontek UU Pertambangan masuknya Administrative Penal Law jadi diselesaikan dengan cara Primum Remedium.

Tentang batasan mengenai sanksi administratif, Akbar mengungkapkan sebenarnya pasal 151 UU Pertambangan sudah mengatakan kalau ada pelaporan yang tidak benar dalam pasal 110 UU Pertambangan dapat dikenakan sanksi administrasi.

"Hal ini diperkuat dengan PP 96 tahun 2001 mengatur pengenaan sanksi administrasi juga. Lebih lanjut diperkuat dalam peraturan Kapolri tentang penyidikan pidana, bahwa untuk naik sidik penyelidikan itu harus gelar perkara dulu setelah itu mereka melakukan penyidikan mereka mengumpulkan bukti untuk menetapkan tersangka juga harus ada gelar kembali memang," ujar dia.

Perkap ini, lanjut Akbar sejalan dengan keputusan MK tadi dengan peraturan Mahkamah Agung tentang penetapan tersangka harus ada prosedur.

"Sehingga perlu dilihat apakah penetapan tersangka itu tersebut sudah sesuai prosedur apa tidak itu merupakan kewenangan hak tersangka," katanya. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler