JAKARTA - Direktur Eksekutif SETARA Institute, Hendardi mengatakan jangankan Kapolda, seorang Kapolres saja saat ini sudah menjadi hal yang biasa berbisnis tambang di wilayah kekuasaanya. Fakta ini menurut Hendardi menambah catatan buruknya citra kepolisian di mata masyarakat.
"Seorang Kapolda ikut dalam bisnis tambang, itu bukan cerita baru. Bahkan kondisi terkini berdasarkan dari data yang dihimpun SETARA Institute, seorang Kapolres pun sudah masuk ke bisnis yang menguras kekayaan alam tersebut," kata Hendardi, di press room DPR, komplek Parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (14/3).
Gejala ini lanjut Hendardi, nyaris merata terjadi di daerah-daerah yang ada potensi kekayaan tambangnya. Modusnya sama dimana-mana, dengan jabatannya dia mengurus kelancaran izin-izin tambang dan mengenalkan investor kepada bupati setempat. "Kalau tidak direspon secara positif oleh pejabat setempat, biasanya ada saja masalah hukum yang bakal menimpa bupati atau pejabat setempat," ungkapnya.
Ditegaskannya, gejala yang berpotensi berdampak negatif terhadap kinerja institusi kepolisian ini harus segera ditertibkan dan perusahaan-perusahaan tambang yang digandeng oleh Kapolres atau Kapolda itu harus pula diluruskan prilaku bisnisnya karena dari awal sudah mengambil jalan pintas.
"Polisinya harus ditertibkan dan perusahaan tambangnya diperiksa lagi seluruh persyaratan teknis dan administrasinya. Termasuk Amdalnya dalam rangka memberikan kepastian hukum terhadap dunia usaha," tegas Hendardi.
Untuk menertibkan ini, Hendardi mengingatkan pimpinan Polri tidak perlu menunggu undang-undang pula atau meminta masyarakat mengajukan bukti-bukti keterkaitan Kapolda atau Kapolres dengan dunia usaha tambang.
"Kalau menunggu undang-undang saya kuatir massa akan terlebih dahulu meresponnya dan ini preseden buruk bagi institusi kepolisian," imbuh Hendardi. (fas/jpnn)
"Seorang Kapolda ikut dalam bisnis tambang, itu bukan cerita baru. Bahkan kondisi terkini berdasarkan dari data yang dihimpun SETARA Institute, seorang Kapolres pun sudah masuk ke bisnis yang menguras kekayaan alam tersebut," kata Hendardi, di press room DPR, komplek Parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (14/3).
Gejala ini lanjut Hendardi, nyaris merata terjadi di daerah-daerah yang ada potensi kekayaan tambangnya. Modusnya sama dimana-mana, dengan jabatannya dia mengurus kelancaran izin-izin tambang dan mengenalkan investor kepada bupati setempat. "Kalau tidak direspon secara positif oleh pejabat setempat, biasanya ada saja masalah hukum yang bakal menimpa bupati atau pejabat setempat," ungkapnya.
Ditegaskannya, gejala yang berpotensi berdampak negatif terhadap kinerja institusi kepolisian ini harus segera ditertibkan dan perusahaan-perusahaan tambang yang digandeng oleh Kapolres atau Kapolda itu harus pula diluruskan prilaku bisnisnya karena dari awal sudah mengambil jalan pintas.
"Polisinya harus ditertibkan dan perusahaan tambangnya diperiksa lagi seluruh persyaratan teknis dan administrasinya. Termasuk Amdalnya dalam rangka memberikan kepastian hukum terhadap dunia usaha," tegas Hendardi.
Untuk menertibkan ini, Hendardi mengingatkan pimpinan Polri tidak perlu menunggu undang-undang pula atau meminta masyarakat mengajukan bukti-bukti keterkaitan Kapolda atau Kapolres dengan dunia usaha tambang.
"Kalau menunggu undang-undang saya kuatir massa akan terlebih dahulu meresponnya dan ini preseden buruk bagi institusi kepolisian," imbuh Hendardi. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Microsoft Indonesia Dorong Anak Muda jadi Entrepreneur
Redaktur : Tim Redaksi