jpnn.com, JAKARTA - Dua advokat terkemuka, Kenny Wisha Sonda dan Tony Budidjaja, tengah menghadapi penerapan hukum pidana yang dianggap berlebihan dalam perkara yang berbeda di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, hari ini.
Praktisi hukum ekonomi Hendra Setiawan Boen dari Frans & Setiawan Law Office menjelaskan bahwa Kenny, sebagai bagian dari tim legal perusahaan asing Energy Epic Equity (SENGKANG) PTY, LTD, bertugas memberikan pendapat hukum kepada pimpinan perusahaan yang sedang menjalin kerja sama dengan sebuah perusahaan Indonesia.
BACA JUGA: Ahli Hukum Pidana Bicara Soal Mens Rea di Sidang Dugaan Sumpah Palsu
Kenny didakwa melakukan penyertaan atas tindakan perusahaan yang belum membagi keuntungan dengan mitranya karena masih memiliki kewajiban terhadap bank sebagai kreditor.
Sebelum terbukti bersalah, Kenny sempat ditahan oleh penegak hukum selama 45 hari.
BACA JUGA: Sebarkan Isu Jentik di Galon AMDK, Pakar Hukum Pidana Ini Ingatkan Konsekuensinya
Berkat solidaritas dari rekan-rekan advokat dan masyarakat, penahanan Kenny pun ditangguhkan setelah membayar uang jaminan sebesar Rp 50 juta ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Kini kedua perusahaan tersebut sudah mencapai titik temu, tetapi Kenny masih harus menjalani proses hukum," ungkap Hendra.
Sementara itu, Tony Budidjaja duduk di kursi pesakitan karena membela kepentingan kliennya yang hendak menjalankan putusan arbitrase asing di Indonesia.
Laporan Tony terhadap termohon eksekusi dihentikan penyelidikannya.
Namun, termohon eksekusi melaporkan balik Tony dengan tuduhan pencemaran nama baik atau laporan palsu.
Untuk memaksimalkan pembelaan dalam kedua kasus ini, penasihat hukum dari masing-masing kasus, yaitu Perry Cornelius Sitohang dan Fredrik J. Pinakunary, menghadirkan Dr. Albert Aries, SH, MH, pengajar di Fakultas Hukum Universitas Trisakti dan anggota Tim Ahli KUHP Baru sebagai ahli yang menguntungkan sesuai Pasal 65 KUHAP.
"Kehadiran Albert secara prodeo-probono (gratis) merupakan bentuk pelayanan untuk transformasi hukum Indonesia," kata Hendra.
Hendra menegaskan bahwa kedua kasus ini menggambarkan realita penegakan hukum di Indonesia yang masih jauh dari harapan pencari keadilan.
Ia juga mengingatkan bahwa kasus-kasus ini dapat menciptakan preseden buruk terhadap kepercayaan investor asing pada kepastian hukum dan keadilan di Indonesia.
"Tentu tidak dapat dibayangkan jika para ahli hukum saja bisa menjadi terdakwa, apalagi masyarakat awam yang tidak paham hukum," tambahnya.
Jelang 100 hari Pemerintahan Prabowo Gibran, Hendra mengajak Pemerintah, DPR, dan Mahkamah Agung untuk melakukan terobosan penting demi perbaikan Indonesia sebagai negara hukum.
Penegakan hukum dianggap sebagai wajah utama Pemerintah di mata masyarakat dan negara-negara sahabat yang ingin berinvestasi di Indonesia.
Dengan demikian, penegakan hukum harus menjadi prioritas utama agar kepercayaan terhadap sistem hukum di Indonesia dapat dipulihkan dan diperkuat.(ray/jpnn)
Redaktur & Reporter : Budianto Hutahaean