jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan menyoroti data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) tentang tingkat inflasi pada Juli 2022 yang mencapai 0,64 persen (mom) dan 4,94 persen (yoy).
Sementara tingkat inflasi secara tahunan merupakan tertinggi sejak Oktober 2015 yang mencapai 6,25 persen.
BACA JUGA: Jaga Inflasi, Pemerintah Siapkan Subsidi yang Lebih Tepat Sasaran
Politikus yang beken disapa dengan panggilan Hergun itu pun mendorong pemerintah dan Bank Indonesia (BI) memperkuat koordinasi guna mengatasi kenaikan inflasi tersebut.
Bauran antara kebijakan fiskal dan moneter yang tepat diyakini bakal mampu mempertahankan tingkat inflasi pada rentang yang moderat dan terukur.
BACA JUGA: Ganjar Pakai 2 Strategi Ini untuk Menekan Inflasi di Jateng
Dalam rangka mitigasi risiko inflasi, maka prioritas utama yang harus dilakukan ialah menjamin pasokan bahan pangan yang mencukupi, murah, dan mudah diakses masyarakat.
"Lalu, menopang daya beli masyarakat berpenghasilan rendah melalui distribusi Bansos secara tepat dan cepat," ucap Hergun dalam keterangan tertulis yang diterima JPNN, Jumat (5/8).
BACA JUGA: Tren Pemulihan Ekonomi Nasional Meningkat, tetapi Perlu Mewaspadai Inflasi
Hergun menilai pemerintah perlu mempercepat realisasi anggaran Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) yang hingga 22 Juli 2022 baru mencapai Rp 146,7 triliun atau 32,2 persen dari pagu Rp 455,6 triliun.
Idealnya, realisasi PC-PEN pada Semester I-2022 sudah mencapai 50 persen, sehingga pada Semester II tidak menumpuk. Masih rendahnya realisasi dana PEN dikhawatirkan mengulang realisasi 2021 yang tidak optimal, hanya 88,4 persen.
"Realisasi PC-PEN perlu lebih didorong agar terserap lebih optimal, terutama program perlindungan sosial karena akan dijadikan bantalan untuk menopang daya beli masyarakat yang berpenghasilan rendah," ucap Hergun.
Pria yang menjabat ketua poksi Gerindra di Komisi XI DPR itu menilai sejatinya tingkat inflasi yang hampir menyentuh angka 5 persen sudah melebihi target yang ditetapkan dalam APBN 2022, yaitu rentang 2 persen hingga 4 persen.
Walakin, dia menyebut BI perlu mengkaji lebih dalam bila ingin menaikkan suku bunga, mengingat tingkat inflasi saat ini masih lebih rendah dibanding negara-negara maju yang sudah menempuh kebijakan tersebut.
Contohnya, kata Hergun, Amerika Serikat (AS) tingkat inflasinya sudah mencapai 9,1 persen pada Juni 2022. Maka, suku bunga The Fed dinaikkan dari 0,25 persen menjadi 2,25 persen hingga 2,50 persen.
"Lalu, Inggris tingkat inflasinya mencapai 9,4 persen, maka suku bunga Bank of England dinaikkan dari 0,1 persen menjadi 1,2 persen," kata politikus asal Sukabumi itu.
Hergun menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi di Amerika dan Inggris juga sudah mencapai pada titik optimal pasca terpuruk saat Pandemi Covid-19.
Tercatat, pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal II-2020 terkontraksi hingga 9,10 persen (yoy). Kemudian pada kuartal II-2021 melesat tumbuh positif hingga 13,40% (yoy).
Berikutnya, pertumbuhan ekonomi Inggris pada kuartal II-2020 terkontraksi hingga 21,10 persen (yoy). "Namun, pada periode yang sama 2021 membalikkan keadaan menjadi tumbuh positif hingga 24,50 persen (yoy)," terangnya.
Wakil Ketua Fraksi Partai Gerindra DPR itu menyimpulkan, tingginya pertumbuhan ekonomi di kedua negara tersebut mengerek naik tingkat inflasi dari sisi permintaan.
Keadaan diperparah dengan terganggunya rantai pasok sehingga mengerek inflasi dari sisi penawaran. Kondisi itu menurut dia berbeda dengan Indonesia yang pertumbuhan ekonomi tertinggi hanya tercapai pada level 7,16 persen pada kuartal II 2021.
"Sehingga Indonesia masih perlu mendorong pertumbuhan ekonomi antara lain melalui suku bunga bank sentral yang rendah," ujar Hergun.
Dia juga menyoroti harga minyak dunia dan sejumlah komoditas lain yang mulai turun. Minyak jenis WTI yang pada Maret 2022 diperdagangkan pada level USD 119 per barel, awal Agustus 2022 turun menjadi USD 90 per barel.
Demikian juga minyak jenis Brent, menurun dari harga USD 123,39 per barel pada Maret 2022 menjadi USD 96 pada awal Agustus 2022.
Harga minyak sawit mentah/CPO yang pada akhir April 2022 diperdagangkan pada level 7093,1 Ringgit Malaysia per ton juga menurun menjadi 3821,0 Ringgit Malaysia per ton pada awal Agustus 2022.
Legislator dari Dapil Jawa Barat IV (Kota dan Kabupaten Sukabumi) itu lantas membeberkan kondisi perekonomian China sebagai mitra dagang terbesar Indonesia.
Hergun menyebut ekonomi Tiongkok hanya tumbuh 0,4 persen pada kuartal II 2022 (yoy). Kinerja tersebut merupakan yang terburuk dalam dua tahun terakhir. "Itu sebagai imbas kebijakan penguncian wilayah (lockdown) untuk mencegah penyebaran Covid-19," terang ketua DPP Partai Gerindra itu.
Dia menilai melambatnya perekonomian China akan memengaruhi ekonomi Indonesia. Sebab, negara itu merupakan mitra dagang utama Indonesia. Pada 2021, nilai perdagangan kedua negara mencapai USD 124,34 miliar atau tumbuh 58,43% (yoy).
Menurut Hergun, merambat naiknya angka inflasi yang hampir mencapai 5 persen pada Juli 2022 perlu dicermati secara saksama agar tidak tergesa-gesa dalam mengambil kebijakan.
Di satu sisi, Indonesia perlu melanjutkan momentum pemulihan ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi lebih tinggi lagi untuk mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran.
"Sementara, kita juga perlu menjaga inflasi agar dampaknya tidak memukul perekonomian, terutama melemahkan daya beli rakyat kecil," tegasnya.
Oleh karena itu, solusinya adalah perlunya penguatan koordinasi KSSK. Bank Indonesia tetap melanjutkan kebijakan moneter yang longgar dengan mempertimbangkan inflasi yang masih terukur. Lalu, OJK mendorong penguatan intermediasi perbankan.
"Sementara pemerintah mempertebal anggaran program perlindungan sosial sebagai mitigasi risiko menghadapi tantangan inflasi," kata Heri Gunawan. (fat/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam