Herman Tolak Penghentian Pembahasan RUU Pertanahan

Selasa, 23 Juli 2019 – 20:17 WIB
Wakil Ketua Komisi II DPR Herman Khaeron saat diskusi bertajuk "Tarik Ulur RUU Pertanahan" di Media Center Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (23/7). Foto: Ist

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi II DPR Herman Khaeron tidak setuju pembahasan Rancangan Undang-Undang Pertanahan dihentikan.

“Sangat kurang tepat kalau ada yang berpandangan untuk menghentikan, menunda dan lainnya,” kata Herman dalam diskusi "Tarik Ulur RUU Pertanahan" di gedung DPR, Jakarta, Selasa (23/7).

BACA JUGA: DPR Minta RUU Pertanahan Tidak Tergesa-gesa Diundangkan

Herman justru mengajak untuk menyempurnakan RUU Pertanahan tersebut. Menurut dia, semua komponen masyarakat dapat memberikan masukan.

"UU ini untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat, bisa menekan inflasi di bidang pertanahan," ungkap ketua Panja RUU Pertanahan DPR itu.

BACA JUGA: RUU Pertanahan Dinilai Kontra Kebijakan Presiden Jokowi

Menurut Herman, RUU ini merupakan inisiatif DPR yang sudah mulai dibahas sejak 2012. Pada periode 2014-2019, RUU ini menjadi prioritas pembahasan di 2015. Artinya, pada periode ini pembahasan sudah empat tahun berjalan. "Harus dirumuskan kembali di periode selanjutnya,” jelasnya.

BACA JUGA: RUU Pertanahan Dinilai Kontra Kebijakan Presiden Jokowi

BACA JUGA: Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil Desak DPR Tunda Pengesahan RUU Pertanahan

Herman mengatakan urgensi dari RUU Pertanahan ini sangat jelas. Menurut dia, harga tanah sangat mahal. Sementara Pasal 33 UUD 1945 sudah jelas mengatur kepentingan masyarakat.

"Kalau akses untuk tanah saja tidak bisa, bagaimana masyarakat bisa makmur," ujar Herman.

Menurut Herman, UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria tidak cukup mampu memberiikan rasa keadilan di bidang pertanahan bagi masyarakat luas. Kendati demikian, Herman memastikan, RUU Pertanahan hadir bukan untuk menggantikan UU Agraria.

"Kami konsisten dan tidak mengubah UU Pokok Agraria karena kami konsisten bidang pertanahan," jelasnya.

Menurut dia, UU Agraria akan menjadi lex generalis, sedangkan RUU Pertanahan lex spesialist. "Yang kami atur dalam RUU Pertanahan itu yang pertama adalah rasa keadilan termasuk pemanfaatan pertanahan bagi seluruh rakyat Indonesia," paparnya.

Kemudian, melakukan sinkronisasi dengan peraturan perundangan lainnya. Mengingat banyak muncul UU sektoral terkait dengan pertanahan dan sumber daya alam.

Pihaknya juga ingin memberikan kepastian hukum kepada siapa pun. Baik itu kepastian investasi, pemilik tanah, maupun yang berkepentingan dengan pertanahan.

“Memberikan kepastian hukum ini penting, karena dengan status hukum yang pasti tentu juga akan mengurangi konflik pertanahan yang saat ini banyak terjadi," ungkapnya.(boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Para Dekan Fakultas Kehutanan Minta Pengesahan RUU Pertanahan Ditunda


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler