JAKARTA - Pemberian kewenangan kepada pemerintah daerah (Pemda) untuk menentukan Harga Eceran Tertinggi (HET) elpiji kemasan 3 kg, dinilai hanya akan menguntungkan pelaku bisnis elpiji. Sebab berkaca dari pengalaman sebelumnya saat penetapan HET minyak tanah, maka harga elpiji di daerah juga berpotensi ditetapkan berdasarkan hasil lobi para pelaku bisnis.
"Saya berharap Presiden dan DPR mengambil sikap agar tidak dikeluarkannya ketentuan untuk memberikan kewenangan kepada Daerah dalam menetapkan HET Elpiji 3kg," ujar Direktur dan Pendiri Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria, di Jakarta Selasa (10/4).
Menurutnya, memberikan kewenangan kepada Pemda kabupaten/kota untuk menentukan HET elpiji bersubsidi 3 kg dapat dipahami publik sebagai bentuk ketidakpedulian pemerintah pusat terhadap kehidupan rakyat di daerah. Pasalnya, HET elpiji 3 kg jika yang ditetapkan Pemda pasti akan berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya.
Bahkan bisa dipastikan daerah yang jauh dari pusat kota, HET elpijinya akan lebih tinggi dibandingkan kota provinsi. "Padahal masyarakat di kabupaten dan kota, kemampuan ekonomi dan daya belinya jauh di bawah masyarakat perkotaan dan akan jadi pengulangan sejarah HET minyak tanah. Pada dasarnya kebijakan ini hanya menguntungkan pelaku bisnis elpiji bukan masyarakat ," ujarnya di Jakarta, Selasa (10/4).
Menurutnya, HET yang ditetapkan oleh Pemda sebagai bentuk terselubung dari mekanisme pasar. Zakaria menilai langkah itu melanggar Undang-undang Migas. Apalagi sudah dipastikan penetapan HET ini akan berdasarkan kepada jarak lokasi keberadaan SPBE dengan lokasi masyarakat. Artinya, bagi kabupaten yang hanya memiliki 1 atau 2 SPBE maka ongkos angkut dan margin agen maupun pangkalan akan tinggi. Tentu saja, biayanya akan dibebankan ke konsumen.
"Ini berarti pemerintah lepas tangan dan tidak bertanggung jawab terhadap biaya distribusi padahal elpiji bersubsidi mendapat subsidi berdasarkan persetujuan wakil rakyat," tandasnya.(Naa/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tidak Adil Alat Berat Kena Pajak
Redaktur : Tim Redaksi