jpnn.com, SURABAYA - Sensasi berbeda begitu terasa ketika kali pertama mengunjungi Museum Etnografi dan Pusat Kajian Kematian FISIP Unair kemarin (16/10). Meski berkonsep kematian, museum tersebut didesain lebih modern dan eksotis. Tidak melulu bersifat menyeramkan. Tetapi juga mengundang penasaran dan informatif.
Ruang utamanya malah penuh warna. Kerangka manusia disimpan di atas tanah dengan sesajen di depannya. Itulah tradisi pemakaman Mepasah dari Trunyan, Bali. Mereka mempunyai tradisi pemakaman yang berbeda. Pohon trunyan dipercaya bisa menghilangkan bau busuk jenazah.
BACA JUGA: Museum Harus Profit Supaya Dapat Tarik Generasi Milenial
Di setiap dinding ruangan juga dipenuhi info grafis yang menarik. Menjelaskan tradisi kematian di Bali. Bukan hanya Mepasah, ada pula Ngaben''Ruang utama ini memang khusus edukasi tentang tradisi kematian unik di Indonesia,'' kata Delta Bayu Murti, kurator Museum Etnografi dan Pusat Kajian Kematian Pusat FISIP Unair.
Kuburan bayi Kambira Tana Toraja juga menjadi daya tarik di dalam museum tersebut. Yakni, bayi yang meninggal sebelum giginya tumbuh dikubur di dalam pohon khusus. Begitu juga dengan kuburan Lemo Toraja dan ritual adat Ma'Nene Tau Tau. ''Kalau yang ini kerangkanya hanya replika,'' ujar Delta.
BACA JUGA: Dicari Istri Belum Pulang, Tubuh Abdul Ditemukan di Selokan
Ya, memang masih sedikit tradisi kematian di Indonesia yang ditampilkan di dalam museum tersebut. Sebab, setiap tradisi kematian yang dimasukkan ke museum merupakan hasil penelitian yang sudah dilakukan Tim Pusat Kajian Kematian FISIP Unair. ''Bukan seberapa banyak koleksi yang disajikan, tetapi tujuannya lebih pada edukasi secara ilmiah,'' katanya.
Di dalam museum tersebut juga terdapat tiga zona. Setelah zona utama yang menjelaskan tradisi kematian Nusantara, pengunjung akan memasuki zona refleksi. Ruangan tersebut sedikit redup. Ada jenazah di dalam tanah. Zona tersebut mengingatkan bahwa kematian itu pasti. ''Nanti manusia mati dan dikubur seperti ini,'' tutur Delta.
BACA JUGA: Museum Nasional Brasil Dilalap Api, Pemerintah Disalahkan
Museum itu juga tidak meninggalkan sisi entertain-nya. Ada satu ruangan yang didesain untuk hiburan. Banyak kerangka mayat dengan beragam kostum dari berbagai negara. Ada pula kompleks kuburan dari berbagai tradisi. Mulai muslim, Katolik, Tiongkok, hingga zaman Belanda. Lokasi tersebut digunakan untuk selfie. ''Kami sediakan kostum untuk berfoto,'' katanya. Jadi, pengunjung bisa selfie di tengah kuburan.
Ya, kematian memang tidak berbicara tentang jasad yang membusuk. Namun, kematian memiliki makna di setiap aspek kultural dan biologis. Karena itu, Museum Etnografi dan Pusat Kajian Kematian FISIP Unair didirikan. Museum tersebut juga baru saja meraih anugerah penghargaan Purwakalagrha Indonesia Museum Award 2018 kategori museum terunik. Museum itu bersaing dengan 435 museum di Indonesia.
Kepala Museum Etnografi dan Pusat Kajian Kematian FISIP Unair Toetik Koesbardiati PhD mengatakan, komunitas jelajah selama tiga tahun telah melihat kiprah dan perkembangan museum di Indonesia. Menurut dia, keunikan museum Unair memaparkan tentang kematian. ''Setiap kematian memiliki makna. Baik dari aspek kultural maupun biologis. Uniknya, museum ini menggabungkan dua aspek tersebut,'' jelasnya. (*/c15/ano)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 200 Tahun Sejarah Brasil Lenyap Dalam Semalam
Redaktur : Tim Redaksi