PADANG-Pemprov Sumbar perketat pengeluaran Izin Usaha Perkebunan (IUP). Tujuannya menghindari terjadinya konflik antara masyarakat dengan perusahaan perkebunan. Bahkan sampai saat ini, Dinas Perkebunan Provinsi Sumbar masih menggantung permohonan izin yang diusulkan oleh lima perusahaan perkebunan di Kabupaten Mentawai dan Solok Selatan.
Pemprov baru akan merealisasikan IUP itu, setelah adanya kesepakatan antara perusahaan perkebunan dengan masyarakat sekitar. Sepanjang hal itu belum terwujud, permohonan izin lima perusahaan itu tidak akan dikeluarkan. Hal ini ditegaskan Kepala Dinas Perkebunan Sumatera Barat Fajarudin kepada Padang Ekspres (Group JPNN).
"Untuk izin usaha perkebunan saat ini memang kami agak selektif mengeluarkannya, saat ini kan ada penolakan masyarakat sekitar terhadap pembukaan lahan sawit yang dilakukan usaha perkebunan. Kami tak mau persoalan itu nantinya akan menyebabkan potensi konflik yang besar di Sumbar, makanya kami tak asal mengeluarkan rekomendasi izin usaha perkebunan," ujarnya.
Ia menyebutkan tercatat ada lima perusahaan perkebunan yang mengajukan usulan IUP di dua kabupaten yang masih digantung permohonan izinnya. Sebanyak 4 perusahaan mengusulkan IUP di mentawai dan 1 perusahaan mengusulkan IUP di Solok Selatan. Total areal lahan yang dimohonkan 5 perusahaan itu sebanyak 60 ribu ha. Belum diakomodirnya permohonan izin itu karena masih ada riak penolakan dari masyarakat sekitar.
"Kalau kami keluarkan saja izin perkebunannya , bisa- bisa nanti masyarakat di sana protes ke kami. Saya sudah sampaikan pada 5 perusahaan itu, agar menyelesaikan dulu persoalan mereka dengan masyarakat sekitar,"ucapnya.
Katanya, sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian No 26 Tahun 2007 mengharuskan perusahaan perkebunan yang diberikan izin untuk membangun 20 persen dari total lahan usaha perkebunan yang diizinkan untuk plasma. Pembangunan plasma harus serentak dengan kebun inti.
"Selama ini kan itu yang jadi persoalan, pembangunan di kebun inti dengan plasma tak sejalan. Makanya banyak aksi protes masyarakat terhadap usaha perkebunan. Kalau itu dilakukan oleh usaha perkebunan , saya rasa tak akan jadi masalah,"ucapnya.
Fajar mengatakan, Pemprov baru dapat mempercayai sudah adanya kesepakatan antara masyarakat dan perusahaan perkebunan , apabila ada surat pernyataan tertulis antara keduanya. Tapi kalau surat pernyataan tertulis itu belum ada, maka pemprov menilai antara perusahaan perkebunan dengan warga belum ada kesepakatan.
"Lima perusahaan yang mengajukan Izin Usaha Perkebunan (IUP) itu sejak 2011 lalu mengusulkannya, tapi sampai hari ini belum kami keluarkan IUPnya. IUP ini kan ada dua, ada melalui izin dari pemda setempat dan pemprov. Kalau Pemprov yang mengeluarkan izinnya , apabila lahannya seluas 1 ribu hektare. Lima perusahaan itu adalah Mentawai Golden, Siberut Golden, Rajawali, dua perusahaan lagi saya lupa namanya, tapi satu perusahaan lagi masih satu group dengan Mentawai Golden, Siberut Golden dan Rajawali," ucapnya.
Saat ini , data di Pemprov Sumbar ,Izin Usaha Perkebunan (IUP) yang telah dikeluarkan itu sebanyak 43 perusahaan . Terdiri dari Izin Usaha Perkebunan sawit, karet dan teh. Namun permohonan izin yang diusulkan lima perusahaan yang saya sebutkan tadi, semuanya untuk usaha perkebunan sawit.
"Untuk areal perkebunan di Sumbar ini antara kepemilikan petani dengan swasta tidak terlalu timpang lah. Untuk swasta kepemilikannya 52, 3 persen dan sisanya dimiliki petani," ucapnya.
Fajar mengatakan luas tanaman perkebunan di Sumatera Barat mengalami peningkatan dari tahun 2011 lalu. Jika tahun 2011 lalu hanya 879.325 ha, tahun ini 900. 516 hektar.
"Terjadi peningkatan yang cukup luas untuk tanaman perkebunan. Penambahan luas tanaman perkebunan ini bukan dari perusahaan perkebunan tapi luas tanaman perkebunan milik kebun rakyat,"ujarnya.(ayu)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gempa Bumi Guncang Palu
Redaktur : Tim Redaksi