Hindari Konflik, Perketat Izin Perkebunan

Senin, 19 Maret 2012 – 16:10 WIB

PADANG-Pemprov Sumbar perketat pengeluaran Izin Usaha Perkebunan  (IUP). Tujuannya menghindari  terjadinya konflik antara  masyarakat dengan perusahaan  perkebunan. Bahkan sampai saat ini, Dinas  Perkebunan Provinsi Sumbar masih  menggantung permohonan  izin yang diusulkan  oleh  lima  perusahaan perkebunan di  Kabupaten Mentawai dan Solok Selatan.

Pemprov baru akan merealisasikan  IUP itu,  setelah adanya kesepakatan antara  perusahaan perkebunan dengan masyarakat sekitar. Sepanjang hal itu  belum  terwujud, permohonan izin lima perusahaan itu  tidak akan dikeluarkan. Hal ini ditegaskan Kepala Dinas Perkebunan Sumatera Barat  Fajarudin kepada Padang Ekspres (Group JPNN).

"Untuk  izin usaha perkebunan  saat ini memang kami agak selektif mengeluarkannya, saat  ini  kan  ada penolakan masyarakat sekitar  terhadap  pembukaan lahan sawit yang dilakukan usaha  perkebunan.  Kami  tak mau persoalan itu nantinya akan menyebabkan  potensi konflik yang besar  di Sumbar, makanya kami tak asal mengeluarkan rekomendasi  izin  usaha  perkebunan," ujarnya.

Ia menyebutkan tercatat  ada lima perusahaan perkebunan yang mengajukan usulan IUP di dua kabupaten yang masih digantung permohonan izinnya. Sebanyak  4 perusahaan mengusulkan IUP di  mentawai dan 1 perusahaan mengusulkan IUP di  Solok Selatan. Total areal  lahan yang dimohonkan  5 perusahaan itu sebanyak 60  ribu ha. Belum diakomodirnya  permohonan izin itu karena masih ada riak penolakan dari masyarakat sekitar.

"Kalau kami keluarkan saja izin perkebunannya , bisa- bisa  nanti masyarakat di sana  protes  ke kami. Saya sudah sampaikan pada 5 perusahaan itu, agar menyelesaikan dulu persoalan mereka dengan masyarakat sekitar,"ucapnya.

Katanya, sesuai  dengan  Peraturan Menteri Pertanian No  26 Tahun 2007 mengharuskan  perusahaan perkebunan yang diberikan izin  untuk membangun 20 persen dari  total lahan usaha perkebunan yang diizinkan untuk plasma. Pembangunan  plasma  harus serentak dengan kebun  inti.

"Selama ini kan itu yang jadi persoalan, pembangunan di kebun inti  dengan plasma tak sejalan. Makanya  banyak aksi  protes  masyarakat terhadap usaha perkebunan. Kalau  itu dilakukan oleh usaha perkebunan , saya rasa  tak akan jadi masalah,"ucapnya.

Fajar mengatakan, Pemprov  baru dapat mempercayai  sudah adanya kesepakatan antara masyarakat dan  perusahaan perkebunan , apabila ada  surat pernyataan tertulis antara keduanya. Tapi kalau surat pernyataan tertulis  itu belum ada, maka  pemprov menilai  antara  perusahaan perkebunan dengan warga belum ada  kesepakatan.

"Lima perusahaan yang mengajukan Izin Usaha Perkebunan (IUP) itu sejak  2011 lalu mengusulkannya, tapi sampai  hari ini  belum kami keluarkan IUPnya. IUP  ini kan ada dua, ada  melalui  izin dari pemda setempat dan pemprov. Kalau  Pemprov yang mengeluarkan izinnya , apabila  lahannya  seluas 1 ribu  hektare. Lima perusahaan itu adalah Mentawai  Golden, Siberut  Golden, Rajawali, dua perusahaan lagi saya lupa namanya, tapi satu perusahaan lagi masih satu group dengan Mentawai Golden, Siberut Golden dan Rajawali," ucapnya.

Saat  ini , data di Pemprov Sumbar ,Izin Usaha Perkebunan  (IUP) yang telah dikeluarkan itu sebanyak 43 perusahaan . Terdiri dari Izin Usaha Perkebunan  sawit, karet dan teh. Namun  permohonan izin yang diusulkan lima perusahaan yang saya sebutkan tadi, semuanya  untuk usaha  perkebunan sawit.

"Untuk  areal  perkebunan di Sumbar ini antara kepemilikan petani dengan swasta tidak terlalu timpang lah. Untuk swasta  kepemilikannya  52, 3 persen dan sisanya dimiliki petani," ucapnya.

Fajar  mengatakan luas  tanaman perkebunan di Sumatera Barat mengalami  peningkatan dari tahun 2011 lalu. Jika tahun 2011 lalu hanya  879.325 ha, tahun  ini  900. 516 hektar.

"Terjadi peningkatan yang cukup luas untuk  tanaman perkebunan. Penambahan luas tanaman perkebunan ini bukan dari  perusahaan perkebunan tapi luas tanaman perkebunan milik  kebun rakyat,"ujarnya.(ayu)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gempa Bumi Guncang Palu


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler