BOGOR - Kenaikan harga gas elpiji 12 kilogram (kg) bikin pusing pengguna gas. Suminah (45), pemakai gas 12 kg, ini mengatakan kenaikan harga elpiji sangat memberatkan, karena harganya berbeda dengan yang dikeluarkan pemerintah.
“Harusnya, per kilo naik seribu rupiah, dan jika dikalkulasikan harga per tabungnya hanya Rp80 ribu. Tapi, kenyataannya banyak distributor menjual gasnya hingga Rp90.000,” ujarnya.
Dia mengaku, tidak masalah jika harus dinaikkan, tetapi harus dalam batas wajar, dan jangan terlalu memberatkan. Walaupun gas elpiji bukan barang yang disubsidi.
Soal ini, Ketua Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) Kota Bogor, Bahriun mengaku akan segera membentuk tim pemantau mengenai harga di pasaran.
“Tak sedikit dari produsen menaikkan harga jual seenaknya. Untuk itu, Hiswana Migas akan membentuk tim untuk mengawasinya,” kata Bahriun.
Menurut dia, imbas dari kenaikan gas 12 kilogram (kg) ini, akan berdampak besar pada masyarakat, karena mereka akan berbondong-bondong beralih menggunakan gas 3 kg, yang disubsidi pemerintah.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Bogor, Bambang Budianto menuturkan hari ini pihaknya menurunkan personel untuk memantau kenaikan dan kelangkaan gas elpiji itu.
“Untuk melihat situasi pasar karena menekan penimbunan dari distributor. Apalagi, hampir 10 hari lagi BBM akan naik,” ujar Mantan Kasatpol PP itu.
Sehingga, Disperindag akan melakukan pengawasan ketat di sejumlah distributor gas elpiji di Kota Bogor. “Sudah kami petakan titiknya di mana saja, untuk antisipasi ada oknum yang bermain dan menimbun sehingga menjadi langka,” ujarnya.
Selain gas yang sudah naik, daging sapi juga makin mahal. Di sejumlah pasar tradisional harganya sudah naik seiring dengan rencana naiknya harga BBM.
Harga daging sapi saat ini, rata-rata Rp90 ribu per kg. Seperti di pasar Baru Bogor, harga daging sapi jenis super, harganya Rp90 ribu, sedangkan harga daging jenis biasa bervariasi antara Rp80 ribu hingga Rp85 ribu per kg.
Rohman (50) salah satu pedagang daging sapi di pasar ini mengatakan, kenaikan harga daging sapi telah terjadi sejak empat bulan lalu. Dan, diprediksi akan kembali naik saat BBM resmi naik.
Selain itu, harga daging sapi biasanya akan kembali naik saat menjelang puasa dan Lebaran dan bisa mencapai Rp100 ribu per kg. “Tahun sebelumnya juga seperti itu, naiknya bahkan menembus harga Rp110 ribu,” ujarnya.
Para pedagang, kata dia, juga mengeluhkan naiknya harga daging yang dipengaruhi harga sapi hidup yang masih tinggi. Kendati demikian, stok sapi di pasaran masih mencukupi. Sehari, seorang pedagang menyiapkan satu ekor sapi untuk dijual dagingnya.
Akibat tingginya harga daging sapi, omzet pembelian daging pun menurun hingga 30 persen. Biasanya para pelanggan membeli daging satu kilogram, sekarang turun hingga seperempat kilogram.
Menanggapi hal itu, Kabid Peternakan Dinas Pertanian Kota Bogor, Robert Hasibuan mengatakan ketersediaan stok daging yang minim sebagai penyebabnya mahalnya harga daging.
“Para pedagang lebih memilih produk impor ketimbang sapi lokal, karena sapi lokal tulangnya lebih besar, tapi dagingnya sedikit. Berbanding terbalik dengan daging sapi impor yang bebas antraks serta dagingnya lebih banyak dan sehat,” katanya.
Robert memaparkan, kebutuhan daging impor di Kota Hujan cukup tinggi, sementara ketersediaan stok tak memadai untuk memenuhi permintaan. Sesuai hukum ekonomi pasar, hal itu yang kemudian menyebabkan harga daging sapi menjadi tinggi.
Menurutnya, kebutuhan warga Kota Bogor mencapai 10 juta ton daging sapi per tahun. Kuota tahun 2013, telah tersedia sebanyak 1.080 sapi siap potong, yang merupakan gabungan sapi lokal dan impor.
Pasokan lokal dikirim dari peternak sapi di Cicurug, Sukabumi dan Lampung, sedangkan pasokan impor berasal dari sapi Australia. Selain itu, pemilihan sapi impor ini karena harga sapi lokal terus melambung akibat mahalnya harga pangan.
Satu ekor sapi membutuhkan pakan hijauan sebanyak delapan kilogram perhari. Dengan harga Rp1.000 per kilogram, total biaya pakan untuk satu ekor sapi per satu periode atau 180 hari mencapai Rp1.440.000.
Tetapi, kata dia, sapi membutuhkan pakan konsentrat, sedikitnya lima kilogram setiap hari. Dengan kisaran harga Rp2.500 per kilogram, total biaya konsentrat per satu periode adalah Rp2.250.000.
Kemudian ada biaya pakan tambahan berupa garam dapur (NaCl), tepung tulang, kapur dan lainnya seharga Rp500 per ekor setiap hari atau Rp90 ribu dalam satu periode.
Sehingga, total biaya pakan keseluruhan mencapai kurang lebih Rp3.780.000 per ekor dalam satu periode ternak. Pemkot mencoba mencari solusi masalah ini dengan mengajak masyarakat agar tidak ketergantungan pada daging sapi.
“Bisa dialihkan dengan mengonsumsi daging ayam dan ikan yang memiliki gizi yang sama. Harus ada sosialisasi dan diversifikasi pangan,” pungkasnya.(ram/d)
“Harusnya, per kilo naik seribu rupiah, dan jika dikalkulasikan harga per tabungnya hanya Rp80 ribu. Tapi, kenyataannya banyak distributor menjual gasnya hingga Rp90.000,” ujarnya.
Dia mengaku, tidak masalah jika harus dinaikkan, tetapi harus dalam batas wajar, dan jangan terlalu memberatkan. Walaupun gas elpiji bukan barang yang disubsidi.
Soal ini, Ketua Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) Kota Bogor, Bahriun mengaku akan segera membentuk tim pemantau mengenai harga di pasaran.
“Tak sedikit dari produsen menaikkan harga jual seenaknya. Untuk itu, Hiswana Migas akan membentuk tim untuk mengawasinya,” kata Bahriun.
Menurut dia, imbas dari kenaikan gas 12 kilogram (kg) ini, akan berdampak besar pada masyarakat, karena mereka akan berbondong-bondong beralih menggunakan gas 3 kg, yang disubsidi pemerintah.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Bogor, Bambang Budianto menuturkan hari ini pihaknya menurunkan personel untuk memantau kenaikan dan kelangkaan gas elpiji itu.
“Untuk melihat situasi pasar karena menekan penimbunan dari distributor. Apalagi, hampir 10 hari lagi BBM akan naik,” ujar Mantan Kasatpol PP itu.
Sehingga, Disperindag akan melakukan pengawasan ketat di sejumlah distributor gas elpiji di Kota Bogor. “Sudah kami petakan titiknya di mana saja, untuk antisipasi ada oknum yang bermain dan menimbun sehingga menjadi langka,” ujarnya.
Selain gas yang sudah naik, daging sapi juga makin mahal. Di sejumlah pasar tradisional harganya sudah naik seiring dengan rencana naiknya harga BBM.
Harga daging sapi saat ini, rata-rata Rp90 ribu per kg. Seperti di pasar Baru Bogor, harga daging sapi jenis super, harganya Rp90 ribu, sedangkan harga daging jenis biasa bervariasi antara Rp80 ribu hingga Rp85 ribu per kg.
Rohman (50) salah satu pedagang daging sapi di pasar ini mengatakan, kenaikan harga daging sapi telah terjadi sejak empat bulan lalu. Dan, diprediksi akan kembali naik saat BBM resmi naik.
Selain itu, harga daging sapi biasanya akan kembali naik saat menjelang puasa dan Lebaran dan bisa mencapai Rp100 ribu per kg. “Tahun sebelumnya juga seperti itu, naiknya bahkan menembus harga Rp110 ribu,” ujarnya.
Para pedagang, kata dia, juga mengeluhkan naiknya harga daging yang dipengaruhi harga sapi hidup yang masih tinggi. Kendati demikian, stok sapi di pasaran masih mencukupi. Sehari, seorang pedagang menyiapkan satu ekor sapi untuk dijual dagingnya.
Akibat tingginya harga daging sapi, omzet pembelian daging pun menurun hingga 30 persen. Biasanya para pelanggan membeli daging satu kilogram, sekarang turun hingga seperempat kilogram.
Menanggapi hal itu, Kabid Peternakan Dinas Pertanian Kota Bogor, Robert Hasibuan mengatakan ketersediaan stok daging yang minim sebagai penyebabnya mahalnya harga daging.
“Para pedagang lebih memilih produk impor ketimbang sapi lokal, karena sapi lokal tulangnya lebih besar, tapi dagingnya sedikit. Berbanding terbalik dengan daging sapi impor yang bebas antraks serta dagingnya lebih banyak dan sehat,” katanya.
Robert memaparkan, kebutuhan daging impor di Kota Hujan cukup tinggi, sementara ketersediaan stok tak memadai untuk memenuhi permintaan. Sesuai hukum ekonomi pasar, hal itu yang kemudian menyebabkan harga daging sapi menjadi tinggi.
Menurutnya, kebutuhan warga Kota Bogor mencapai 10 juta ton daging sapi per tahun. Kuota tahun 2013, telah tersedia sebanyak 1.080 sapi siap potong, yang merupakan gabungan sapi lokal dan impor.
Pasokan lokal dikirim dari peternak sapi di Cicurug, Sukabumi dan Lampung, sedangkan pasokan impor berasal dari sapi Australia. Selain itu, pemilihan sapi impor ini karena harga sapi lokal terus melambung akibat mahalnya harga pangan.
Satu ekor sapi membutuhkan pakan hijauan sebanyak delapan kilogram perhari. Dengan harga Rp1.000 per kilogram, total biaya pakan untuk satu ekor sapi per satu periode atau 180 hari mencapai Rp1.440.000.
Tetapi, kata dia, sapi membutuhkan pakan konsentrat, sedikitnya lima kilogram setiap hari. Dengan kisaran harga Rp2.500 per kilogram, total biaya konsentrat per satu periode adalah Rp2.250.000.
Kemudian ada biaya pakan tambahan berupa garam dapur (NaCl), tepung tulang, kapur dan lainnya seharga Rp500 per ekor setiap hari atau Rp90 ribu dalam satu periode.
Sehingga, total biaya pakan keseluruhan mencapai kurang lebih Rp3.780.000 per ekor dalam satu periode ternak. Pemkot mencoba mencari solusi masalah ini dengan mengajak masyarakat agar tidak ketergantungan pada daging sapi.
“Bisa dialihkan dengan mengonsumsi daging ayam dan ikan yang memiliki gizi yang sama. Harus ada sosialisasi dan diversifikasi pangan,” pungkasnya.(ram/d)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menteri dari PKS Siap Sosialisasikan Kenaikan Harga BBM
Redaktur : Tim Redaksi