jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) memaparkan ulama dan umat Islam di Indonesia mempunyai peran yang sangat besar dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia. Dari peran yang ada, pria asal Klaten, Jawa Tengah, itu menegaskan jangan sampai ulama dan umat Islam dibentur-benturkan atau diadudomba dengan kelompok yang lain.
Menurut Hidayat, para dai mengetahui dan memahami sejarah peran ulama dan ummat Islam di Indonesia agar para dai ikut dan dapat menguatkan dan menjaga bangsa Indonesia.
BACA JUGA: Wagub AAL Juara 1 Lomba Tembak Piala Ketua MPR RI 2020
“Jas Hijau, jangan sekali-kali menghilangkan jasa ulama dan ummat (Islam di Indonesia)”, papar HNW dalam acara Sosialisasi Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika itu di hadapan ratusan anggota Ikatan Dai Indonesia (IKADI), Jakarta, Minggu (8/3/2020).
Di hadapan para dai yang datang dari seluruh Indonesia, HNW menceritakan demi keutuhan bangsa Indonesia, para tokoh ummat Islam yang tergabung dalam Tim 9 BPUPKI rela menghilangkan 7 kata dari Pancasila yang telah disepakati pada 22 Juni 1945. “Di sinilah peran ummat Islam dalam ikut melahirkan Pancasila,” ujarnya.
BACA JUGA: Pulang dari Kuliah di China, Arif Hidayat Langsung Diperiksa Intensif di RSUD
“Jadi peran ummat Islam bukan asal-asalan,” tambahanya.
Kesudian para tokoh ummat Islam mengubah Sila I Pancasila menurut Wakil Ketua Badan Wakaf Pondok Pesantren Gontor itu menunjukan bahwa umat Islam paham akan arti keberagaman dan kebangsaan. “Ulama sepakat bahwa kemerdekaan harus menghadirkan kemaslahatan,” ujarnya.
Peran ummat Islam menurut HNW tak berhenti di situ. Ketika Indonesia merdeka, Belanda tidak ingin bangsa ini kuat. Negeri kincir angin itu ingin bentuk negara yang ada sifatnya tidak kukuh. Mereka mendorong agar Indonesia berbentuk Republik Indonesia Serikat (RIS). Setelah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda, Desember 1949, bentuk negara adalah RIS.
“Sehingga saat itu banyak negara-negara bagian”, paparnya. Hal demikian diungkapkan oleh HNW ada kegundahan dari Ketua Fraksi Partai Masyumi di Parlemen, Muhammad Natsir. Menurutnya, Natsir berpikir bahwa Indonesia merdeka bukan bertujuan untuk membentuk RIS namun Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Maka pada 3 April 1950 di depan anggota parlemen, Natsir menyampaikan pidato Mosi Integral,” tuturnya. Mosi Integral adalah mengajak kepada semua untuk mengembalikan bentuk negara kepada NKRI.
“Mosi itu didukung oleh semua kekuatan politik yang ada”, ungkapya. “Hingga pada 17 Agustus 1950, Indonesia kembali ke bentuk NKRI, bukan RIS lagi”, tegasnya. “Itulah suatu fakta peran ummat Islam dalam mempertahankan NKRI,” tuturnya.
Sebelum Indonesia merdeka, di wilayah nusantara banyak berdiri kesultanan atau kerajaan-kerajaan Islam. Ketika Indonesia merdeka, kesultanan yang ada tak hanya sekadar menyatakan diri bergabung dengan Indonesia namun mereka juga membantu secara finansial keuangan kepada negara yang baru. “Sultan-sultan yang ada membantu uang dan emas kepada pemerintah Indonesia jumlahnya hingga triliunan rupiah”, paparnya. Tak hanya menyumbang dalam bentuk finansial, salah satu sultan yang ada, yakni Sultan Hamid dari Kesultanan Pontianak, Kalimantan Barat, yang membuat lambang Garuda Pancasila.
HNW dalam kesempatan itu menceritakan peran dan jasa para ulama dan ummat Islam, meski demikian dirinya mengakui para ulama dan ummat Islam dalam berjuang dan mempertahankan Indonesia tidak berjuang sendirian namun juga bekerja sama dengan tokoh-tokoh lain yang mempunyai tujuan yang sama, yakni Indonesia merdeka. “Bangsa ini memberi kesempatan dan ruang yang sama kepada siapapun,” paparnya.(jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich