Honorer di Surabaya Digaji Rp4,7 Juta, Mana mau Diangkat PPPK

Sabtu, 06 Februari 2021 – 13:51 WIB
Korwil PHK2I Jatim Eko Mardiono mengungkapkan gaji honorer di Surabaya Rp4,7 juta. Foto dokumentasi pribadi for JPNN

jpnn.com, SURABAYA - Kebijakan pemerintah untuk mengarahkan seluruh honorer K2 maupun nonkategori terutama usia 35 tahun ke atas menjadi PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja) masih menimbulkan pro kontra.

Sebagian menerima, tidak sedikit pula yang menolak.

BACA JUGA: Terima Tunjangan Kinerja, Gaji PPPK Makin Besar

Pengalaman yang dialami 51.293 honorer K2 dan tenaga harian lepas tenaga bantu penyuluh pertanian (THL TBPP) yang mengikuti seleksi PPPK tahap pertama pada Februari 2019 menimbulkan kekhawatiran di kalangan pegawai non PNS ini.

Mereka takut, nasibnya akan sama dengan kawan-kawannya yang di tahap pertama.

BACA JUGA: Sudah Pesan Hotel untuk Acara Nikah, Ayu Ting Ting & Adit Ditaksir Rugi Ratusan Juta

"Pengangkatan PPPK tahap pertama bikin sebagian honorer K2 kapok. Takutnya kayak yang pertama makanya ini semua lagi bingung mau ikut PPPK atau tetap menuntut PNS," kata Koordinator Wilayah Perkumpulan Honorer K2 Indonesia (PHK2I) Jawa Timur Eko Mardiono kepada JPNN.com, Sabtu (6/2).

Khusus Surabaya, lanjutnya, honorer sudah hidup aman, nyaman, dan sejahtera. Tanpa diangkat PNS ataupun PPPK sudah sejahtera.

BACA JUGA: Bersyukur Rekrutmen PPPK Bakal Dibuka, Honorer K2 Berbagi dengan Anak Yatim

Dia mencontohkan, gaji tukang sapu jalan, penjaga sekolah terhitung Januari 2021 naik dari Rp4,2 juta menjadi Rp4,6 juta.

Sedangkan guru dan tata usaha dari Rp 4,3 juta menjadi Rp 4,7 juta per bulan.

"Kalau sudah segitu gajinya, mau buat apalagi status PPPK. Mending kalau mau diangkat aparatur sipil negara (ASN), ya PNS," ucapnya.

Namun, kata Eko, kondisi di Surabaya tidak sama seperti kabupaten/kota lainnya.

Banyak yang masih digaji di bawah upah minimum regional (UMR) atau upah minimum kabupaten/kota (UMK). Otomatis mereka mau saja mengikuti tes PPPK.

"Yang saya lihat kan pemerintah memang memaksakan agar honorer diarahkan ke PPPK. Namun, pemerintah harus kasih solusi bagaimana bila honorer yang sudah bekerja ini bisa terakomodir," ujarnya.

Tidak adil bila kemampuan honorer diukur oleh tes 150 soal. Apalagi tesnya dengan sistem komputer.

"Komputer itu kan tidak punya hati. Dia enggak tahu bagaimana kondisi honorer yang ikut tes PPPK apakah lagi tegang atau siap. Tahu-tahunya ada yang lulus dan tidak," tandasnya.(esy/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur : Yessy
Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler