jpnn.com, JAKARTA - Pendaftaran PPPK 2022 bikin nelangsa honorer K2. Pasalnya, tidak semua guru honorer K2 yang belum lulus passing grade (PG) maupun ikut seleksi PPPK menjadi prioritas dua (P2).
Mereka malah menjadi prioritas tiga (P3) dan pelamar umum, bahkan ada yang gagal mendaftar.
BACA JUGA: Pengumuman Penempatan Guru Lulus PG PPPK Tunggu P2 & P3, Honorer Galau Banget
Pengurus pusat Perkumpulan Honorer K2 Indonesia (PHK2I) Eko Mardiono mengatakan mekanisme pendaftaran PPPK 2022 mengorbankan para guru dengan masa pengabdian di atas 17 tahun.
Menurutnya, honorer K2 tercatat di database BKN, tetapi seolah-olah tenaga siluman.
BACA JUGA: Lowongan PPPK Nakes BKN, Honorer K2 Buruan ya, Kapan Pendaftaran Tenaga Teknis?
"Honorer K2 itu sebenarnya masih dianggap manusia atau enggak ya. Kok kebijakan pemerintah selalu merugikan honorer K2," kata Eko Mardiono kepada JPNN.com, Rabu (16/11).
Eko mengatakan dengan turun ke P3 dan pelamar umum, otomatis mereka akan berhadapan dengan guru-guru lebih muda, tetapi masa pengabdian tidak seberapa.
Itu sebabnya dia mendesak pemerintah memberikan kebijakan khusus bagi honorer K2.
Mengenai kasus honorer K2 turun ke P3 dan umum, Badan Kepegawaian Negara (BKN) melalui Deputi Sistem Informasi Kepegawaian (Sinka) Suharmen memberikan penjelasan.
Dikatakannya, BKN tidak bisa mengintervensi penempatan guru honorer K2 di P2, P3, dan umum.
"Saya banyak sekali mendapat pertanyaan seperti itu dari guru honorer. Namun, saya tidak bisa mengintervensi kewenangan Kemendikbudristek," kata Deputi Suharmen kepada JPNN.com.
Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), lanjutnya, berhak menentukan siapa yang dapat formasi. Begitu juga siapa yang harus turun status.
Khusus honorer K2 memang kata Deputi Suharmen ada database di BKN.
Namun, bagi guru honorer K2 yang sudah lulus PG, datanya disimpan dalam database sama (baik dapodik maupun database honorer K2).
Lebih lanjut dijelaskan sistem membaca skema yang sama dan telah disiapkan Kemendikbudristek. Kapan yang bersangkutan dapat penempatan dan bagaimana kondisi kalau mereka harus turun status.
"Tidak ada perbedaan perlakuan karena membacanya oleh sistem komputer berdasarkan algoritmanya," pungkas Deputi Suharmen. (esy/jpnn)
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Mesyia Muhammad