Larangan perjalanan langsung dari India ke Australia mulai diberlakukan hari Senin (3/5/2021). Mereka yang dinyatakan melanggar bisa dikenai hukuman penjara sampai lima tahun atau denda puluhan ribu dolar.

Larangan ini dikeluarkan berkenaan dengan situasi COVID-19 yang sangat buruk di India, namun tindakan melarang warga negara Australia untuk pulang ke negara sendiri menurut beberapa pakar sebenarnya adalah tindakan ilegal.

BACA JUGA: Selandia Baru Akui Sulit Damaikan Perbedaan dengan Tiongkok

Sementara itu, dalam jajak pendapat yang dilakukan oleh Lowy Institute, sebagian besar warga Australia mendukung keputusan pemerintah soal berbagai kebijakan yang dibuat khusus mengenai COVID-19.

Ini adalah untuk pertama kalinya Australia menetapkan larangan bagi warganya sendiri yang ingin pulang, dan aturan yang digunakan adalah lewat UU BioSekuritas.

BACA JUGA: Laga Babak Group Piala AFC Terpaksa Ditunda, Penyebabnya Masih Itu-itu Juga

Mereka yang dilarang pulang adalah bila melakukan perjalanan langsung dari India ke Australia dimana kasus di India dalam sepekan terakhir rata-rata di atas 300 ribu.

Warga yang hendak pulang masih bisa melakukannya bila mereka singgah di negara ketiga selama dua minggu sebelum kemudian kembali ke Australia.

BACA JUGA: Bila Kerumunan di Tanah Abang Dibiarkan, Indonesia Bisa Seperti India

Para menteri senior Australia membela keputusan tersebut dengan mengatakan ini dilakukan atas saran dari otoritas kesehatan dan dilakukan untuk melindungi warga Australia di dalam negeri.

"Sebagian besar kasus positif yaitu 57 persen dari mereka yang menjalani karantina berasal dari India," kata Menteri Luar Negeri Marise Payne.

"Ini menciptakan beban yang berat bagi layanan kesehatan di seluruh negara bagian."

Menurut Menteri Pendidikan Alan Tudge, fasilitas karantina di Howard Springs di negara bagian Northern Territory saat memiliki memiliki tingkat infeksi 15 persen, jauh di atas batas sekitar dua persen. Larangan ini bisa digugat

Namun larangan ini dipertanyakan oleh seorang pakar sebagai hal yang ilegal.

Professor Kim Rubenstein dari University of Canberra mengatakan ini menimbulkan pertanyaan mengenai hak seorang warga negara Australia untuk kembali ke negara mereka.

"Warga yang berada di sana bisa mencari bantuan hukum untuk menggugat apakah larangan ini sebenarnya ilegal," katanya.

"Sangat bijak bila mereka berbicara dengan wakil mereka di parlemen untuk meminta Komite Senat untuk mengkaji hal tersebut sebagai situasi darurat.

"Saya kira ini ada masalah hukum serius yang harus dikaji oleh Parlemen."

Bagi mereka yang dianggap melanggar, hukuman paling berat adalah hukuman penjara sampai lima tahun, dan hukuman lain bisa berupa denda sampai $AUD 66 ribu (sekitar Rp660 juta).

Kepala Bidang Medis Australia Prof Paul Kelly mengatakan walau keputusan larangan itu akan berakhir tanggal 15 Mei, namun menurutnya situasi di India masih akan memerlukan waktu berbulang-bulan untuk menjadi normal kembali.

Karena itu, menurutnya, pemerintah akan mencari jalan untuk mencegah mereka yang terkena COVID-19 untuk kembali ke Australia.

"Kami sudah mengharuskan tes COVID paling lambat 72 jam sebelum keberangkatan, kami akan memperkuat dengan keharusan melakukan tes antigen di bandara juga," katanya.

"Kami sedang melihat langkah lain untuk menurunkan angka positif dari mereka yang terbang dari India." 'Mereka warga kita'

Sementara itu warga keturunan India di Australia mendesak pemerintah Australia untuk memberikan bantuan sebanyak mungkin ke India.

Dr Yadu Singh adalah Presiden Asosiasi Warga India di New South Wales dan mendesak pemerintah untuk melakukan vaksinasi terhadap warga Australia yang sekarang ini berada di India.

"Saya bisa memahami mengapa pemerintah Australia melarang penerbangan ini sementara," katanya.

"Namun jangan lupa bahwa warga Australia ini sekarang terdampar dan kita punya kewajiban moral, mereka adalah warga kita."

Professor Kelly mengatakan melakukan vaksinasi terhadap warga Australia di India menjadi salah satu pertimbangan, namun mengatakan akan sulit dilakukan karena warga Australia yang jumlahnya belasan ribu di India tinggal di tempat-tempat yang terpisah. Warga mendukung kebijakan pemerintah

Sementara dalam survei yang dilakukan lembaga Lowy Institute disimpulkan bahwa 59 persen warga Australia mendukung lebijakan pemerintah saat ini berkenaan dengan pembatasan terhadap perjalanan dari luar negeri termasuk dari India.

Saat ini sekitar 35 ribu warga Australia masih berada di luar negeri dan sudah mengatakan ingin kembali dengan 10 ribu diantaranya berada di India.

Lowy mengadakan jajak pendapat terhadap 2200 warga Australia yang juga mengatakan bahwa Tiongkok sudah berhasil dalam menangani kasus COVID-19 di negara mereka.

Dari mereka yang disurvei, 59 persen mengatakan bahwa pemerintah Australia sudah memberikan dukungan yang memadai terhadap warga mereka di luar negeri, dan hanya 33 persen yang mengatakan bantuan yang diberikan tidak memadai.

Natasha Kassam dari Lowy Institute mengatakan bahwa walau survei ini dilakukan sebelum adanya krisis COVID di India, namun mayoritas warga mendukung kebijakan pemerintah.

Sekitar 65 persen yang disurvei mengatakan bahwa Australia 'sangat berhasil' dalam menangani pandemi, naik 43 persen dari tahun lalu.

"Dukungan Australia terhadap demokrasi naik dalam setahun terakhir, kepercayaan terhadap pemerintah naik juga, dan warga Australia mau mengorbankan kebebasan pribadi demi mengatasi ancaman kesehatan," kata Natasha Kassam.

Namun berkenaan dengan keputusan tetap menutup perbatasan internasional, pendapat terbelah.

Sekitar 41 persen responden mendukung kebijakan saat ini yaitu hanya mengizinkan warga Australia meninggalkan negeri ini dengan izin khusus.

Namun 40 persen mengatakan warga Australia yang sudah menjalani vaksinasi seharusnya diizinkan bepergian.

"Saya kira sepanjang tahun lalu banyak warga Australia mau mengorbankan kebebasan pribadi, tetap tinggal di rumah dan menjalankan apa yang diperintahkan, untuk kebaikan bersama," kata Natasha.

"Sekarang dengan perbatasan sudah ditutup selama 15 bulan, dan Australia merupakan satu-satunya negara di dunia dimana kita tidak bisa bepergian dengan bebas, tampaknya kesabaran mulai menurun," ujarnya.

Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari 

Yuk, Simak Juga Video ini!

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ahli Epidemiologi: Penyemprotan Disinfektan ke Jalan Tidak Bermanfaat, Kok Masih Dilakukan

Berita Terkait