jpnn.com, JAKARTA - Praktisi Hukum, Dr. Humphrey R. Djemat mengatakan bahwa muruah wibawa penegakan hukum Indonesia telah tercoreng dengan adanya kejadian Joko Tjandra, salah satu buron kakap Indonesia. Ironisnya, Joko dengan mudahnya keluar masuk ke Indonesia tanpa diketahui oleh instansi penegak hukum di Indonesia.
Malah para pihak yang terkait seperti dari Kepolisian, Kejaksaan, Kementerian Dalam Negeri, Imigrasi, telah saling menuding satu sama lain bahkan terkesan untuk membela dirinya masing-masing dan tidak mau bertanggung jawab atas kejadian Joko Tjandra tersebut.
BACA JUGA: Mahfud akan Minta Laporan Empat Institusi Terkait Joko Tjandra
“Setelah kejadian yang memalukan tersebut, seharusnya setiap instansi penegak hukum mengevaluasi kelemahan, baik yang terkait dengan orang-orang yang terlibat dalam kejadian tersebut maupun mengevaluasi mekanisme atau sistem yang menjadi kelemahan di masing-masing instansi,” kata Humphrey dalam keterangan persnya, Rabu (15/7).
Selain itu, seluruh instansi penegak hukum (Kejaksaan dan Kepolisian) maupun instansi lainnya, seperti Imigrasi dan Kementerian Dalam Negeri, harus menghilangkan ego sektoral dan dapat saling bekerja sama untuk membenahi sistem agar kejadian serupa tidak terulang kembali, dimana pembenahan sistem ini juiga dapat menunjukan adanya koordinasi serta komunikasi yang baik di antara seluruh instansi tersebut.
BACA JUGA: Siap-siap, Dua Aksi Demonstrasi Bakal Digelar di Gedung DPR/MPR
Selain pembenahan sistem, sebenarnya ada hal penting lainnya yang seharusnya dapat difokuskan untuk dilakukan oleh Pemerintah Indonesia, yaitu bagaimana cara untuk memulangkan Joko Tjandra ke Indonesia. Hal ini tentunya sangat penting untuk dilakukan demi memulihkan marwah penegakan hukum Indonesia di mata masyarakat, baik nasional maupun internasional, yang selama ini masih meragukan penegakan hukum dapat berjalan dengan baik di Indonesia.
Terkait dengan fokus tersebut, tentu timbul pertanyaan selanjutnya, yaitu bagaimana cara memulangkan Joko Tjandra di Indonesia.
BACA JUGA: Hidayat MPR Desak Rapat Paripurna DPR Cabut RUU HIP Dari Prolegnas
Menurut Humphrey, Political Will adalah kunci yang dapat menunjukan keseriusan Indonesia untuk memulangkan Joko Tjandra ke Indonesia. Political Will yang dimaksud disini adalah suatu upaya Pemerintah Indonesia dalam menggunakan pendekatan antara Negara (Diplomacy High Level) untuk memulangkan buron yang berada di luar negeri, yang tentunya dengan mengedepankan Asas Resiprokal (timbal balik).
Menurutnya, pendekatan Diplomacy High Level ini telah terbukti efektif ketika Pemerintah Indonesia berhasil memulangkan Maria Pauline Lumowa, yang sudah 17 tahun buron, dari Negara Serbia dan Samadikun Hartono yang telah 13 tahun buron dari Negara China.
Berbekal dari informasi-informasi yang berkembang bahwa Joko Tjandra sesungguhnya berada di Malaysia dan berita tentang adanya surat dokter dari Klinik di Malaysia yang menjelaskan mengenai kondisi kesehatan Joko Tjandra, Pemerintah Indonesia sudah seharusnya melakukan upaya pendekatan dan komunikasi secara Diplomacy High Level dan berkoordinasi langsung dengan Pemerintah Malaysia untuk memulangan Joko Tjandra ke Indonesia.
Bahkan, yang terjadi selama ini, seringkali penyelesaian masalah-masalah yang berkaitan dengan pelaku kejahatan yang terjadi di Indonesia maupun Malaysia dapat diselesaikan melalui Diplomacy Low Level, dimana penyelesaiannya dilakukan dengan hanya melibatkan para penegak hukum antara negara saja, yang tentunya juga mengedepankan asas resiprokal dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.
Selain itu, Indonesia pun sesungguhnya telah memiliki Perjanjian Ekstradisi dengan Pemerintah Malaysia yang tentunya akan memuluskan pemulangan Joko Tjandra ke Indonesia. Dengan Negara Serbia yang tidak memiliki Perjanjian ekstradisi saja Pemerintah Indonesia mampu, apalagi antara negara yang memiliki Perjanjian Ekstradisi.
Dukungan politik yang sangat kuat dari Pemerintah Indonesia dengan memakai cara Diplomacy High Level yang dilakukan secara serius tentu akan sangat diperhatikan oleh pemerintah Malaysia.
Humphrey mengatakan dengan pendekatan Diplomacy High Level tersebut, nantinya akan mendorong Pemerintah Malaysia untuk membuka dirinya dan lebih memperhatikan kepentingan yang sangat besar di antara kedua negara yang tentunya dapat saling menguntungkan dan jauh lebih besar dari hanya kepentingan seorang Joko Tjandra.
Humphrey juga meyakini bahwa pendekatan Diplomacy High Level ini jauh lebih efektif dari rencana pembentukan tim pemburu koruptor yang saat ini sedang diwacanakan oleh Pemerintah Indonesia.
“Mengapa kita lebih sibuk untuk memikirkan membentuk suatu tim untuk memulangkan seorang Joko Tjandra, padahal sebenarnya upaya pemulangan tersebut sebenarnya sudah ada di depan mata, yaitu dengan langsung melakukan pendekatan atau Diplomacy High Level dengan negara yang memang sudah terindikasi kuat sebagai tempat keberadaan Joko Tjandra saat ini, yaitu Malaysia,” katanya.
Terlebih, upaya pemulangan buron koruptor seharusnya dilakukan khusus oleh orang-orang yang memang memiliki kedekatan khusus dengan pihak-pihak di negara tujuan tempat buron kejahatan berada dan disertai dengan dukungan politik yang kuat dari Pemerintah Indonesia.
Contoh konkret dari hal ini dapat dilihat ketika Pemerintah Indonesia yang melibatkan Yassona Laoly, seorang Menteri Hukum dan HAM untuk terjun langsung dalam melakukan diplomasi serta memulangkan Maria Pauline Lumowa dari Negara Serbia, dan Sutiyoso, selaku Kepala BIN yang jelas-jelas berperan besar dalam melakukan diplomasi dengan Pemerintah Cina ketika memulangkan Samadikun Hartono yang telah lama buron.
Daripada membentuk suatu tim, lebih efektif bagi Presiden Jokowi untuk langsung menunjuk pejabat penegak hukum yang memang memiliki kemampuan untuk melakukan Diplomacy High Level dengan Pemerintah Malaysia, sehingga upaya tersebut menjadi lebih tepat sasaran dan pertanggungjawaban keberhasilan pejabat yang ditunjuk tersebut dalam melakukan tugasnya menjadi lebih jelas.(fri/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : Friederich