TARAKAN – Sekitar 400 hektare kawasan Hutan Lindung Pulau Tarakan (HLPT) yang berada di wilayah Gunung Selatan RT 18 Kelurahan Kampung 1/Skip dirambah oleh oknum warga. Perambahan dengan cara merintis itu dilakukan oleh sekira 50 warga, sebagaimana dilaporkan pihak Dinas Kehutanan, Pertambangan dan Energi (Dishutamben) Kota Tarakan.
Menyikapi hal itu, Walikota Tarakan H Udin Hianggio meninjau ke lapangan untuk mengakhiri kegiatan ilegal tersebut. “Kegiatan ini berawal dari adanya kegiatan dari kumpulan masyarakat yang ingin memanfaatkan lahan itu kepada pemerintah kota. Keinginan itu telah dijawab oleh instansi terkait (Dishutamben), dan jawabannya tidak dibenarkan karena ini hutan lindung,” ungkap Udin Hianggio seperti dilansir Radar Tarakan, Senin (11/2).
Jawaban pemerintah kota itu, entah tak tersampaikan atau diabaikan, sepertinya tak mengurangi niatan oknum masyarakat bersangkutan untuk terus melanjutkan kegiatannya.
“Masalah ini sudah kita rapatkan beberapa kali bersama instansi terkait dan asisten yang membidangi. Yang jelas, kita berpegang pada adanya aturan bahwa hutan lindung ini telah dipertegas oleh SK (Surat Keputusan) menteri kehutanan,” ujar walikota.
Tindaklanjutnya, kini pemerintah kota akan mengeluarkan penegasan agar segera menghentikan kegiatannya tersebut. “Kita juga sempat bertemu dengan perwakilan kelompok masyarakat itu, dan mereka sepertinya tak tahu kalau sudah ada larangan dari pemerintah kota untuk merintis di hutan lindung kita,” jelas walikota lagi.
Terpisah, Kepala Seksi Perlindungan Hutan-Bidang Kehutanan di Dishutamben Kota Tarakan, Eka Putra Pramono mengatakan, permohonan kelompok masyarakat itu telah disampaikan pada bulan Januari lalu. “Permohonannya berisi permintaan izin secara tertulis untuk melakukan perintisan lahan. Atas permohonan itu, kita sudah menjawabnya, dan tidak mengabulkan permohonan mereka. Tapi, keadaannya seperti yang kita lihat tadi,” urai Eka.
Permasalahan pun berlanjut ke meja rapat. “Permasalahan lainnya, mereka juga membuat kavling dan berencana membangun pemukiman,” ungkap Eka seraya menegaskan bahwa dalam kegiatan ini, pihaknya berkoordinasi dengan aparat Satpol PP dan kepolisian.
Untuk diketahui, sesuai Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 175/Kpts/Um/13/1979 tanggal 13 Maret 1979, ditetapkanlah Hutan Lindung Pulau Tarakan (HLPT) dengan luasan 2.400 hektare atau kurang lebih 10 persen dari luas Pulau Tarakan. Kemudian pada tanggal 22 April 2003 HLPT ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 143/Kpts-II/2003, juga dengan luasan 2.400 hektare.
Keberadaan HLPT menjadi semakin penting bagi Pulau Tarakan karena HLPT merupakan daerah hulu dari 73 sungai yang ada di Tarakan, sebagaimana dikemukakan oleh Bappeda Kota Tarakan berdasarkan penelusuran (tracing) pada peta topografi di wilayah Pulau Tarakan. Sungai-sungai tersebut membentang dari wilayah perbukitan di tengah-tengah Pulau Tarakan dan kemudian bermuara di pantai.
Kawasan HLPT juga memiliki fungsi penting jika ditinjau dari aspek sosial ekonomi, karena masyarakat di sekitar HLPT menjadikan HLPT sebagai tempat untuk melakukan aktivitas pertanian, peternakan bahkan pemukiman. HLPT juga dimanfaatkan sebagai tempat melakukan aktivitas olah raga, tempat bagi aktivitas pencinta alam serta sebagai objek bagi aktivitas pendidikan dan penelitian oleh kelompok masyarakat tertentu.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, HLPT merupakan kawasan hutan yang pengelolaannya diatur berdasarkan peraturan perundangan. Pengelolaan hutan di Indonesia termasuk hutan lindung meliputi kegiatan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi Hutan, dan perlindungan hutan dan konservasi alam.(ndy)
Menyikapi hal itu, Walikota Tarakan H Udin Hianggio meninjau ke lapangan untuk mengakhiri kegiatan ilegal tersebut. “Kegiatan ini berawal dari adanya kegiatan dari kumpulan masyarakat yang ingin memanfaatkan lahan itu kepada pemerintah kota. Keinginan itu telah dijawab oleh instansi terkait (Dishutamben), dan jawabannya tidak dibenarkan karena ini hutan lindung,” ungkap Udin Hianggio seperti dilansir Radar Tarakan, Senin (11/2).
Jawaban pemerintah kota itu, entah tak tersampaikan atau diabaikan, sepertinya tak mengurangi niatan oknum masyarakat bersangkutan untuk terus melanjutkan kegiatannya.
“Masalah ini sudah kita rapatkan beberapa kali bersama instansi terkait dan asisten yang membidangi. Yang jelas, kita berpegang pada adanya aturan bahwa hutan lindung ini telah dipertegas oleh SK (Surat Keputusan) menteri kehutanan,” ujar walikota.
Tindaklanjutnya, kini pemerintah kota akan mengeluarkan penegasan agar segera menghentikan kegiatannya tersebut. “Kita juga sempat bertemu dengan perwakilan kelompok masyarakat itu, dan mereka sepertinya tak tahu kalau sudah ada larangan dari pemerintah kota untuk merintis di hutan lindung kita,” jelas walikota lagi.
Terpisah, Kepala Seksi Perlindungan Hutan-Bidang Kehutanan di Dishutamben Kota Tarakan, Eka Putra Pramono mengatakan, permohonan kelompok masyarakat itu telah disampaikan pada bulan Januari lalu. “Permohonannya berisi permintaan izin secara tertulis untuk melakukan perintisan lahan. Atas permohonan itu, kita sudah menjawabnya, dan tidak mengabulkan permohonan mereka. Tapi, keadaannya seperti yang kita lihat tadi,” urai Eka.
Permasalahan pun berlanjut ke meja rapat. “Permasalahan lainnya, mereka juga membuat kavling dan berencana membangun pemukiman,” ungkap Eka seraya menegaskan bahwa dalam kegiatan ini, pihaknya berkoordinasi dengan aparat Satpol PP dan kepolisian.
Untuk diketahui, sesuai Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 175/Kpts/Um/13/1979 tanggal 13 Maret 1979, ditetapkanlah Hutan Lindung Pulau Tarakan (HLPT) dengan luasan 2.400 hektare atau kurang lebih 10 persen dari luas Pulau Tarakan. Kemudian pada tanggal 22 April 2003 HLPT ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 143/Kpts-II/2003, juga dengan luasan 2.400 hektare.
Keberadaan HLPT menjadi semakin penting bagi Pulau Tarakan karena HLPT merupakan daerah hulu dari 73 sungai yang ada di Tarakan, sebagaimana dikemukakan oleh Bappeda Kota Tarakan berdasarkan penelusuran (tracing) pada peta topografi di wilayah Pulau Tarakan. Sungai-sungai tersebut membentang dari wilayah perbukitan di tengah-tengah Pulau Tarakan dan kemudian bermuara di pantai.
Kawasan HLPT juga memiliki fungsi penting jika ditinjau dari aspek sosial ekonomi, karena masyarakat di sekitar HLPT menjadikan HLPT sebagai tempat untuk melakukan aktivitas pertanian, peternakan bahkan pemukiman. HLPT juga dimanfaatkan sebagai tempat melakukan aktivitas olah raga, tempat bagi aktivitas pencinta alam serta sebagai objek bagi aktivitas pendidikan dan penelitian oleh kelompok masyarakat tertentu.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, HLPT merupakan kawasan hutan yang pengelolaannya diatur berdasarkan peraturan perundangan. Pengelolaan hutan di Indonesia termasuk hutan lindung meliputi kegiatan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi Hutan, dan perlindungan hutan dan konservasi alam.(ndy)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hujan, Imlek Tetap Meriah
Redaktur : Tim Redaksi