jpnn.com, JAKARTA - Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI, Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas membantu Kampung Susu Lawu (KSL) yang terletak di Desa Singolangu, Magetan, Jawa Timur untuk terus berkembang.
Adapun KSL adalah salah satu penghasil susu sapi terbesar di Kabupaten Magetan.
BACA JUGA: Kunjungi Sentra Batik Ngawi, Ibas Siap Dorong UMKM Naik Kelas
Berada tepat di gerbang pendakian Gunung Lawu jalur klasik, setiap wisatawan yang berkunjung di akan disuguhi pemandangan khas pegunungan dengan suasana yang sejuk.
Akses menuju Kampung Susu Lawu cukup menguji adrenalin. Meskipun demikian, pengunjung bisa menyewa jeep wisata sambil menikmati pemandangan sepanjang perjalanan.
BACA JUGA: Ibas Dukung Program Unggulan Pengembangan Inovasi KewirausahaanÂ
“Siapa mau susu? Siapa suka susu?" sapa Ibas kepada masyarakat KSL saat berkunjung beberap waktu yang lalu.
“Susu yang saya minum, termasuk kue-kue dan turunannya, salah satunya berasal dari Kabupaten Magetan. Oleh karena itu, Mas Ibas mengucapkan ‘matur nuwun sanget, nggih. Terima kasih atas kerja kerasnya.’ Tolong dilanjutkan, Mas Ibas bersama Partai Demokrat akan terus mendukung,” tuturnya.
Menaiki jeep wisata, Anggota DPR RI Dapil Jawa Timur VII ini juga melihat langsung proses pemerahan susu sapi di kandang.
Kampung Susu Lawu memiliki empat sapi perah lokal dan setiap harinya memproduksi sekitar 40 liter susu. Setelah selesai diperah, susu murni tersebut kemudian dibawa ke balai untuk diolah.
Pengolahannya pun tidak bisa sembarangan, salah satunya ketika proses memasak, suhu susu tidak boleh lebih dari 80 derajat agar kualitasnya tetap terjamin dan tidak rusak.
Ibas pun mengajak masyarakat terus bersyukur karena meski ada pandemi COVID-19, dan wabah PMK, tetapi KSL terus sejahtera.
"Apalagi Kabupaten Magetan adalah kabupaten yang tanahnya subur, masyarakatnya murah senyum, ramah, bapak-bapak dan ibu-ibunya rajin bertani, berkebun, beternak. Semua yang ada di sini adalah hasil khas Kabupaten Magetan,” ujar Edhie Baskoro Yudhoyono.
Ibas juga berharap masyarakat di KSL terhindar dari stunting karena kampung ini sangat lengkap. Di Indonesia sendiri angka stunting berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) yakni 21,6 persen.
“Masyarakat di Kampung Lawu jangan sampai ada yang terkena stunting nggih, Insya Allah Karena semua ada di sini, sayur mayur, buah-buahan, udaranya segar, dan ada susu fresh pastinya,” ungkap Ibas.
Salah satu produk khas dari Kampung Susu Lawu adalah dodol susu dan pie susu. Akan tetapi, produk yang dihasilkan dari Kampung Susu Lawu tidak terbatas hanya makanan dan minuman, tetapi juga produk rumah tangga lain seperti sabun mandi.
Sebelum pulang, Ibas mendatangi warung koperasi masyarakat yang menjual berbagai produk buatan Kampung Susu Lawu. Ibas memborong berbagai hasil olahan, seperti pie susu, stik susu, minuman susu dengan berbagai olahan rasa, dan lain-lain.
Ibas juga mampir menyicipi susu stroberi hangat yang ada di depan warung koperasi.
“Uueenakk tenan!!! Udara dingin, sejuk, minum susu hangat yang bergizi fresh dari pengolahannya langsung. Mantap tenan!” seru, Ibas bahkan menyempatkan nyanyi dangdut koplo bareng ribuan warga dan wisatawan di KSL.
Kedatangan Ibas di Kampung Susu Lawu juga Ia manfaatkan untuk menyerap aspirasi masyarakat. Sebagai wakil rakyat, Ia terus berusaha mewujudkan aspirasi positif setiap pihak, salah satunya di Desa Singolangu.
Para warga menginginkan bantuan kambing etawa dan sapi impor untuk menambah jumlah produksi susu di Kampung Susu Lawu.
Sapi impor dinilai dapat memproduksi susu dua kali lipat lebih banyak dibanding sapi lokal. Apalagi pada saat wabah penyakit mulut dan kuku (PMK), sapi-sapi di Kampung Susu Lawu sempat terjangkit penyakit tersebut. Semenjak itu, produksi susu sapi pun mengalami penurunan.
Nanang Sumino, peternak di KSL menyampaikan bahwa para peternak di Desa Singolangu kesulitan mendapatkan indukan sapi impor dikarenakan setiap PT di Indonesia yang memiliki sapi impor, tidak menjual sapi impor tersebut ke masyarakat umum.
“Kami inginnya bisa mendatangkan sapi impor, karena kualitas dan hasil susu perahnya jauh berbeda dengan sapi lokal, bahkan selisih hasil produksinya bisa dua kali lipat. Sedangkan semenjak PMK, kita kekurangan populasi, penurunannya hingga 50 persen,” kata Nanang.
“Pakai sapi lokal sebenarnya juga bisa, tapi harus yang indukan, kalau yang kami miliki itu sudah peranakan. Dan kalau sapi lokal minimal kualitas F1/FH1,” sambungnya.
Sebagai langkah awal mendorong UMKM kembali bangkit, Ibas bersama Partai Demokrat memberikan bantuan langsung berupa alat produksi Milk Can. Tidak hanya itu, Ibas juga menyalurkan 1.000 paket sembako untuk membantu perekonomian di Desa Singolangu.(mcr8/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Kenny Kurnia Putra