Menurut peneliti MTI, Jamil Mubarok dalam kasus tersebut Aburizal Bakrie alias Ical memegang posisi penting karena proyek alkes itu merupakan proyek di Kemenkokesra. Selain itu, selama persidangan nama Ical juga beberapa kali disebut oleh mantan Sesmenkokesra Soetedjo terkait surat penunjukkan langsung.
"Menteri mengetahui adanya penunjukkan langsung dengan besaran anggaran Rp 100 miliar. Namun, ia tidak dihadirkan dalam sidang. Surat Menkokesra yang menyetujui permohonan penggunaan dana bencana untuk flu burung juga tidak disinggung dalam persidangan itu," kata Jamil di kantor ICW, Jakarta, Kamis (28/6).
Sementara Siti Fadilah, kata dia, penting untuk dihadirkan dalam sidang karena menjadi pengguna (user) peralatan yang akan diadakan saat itu. Siti dalam hal ini juga meloloskan PT Bersaudara yang telah masuk daftar hitam kontraktor di Kemenkes untuk mengerjakan proyek pengadaan alkes flu burung tahun 2006.
"Kesaksian Daan Ahmadi Dirut PT Bersaudara pada Oktober 2006, PT Bersaudara melakukan pertemuan dengan Menkes dan berharap dapat pekerjaan di Kemenkes. Di situ, Menkes mengatakan ada pekerjaan flu burung di Kemenkokesra. Padahal dari tahun 1999 perusahaan ini sudah diblacklist. Ini kejanggalan yang kita temukan. Kenapa Menkes tidak dihadirkan," papar Jamil.
Peneliti ICW, Febri Diansyah menambahkan, kejanggalan-kejanggalan tersebut menjadi evaluasi untuk sidang tindak pidana korupsi ke depan. Meski saksi memiliki jabatan tinggi seperti menteri, kata Febri, namun pengadilan tetap harus berupaya menghadirkannya untuk kepentingan fakta hukum di persidangan.
"Dengan kehadiran saksi-saksi penting ini seharusnya kasus tersebut dapat dibuka lebih dalam lagi. Apalagi dengan adanya penunjukkan langsung pada rekanan, Menkokesra dapat dimintai pertanggungjawabannya sebagai pengguna anggaran," tegas Febri.(flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sebut Pembohong, Nazar Yakin Anas Kualat
Redaktur : Tim Redaksi