JAKARTA - Koordinator monitoring publik Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri tidak terlalu kaget dengan temuan Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenpanRB) terkait jual beli kursi CPNS kategori 1 (K1).
Febri mengatakan, ICW sudah ada kerjasama dengan Kemenpan RB dalam hal pengawasan rekrutmen CPNS. Bahkan ICW juga sudah membuka posko pengaduan jika ada masyarakat yang mengeluhkan rekrutmen CPNS maupun pengangkatan honorer ke CPNS.
"Kita sudah kerjasama dengan Kemenpan RB, sudah buka posko pengaduan rekrutmen CPNS. Nah, terkait honorer K1, kalau ada pengaduan kita tindaklanjuti, baik yang di pusat maupun daerah," kata Febri dikonfirmasi jpnn.com, Rabu (3/4) di Jakarta.
Dia menjelaskan, khusus dalam pengawasan penerimaan CPNS, ICW juga memiliki data pengaduan walau jumlahnya tidak banyak. Dari laporan yang masuk itu, ICW melihat bahwa penerimaan CPNS sudah terjadi jual beli sejak dari pusat.
"Karena sejak menetapkan kuota sudah dijual drai pusat. Daerah mau kuota berapa itu sudah diperjual belikan. Mau tidak mau daerah juga memperjualbelikan. Memang begitu prakteknya," ungkap Febri yang menilai tidak aneh jika jual beli kursi juga terjadi pada honores K1 yang akan diangkat jadi CPNS.
Sebelumnya Kemen PAN-RB menemukan transaksi kotor jual beli kursi dalam penetapan honorer kategori 1 (K1). Untuk membendungnya, mereka menggulirkan audit tujuan tertentu (ATT) yang dijakankan bersama tim dari BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan).
Dari informasi yang ia kumpulkan Kemen PAN-RB dan BPKP, bandrol jual beli kursi honorer K1 mencapai Rp 20 juta lebih per orang. Dengan nilai yang rendah itu, akhirnya jumlah honorer K1 membludak sampai 70 ribuan orang.(Fat/jpnn)
Febri mengatakan, ICW sudah ada kerjasama dengan Kemenpan RB dalam hal pengawasan rekrutmen CPNS. Bahkan ICW juga sudah membuka posko pengaduan jika ada masyarakat yang mengeluhkan rekrutmen CPNS maupun pengangkatan honorer ke CPNS.
"Kita sudah kerjasama dengan Kemenpan RB, sudah buka posko pengaduan rekrutmen CPNS. Nah, terkait honorer K1, kalau ada pengaduan kita tindaklanjuti, baik yang di pusat maupun daerah," kata Febri dikonfirmasi jpnn.com, Rabu (3/4) di Jakarta.
Dia menjelaskan, khusus dalam pengawasan penerimaan CPNS, ICW juga memiliki data pengaduan walau jumlahnya tidak banyak. Dari laporan yang masuk itu, ICW melihat bahwa penerimaan CPNS sudah terjadi jual beli sejak dari pusat.
"Karena sejak menetapkan kuota sudah dijual drai pusat. Daerah mau kuota berapa itu sudah diperjual belikan. Mau tidak mau daerah juga memperjualbelikan. Memang begitu prakteknya," ungkap Febri yang menilai tidak aneh jika jual beli kursi juga terjadi pada honores K1 yang akan diangkat jadi CPNS.
Sebelumnya Kemen PAN-RB menemukan transaksi kotor jual beli kursi dalam penetapan honorer kategori 1 (K1). Untuk membendungnya, mereka menggulirkan audit tujuan tertentu (ATT) yang dijakankan bersama tim dari BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan).
Dari informasi yang ia kumpulkan Kemen PAN-RB dan BPKP, bandrol jual beli kursi honorer K1 mencapai Rp 20 juta lebih per orang. Dengan nilai yang rendah itu, akhirnya jumlah honorer K1 membludak sampai 70 ribuan orang.(Fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... BPK Bongkar Kejanggalan Penerimaan CPNS
Redaktur : Tim Redaksi