ICW: Pemerintah dan DPR Tidak Ingin Negeri Ini Bebas dari Korupsi

Kamis, 12 Desember 2019 – 14:07 WIB
Koordinator Indonesia Corruption Watch atau ICW Kurnia Ramadhana. Foto: Aristo Setiawan/jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Peneliti dari Indonesia Corruption Watch atau ICW Kurnia Ramadhana menegaskan, pihaknya menolak adanya Dewan Pengawas di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Bentuk Dewan Pengawas yang merupakan amanah UU Nomor 19 tahun 2019 tentang KPK itu dianggap sebagai bentuk ketidakpahaman Presiden Joko Widodo terhadap upaya pemberantasan korupsi.

BACA JUGA: ICW Sudah Duga Jokowi Tidak Akan Terbitkan Perppu KPK

"ICW pada dasarnya menolak keseluruhan konsep dari Dewan Pengawas KPK. Jadi siapa pun yang ditunjuk oleh presiden untuk menjadi Dewan Pengawas, tetap menggambarkan bahwa negara gagal memahami konsep penguatan terhadap lembaga antikorupsi seperti KPK," kata Kurnia dalam keterangan yang diterima redaksi, Kamis (12/12).

Kurnia mengungkapkan tiga dasar ICW menolak Dewan Pengawas KPK. Pertama, secara teoritik KPK masuk dalam rumpun lembaga negara independen yang tidak mengenal konsep lembaga Dewan Pengawas.

BACA JUGA: Ditantang ICW, Mahfud MD Tertawa

Sebab, lanjut dia, yang terpenting dalam lembaga negara independen adalah membangun sistem pengawasan. Hal itu sudah dilakukan KPK dengan adanya Deputi Pengawas Internal dan Pengaduan Masyarakat. "Bahkan, kedeputian tersebut pernah menjatuhkan sanksi etik pada dua pimpinan KPK, yakni Abraham Samad dan Saut Situmorang," tambah dia.

Kurnia melanjutkan, dalam UU KPK yang lama sudah ditegaskan bahwa KPK diawasi oleh beberapa lembaga, misalnya BPK, DPR, dan presiden. "Lalu pengawasan apa lagi yang diinginkan oleh negara?" tanya Kurnia.

BACA JUGA: 16 Besar Liga Champions: Real Madrid Ketemu Liverpool, City atau Juventus?

Kedua, tambah Kurnia, kewenangan Dewan Pengawas sangat berlebihan. Bagaimana mungkin tindakan projustisia yang dilakukan oleh KPK harus meminta izin dari Dewan Pengawas. Sementara di saat yang sama justru kewenangan pimpinan KPK sebagai penyidik dan penuntut justru dicabut oleh pembentuk UU.

"Ketiga, kehadiran Dewan Pengawas dikhawatirkan sebagai bentuk intervensi pemerintah terhadap proses hukum yang berjalan di KPK. Sebab, Dewan Pengawas dlm UU KPK baru dipilih oleh presiden," kata dia.

Oleh karena itu, Kurnia menganggap siapa pun yang dipilih oleh presiden untuk menjadi Dewan Pengawas tidak akan mengubah keadaan, karena sejatinya pada 17 Oktober 2019 kemarin, waktu berlakunya UU KPK baru, kelembagaan KPK sudah mati suri.

"Pelemahan demi pelemahan terhadap KPK semakin menunjukkan bahwa pemerintah dan DPR memang tidak menginginkan negeri ini terbebas dari korupsi," kata Kurnia. (tan/jpnn)


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler