Alasannya, tarif yang diberlakukan sekarang sangat rendah sementara para dokter dibatasi layanannya, maksimal delapan jam.
"Jasa dokter di Indonesia tidak seragam dan hanya didasarkan pada jasa medik. Ini banyak dikeluhkan dokter-dokter terutama di daerah-daerah seperti Gorontalo karena tarif jasanya ditentukan oleh gubernur," kata Ketua Umum IDI Dr Prio Sigit Pratomo dalam rapat dengar pendapat Panitia Kerja (Panja) Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) Komisi IX DPR RI, Senin (1/10).
Dijelaskannya, tidak adanya kejelasan tarif jasa medik di setiap puskesmas, rumah sakit (kelas A, B, dan C), klinik, membuat seorang dokter spesilis untuk penyakit sama mendapatkan bayaran berbeda. Dengan berlakunya BPJS, dokter harus memberikan layanan sama pada semua pasien tanpa terkecuali, sehingga perlu pemerataan tarif.
"Kalau di luar negeri, jasa dokter diperhitungkan dengan remunerasi. Tidak seperti di Indonesia yang hanya disesuaikan dengan jasa medik sehingga pendapatan dokter rendah," tuturnya.
Permintaan IDI ini didukung Rieke Dyah Pitaloka. Anggota Panja Jamkesmas dari Fraksi PDIP ini mendesak agar dokter harus mendapatkan remunerasi agar dapat melayani masyarakat secara maksimal
"Bagaimana bisa maksimal melayani masyarakat kalau kesejahteraan dokter tidak terpenuhi. Karena itu dokter harus secepatnya diberikan remunerasi. Kenapa TNI Polri sudah mendapatkan remunerasi, sedangkan dokter belum. Padahal mereka adalah bamper dalam pelayanan kesehatan," tegasnya. (Esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Al Qaeda Indonesia Mampu Rakit Bom High Explosive
Redaktur : Tim Redaksi