Idul Fitri dan Pesan Kesalehan Sosial

Minggu, 13 Januari 2013 – 00:27 WIB
TIDAK terasa waktu begitu cepat berlalu, dan hari silih berganti  menjadi minggu,  dan ramadhan 1433 H pun berakhir   dengan kebahagiaan dan kegembiraan hati menyambut  kemenangan bersama Idul Fitri. Ibadah puasa ramadhan yang telah dilaksanakan sepenuh iman dan keikhlasan, demikian harapan orang-orang beriman, akan berbuah ketakwaan, sesuai dengan tujuan ibadah puasa yang telah diwajibkan oleh Allah kepada para hambaNya yang beriman. Sebagaimana Allah berfirman: “Hai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa”  (Q.S. 2: 183).

Namun adalah suatu  keniscayaan, bahwa keharusan hidup bertakwa bagi orang-orang beriman yang melaksanakan ibadah puasa tidak hanya terbatas untuk selama bulan ramadhan, tetapi harus dilanjutkan dan ditingkatkan pasca ramadhan, minimal selama sebelan bulan ke depan.  Kewajiban berpuasa ramadhan memang terbatas hanya selama sebulan, namun keharusan hidup bertakwa adalah kewajiban orang beriman di sepanjang zaman, selagi hayat dikandung badan. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:“Bertakwalah kapan pun dan di mana pun kamu berada, dan ikutilah suatu kejahatan yang telah dilakukan dengan tindak kebajikan sebagai penghapusnya, dan bergaul lah sesama manusia dengan akhlak mulia” (Muttafaq `alaih).

Kata-kata Takwa yang paling sering terucap dan terdengar selama bulan ramadhan sesungguhnya tidak cukup hanya terucap melalui lisan, tetapi harus diaplikasikan dalam kehidupan  selagi waktu dan pergantian bulan dapat dihitung dalam bilangan. Kosakata takwa tidak dapat didefinisikan dalam kalimat singkat dan padat, karena Allah dan rasulNya memang tidak pernah mendefinisikannya  dalam untaian kalimat, melainkan hanya menyebut ciri dan sifat.  Allah, misalnya, dan antara lain, berfirman: “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan dendam amarahnya, dan ikhlas memaafkan kesalahan orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan” (Q.S. 3: 133-34).

Tiga ciri atau sifat orang bertakwa yang dikemukakan oleh ayat ini semuanya bernuansa sosial, dalam arti  saling peduli melalui kesalehan sosial dan membangun hubungan harmonis kepada sesama secara horizontal. Demikian idealnya kehidupan manusia di dunia, harus dibangun melalui hubungan yang baik secara  vertikal kepada Allah Sang Pencipta dan hubungan harmonis secara horizontal kepada sesama manusia. Keselamatan dan kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat, demikian ditegaskan oleh al-Qur`an,  tergantung kepada terbinanya hubungan  yang baik dengan sang Khaliq, Allah Sang Pencipta, melalui ketaatan melaksanakan ibadah ritual, dan hubungan yang harmonis dengan sesama melalui kesalehan sosial.  Sebaliknya, tanpa hubungan yang baik secara vertikal dengan Allah dan hubungan yang harmonis secara horizontal  dengan sesama manusia, alamatnya hidup ini akan  menjadi nista dan hinadina (Q.S. 3: 112).

Sungguh nilai-nilai dan nuansa takwa tersebut telah terlihat nyata dalam suasana dan fenomena sebulan sepanjang  ramadhan, betapa hubungan antar sesama sangat harmonis dan damai dalam ikatan persaudaraan dan rasa senasib sepenanggungan, yang mengaktual  dalam berbagai amal kesalehan sosial, dan terwujud dalam pergaulan penuh keramahan dan kesantunan yang sangat bermoral.

Maka Idul Fitri adalah momentum untuk menyambut dan mensyukuri kemanangan meraih ketakwaan sekaligus titik awal dari sebuat tekad perjuangan mempertahankan dan mengaplikasikan nilai-nilai ketakwaan tersebut dalam kehidupan yang tersisa menjelang ramadhan tahun depan tiba. Dalam konteks inilah harus dipahami, betapa keabsahan ibadah puasa ramadhan tergantung kepada  kesalehan sosial yang harus dilaksanakan sebelum shalat sunat Idul Fitri dilakukan, yakni  menunaikan zakat fitrah yang menjadi kewajiban individual bagi setiap insan beriman. Dalam konteks ini pula, muslimin dan muslimat memanfaatkan momentum Idul Fitri untuk saling bersilaturrahim, saling berkunjung antar  sanak dan handaitaulan, serta saling memaafkan atas segala kesalahan yang pernah dilakukan.

Sungguh suatu fakta yang nyata di dalam kehidupan, bahwa di setiap komunitas atau masyarakat manusia pasti ada kaum kaya dan kaum dhu`afa, mereka adalah  kaum fakir miskin, anak yatim, dan kelompok ekonomi lemah lainnya. Demikian pula, kehidupan keseharian  penuh persaingan dan perebutan kepentingan yang sering berujung pada retaknya hubungan pertemanan dan putusnya hubungan silaturrahim atau persaudaraan.

Kalau selama ramadhan, berkat berbagai amal kesalehan sosial telah berhasil membuat kaum dhu`afa bisa ikut tersenyum bahagia, apakah setalah ramadhan dan Idul Fitri mereka harus kembali menangis dalam himpitan beban ekonomi? Demikian pula, kalau selama ramadhan dan pada momentum Idul Fitri kita telah berhasil membangun silaturrahim dan ikhlas saling memaafkan dan akrab berkawan tanpa dendam kemarahan dan nafsu persaingan, apakah kemudian kita akan kembali bertikai berebut kepentingan saling menjatuhkan bahkan membunuh karakter kawan? Andai fenomena ini akan terjadi, maka keabsahan ibadah puasa ramadhan dan ketakwaan yang telah didapatkan patut dipertanyakan, dan semangat kesalehan dan keharmonisan sosial bersama semangat Idul Fitri menjadi tidak berarti lagi.

Tentu bukan suasana  semacam ini yang menjadi ciri  dan gaya hidup orang-orang beriman dan bertakwa. Tujuan  orang-orang beriman dan bertakwa  adalah hidup berbahagia dan selamat di dunia dan akhirat, dan  ini  hanya akan  dirasa  melalui ketaatan kepada Allah Sang Pencipta dan dalam keharmonisan dan komitmen kesalehan sosial antar sesama.

Maka, bersama pesan  dan momentum Idul Fitri 1433 H., mari pertahankan dan tingkatkan amal kesalehan sosial,  perkokoh hubungan silaturrahim dan persaudaraan nasional, yang telah tumbuh selama sebulan bersama ramadhan. Dengan kesalehan sosial dan persatuan nasional atas dasar iman dan takwa, insya Allah   bangsa ini  hidup damai sejahtera dengan anugerah nikmat dan berkah  Allah tiada terhingga; sehingga jadilah Indonesia negeri yang adil dan makmur, baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler