TANGERANG – Erfin Juniayanto alias Mulyono, 19, siswa Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP2IP) Tangerang, tewas setelah dua hari mengikuti Diklat Orientasi Pembelajaran (DOP) atau semacam ospek di sekolah, Kamis (12/7). Putra Serma Mulyono, 53, Babinsa Gadu Jaya, Kabupaten Tangerang itu, merengang nyawa setelah sempat menjalani perawatan beberapa jam di RSUD Tangerang.
Pihak keluarga mencurigai penyebab kematian Erfin dianiaya oleh panitia orientasi karena di sekujur tubuhnya ditemukan bekas lebam akibat hantaman benda tumpul. Guna memastian kematian itu, jenazah korban dibawa ke RSU Tangerang, untuk diotopsi.
Menurut Rio Arizal, tetangga yang juga teman dekat korban, ada beberapa bekas lebam di telapak kaki, betis, dada dan ulu hati di tubuh Erfin. Menurutnya, luka lebam itu seperti terkena hantaman benda tumpul. ”Pihak keluarga sempat syok saat kali pertama melihatnya karena semula dikabarkan dari pihak BP2IP, Erfin dibawa ke rumah sakit lantaran kesurupan,” kata Rio kepada INDOPOS (Grup JPNN), Jumat (13/7).
Rio menyatakan Erfin diduga dianiaya panita orientasi atau ospek sekolah taruna BP2IP saat mengikuti pengenalan siswa sejak Senin (9/6) hingga Jum"at (13/6). Namun, memasuki hari kedua, mantan siswa SMPN 5 Tangerang itu ambruk, kondisi fisik dari Elfin makin parah di hari berikutnya hingga dilarikan ke RSUD Tangerang. Tepatnya pukul 23.00, nyawa korban tidak tertolong lagi hingga menghembuskan nafas terakhir.
Sebelum masuk ke sekolah pelayaran itu, kata Rio, Erfin rajin latihan fisik mulai dari lari pagi dan sore. “Selama ini kita tidak pernah mendengar keluhan dari Erfin karena badannya tegap dan tinggi, “ ucap Rio.
Sejumlah kerabat, keluarga, anggota Kodim 0506 Tangerang, dan siswa BP2IP Tangerang tampak melayat ke rumah duka di Perumahan Griya Sangiang Mas Blok B4 Nomor 7, Gebang Rata, Periuk, Kota Tangerang. Orang tua korban, Mulyono terlihat terpukul atas kematian putranya dan memilih diam seribu bahasa saat wartawan mencoba mengkorfirmasikan musibah yang menimpa anaknya.
Kepala BP2IP Marihot Simanjuntak saat ditemui INDOPOS di rumah duka membantah kematian Erfin akibat adanya aksi kekerasan fisik selama orietasi pembelajaran taruna BP2IP.
Sejak tahun 2004 hingga kini pihaknya tetap mengedepankan pelatihan sesuai dengan prosedur dan tidak diperkenankan adanya kekerasan fisik. Kemungkinan tidak tertolongnya nyawa Elfin karena terjadi kecelakaan selama mengikuti orientasi pembelajaran.
"Panitia orientasi pembelajaran siswa BP2IP adalah instruktur dan marinir, bukan dari siswa senior. Jadi, tidak ada kekerasan dan hukuman fisik di BP2IP,"kata Marihot.
Marihot menyatakan , sebelum menghembuskan napas terakhir, hari pertama Elfin dan 270 siswa taruna baru BP2IP, mengikuti pelatihan dan kegiatan orientasi pembelajaran. Namun kondisi siswa taruna itu dalam kondisi kurang baik, tetapi Elfin ikut memaksakan diri ikut dalam kegiatan baris-berbaris.
Hari berikutnya, pihak BP2IP kembali mendengarkan kabar kondisi kesehatan Elfin makin parah faktor kelelahan, meski masih dalam kondisi sadar. Elfin akhirnya dirujuk klinik dan dilanjutkan ke rumah sakit. Pihak BP2IP baru mendengar kabar tewasnya Elfin, Kamis malam sekitar pukul 23.00 di ruang ICU RSUD Tangerang.
"Ketika itu telapak kakinya sudah terluka, itu karena sepatu bot yang dipakai," kata Marihot.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Kota Tangerang Kompol Shinto Silitonga menyatakan pihaknya menyarankan kepada keluarga Elfin untuk membuat laporan polisi (LP) adanya dugaan penganiayaan yang ditemukan di tubuh korban.
”Tapi pihak keluarga sampai sare tadi belum ada yang membuat LP,” kata Shinto kepada INDOPOS.
Kendati pihak keluarga belum membuat laporan, lanjut dia, pihak kepolisian tetap melakukan penyelidikan dengan melakukan visum luar yang ditemukan luka pada bagian kaki dan siku tangan.
”Kami sih menyarangkan untuk diotopsi untuk mengetahui kematian Erfin itu wajar atau tidak. Atas saran tersebut akhirnya pihak keluarga menyetujui untuk dilakukan otopsi,” ungkap Shinto. (gin)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sehari Setelah Coblosan, Foke Langsung Tak Ngantor
Redaktur : Tim Redaksi