Para peneliti telah menemukan cara untuk membuat batu bata secara berkelanjutan atau ramah lingkungan dari air seni atau air kencing manusia. Poin kunci:⢠Kekuatan batu-bata bisa diatur bergantung pada berapa lama bakteri dibiarkan tumbuh
⢠Sebagian besar batu bata yang dibuat di seluruh dunia menghasilkan banyak karbon dioksida
⢠Proses pembuatan bio-batu bata menghasilkan limbah nol
BACA JUGA: Polisi NSW Dikenai Tuduhan Pelecehan Seksual Terhadap Anak-Anak
"Bio-bata" dibuat dengan mencampur pasir dengan bakteri yang menghasilkan urase - enzim yang memecah urea dalam urin sementara pada saat yang sama menghasilkan kalsium karbonat.
Ketika dicampur, hasilnya adalah batu bata yang sama dengan batu kapur. Tapi yang berbeda adalah kekuatan bio-bata dapat diatur tergantung pada seberapa lama bakteri dibiarkan tumbuh.
BACA JUGA: Dua Milennial Australia Menggeruk Uang Dari Jualan Alpukat
"Semakin lama Anda mengizinkan bakteri kecil untuk membuat semen, semakin kuat produk yang akan dihasilkan. Kami bisa mengoptimalkan proses itu," kata penyelia utama riset, Dyllon Randall, dalam penjelasan yang dirilis oleh University of Cape Town, Kemenangan konsep berkelanjutan
Sebagian besar batu bata yang dibuat di seluruh dunia masih berasal dari proses yang belum sempurna di mana alat pengeringan dibakar pada suhu 1,400 derajat Celcius, menghasilkan banyak karbon dioksida.
BACA JUGA: Perekonomian Australia Terlalu Tergantung Pada China
Proses ini, meski demikian, menghasilkan limbah nol, karena produk sampingannya adalah unsur nitrogen dan kalium yang digunakan dalam pupuk komersil.
"Yang kami lakukan terakhir adalah mengambil produk cair yang tersisa dari proses bio-bata dan membuat pupuk kedua," kata Dr Randall. Photo: Kekuatan bio-bata bisa diatur tergantung pada seberapa lama bakteri dibiarkan bertumbuh. (Supplied: University of Cape Town)
Bahan baru menghemat biaya
Dr Randall mengatakan prosesnya, yang dikenal sebagai presipitasi karbonat mikrobial, mencerminkan "cara yang sama seperti terumbu karang terbentuk di lautan".
Proses semacam ini memiliki manfaat yang jelas untuk sektor konstruksi dan arsitektur, di mana bahan organik bisa secara signifikan menurunkan biaya pemeliharaan dalam hal struktur yang dipakai.
Pada paruh kedua abad ke-20, tak terhitung lagi berapa banyak contoh arsitektur brutal yang hilang mengingat beton berkarat dari dalam karena pemeliharaan diabaikan.
Namun, beberapa tahun terakhir ada kemajuan dalam teknologi material penyembuhan otomatis, dengan tim peneliti dari Binghamton University, New York, menemukan jamur yang menghasilkan beton yang mampu menyembuhkan dirinya sendiri.Bukan ide baru
Ide material yang bisa menyembuhkan diri sendiri bukanlah hal yang baru.
Insinyur Romawi menemukan senyawa yang sama-sama mengandung kalsium karbonat, yang mengarah ke struktur kuno yang bertahan hingga hari ini.
Masalahnya adalah bahwa orang Romawi tidak benar-benar mencatat senyawa apa yang dibutuhkan untuk membuat material itu.
Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal American Mineralogist pada tahun 2017 menemukan bahwa beton Romawi mengandung mineral langka seperti tobermorite dan philipsite, yang mengkristal ketika terkena air laut dari waktu ke waktu, membuat struktur lebih kuat saat mereka bertambah tua.
Sementara tim di Universitas Cape Town bukan dalam tahap untuk memproduksi batu bata mereka pada skala industri, penelitian mereka menunjukkan masa depan di mana air seni manusia bisa berpartisipasi dalam pembangunan berkelanjutan. Photo: Para peneliti di Universitas Cape Town menemukan cara untuk membuat batu bata secara berkelanjutan dari urin. (Supplied: University of Cape Town)
"Tidak ada yang melihatnya dalam hal siklus dan potensi secara keseluruhan untuk memulihkan beberapa produk berharga," kata Dr Randall.
"Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana melakukan itu dengan cara yang optimal sehingga keuntungan bisa dicetak dari urin."
Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.
BACA ARTIKEL LAINNYA... RUU Pesantren Dianggap Berpotensi Langgar Kebebasan Beragama Umat Non Muslim di Indonesia