ILUNI UI Dorong Pemerintah Evaluasi Kebijakan Penanganan Kasus Covid-19

Jumat, 06 November 2020 – 22:09 WIB
Pakar Kebijakan Publik Julian Aldrin Pasha saat berbicara dalam diskusi daring Forum Diskusi Salemba bertajuk “Evaluasi Kebijakan Penanganan Pandemi COVID-19”, Jumat (6/11). Foto: Dok. ILUNI UI

jpnn.com, JAKARTA - Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) meminta pemerintah melakukan evaluasi secara komprehensif terhadap berbagai kebijakan-kebijakan penanganan COVID-19.

Hal ini disampaikan Ketua Policy Center ILUNI UI M. Jibriel Avessina dalam diskusi daring Forum Diskusi Salemba bertajuk “Evaluasi Kebijakan Penanganan Pandemi COVID-19”, Jumat (6/11).

BACA JUGA: Dokter Reisa Sampaikan Kabar Gembira soal Penanganan Kasus Covid-19 di Indonesia

Jibriel menyebut, berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah belum efektif. Hal ini disebabkan, fakta di lapangan menunjukkan kasus penyebaran COVID-19 terus mengalami kenaikan.

Dari anggaran penanganan COVID-19 sebesar Rp 696,2 triliun, pemerintah hanya menyisihkan Rp 87.55 triliun untuk biaya kesehatan.

BACA JUGA: Hamdalah, 65 Tahanan Polda Metro Jaya Sembuh dari Covid-19

“Sektor kesehatan terkesan menjadi pilihan kedua karena seolah-olah pemerintah lebih fokus pada penguatan ekonomi, misalnya komite yang dibentuk berisikan pejabat bidang ekonomi, serta berbagai stimulus ekonomi dengan anggaran yang jauh lebih besar dari biaya kesehatan itu sendiri,” kritiknya.

Dia pun menyoroti beberapa poin yang perlu pemerintah perbaiki dalam penanganan COVID-19. Poin pertama adalah lambatnya respons awal dalam mitigasi pandemi. Jibriel juga memberikan evaluasi kepemimpinan dalam penanganan COVID-19.

BACA JUGA: TNI AD Kerahkan Brigade Tim Pertempuran ke Pulau Sumatera, Ada Apa?

“Adanya perbedaan pendekatan antar aktor dalam pemerintahan dan benturan kelompok politik juga menjadi permasalahan serta belum efektif hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam pengambilan kebijakan,” ujar dia.

Selanjutnya, ILUNI UI memberikan berbagai rekomendasi penanganan COVID-19 untuk pemerintah. ILUNI UI menyebut konsep Solidaritas Terpimpin dapat dijadikan sebagai model kerja pemerintah dalam mengatasi pandemi.

Dalam aspek kesehatan, uji cepatdeteksi COVID-19 dengan RT PCR harus ditingkatkan sesuai standar WHO yakni 1000/1.000.000 penduduk. Lalu, di sisi ekonomi ILUNI UI mengusulkan di antaranya optimalisasi anggaran penanganan COVID 19 dengan membagi menjadi dua anggaran menjadi program dan anggaran operasional program, realokasi anggara, serta Menjaga produktivitas UMKM.

“Yang paling penting juga, kita merekomendasikan partisipasi dari masyarakat. ILUNI UI telah mengeluarkan tiga rekomendasi terkait pandemi. Ke depan, kami juga akan memberikan rekomendasi tambahan salah satunya terkait kondisi perempuan,” imbuhnya.

Pada kesempatan tersebut, Pakar Kebijakan Publik Julian Aldrin Pasha mengatakan, pemerintah perlu menentukan prioritas dan asesmen antara pilihan ekonomi atau kesehatan. Dari dua opsi yang ada, data membuktikan penerapan social distancingsecara ketatakan menekan kondisi penularan, tetapi pasti berdampakpada ekonomi.

Sementara, jika menerapkan status quodengan membayangkan keadaan normal, vaksin masih belum diketahui kepastiannya.

“Jika mengambil salah satu, maka disebutnya trade-off. Kita selamatkan ekonomi atau korbankan kesehatan,” kata Julian.

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Kedokteran UI Prof. Dr. dr. Akmal Taher, SpU menekankan pentingnya monitoring ketat Tracing, Testing, dan Treatment (3T) dalam penanganan COVID.

Pemerintah juga harus menguatkan puskesmas sebagai fasilitas kesehatan primer masyarakat dalam penanganan COVID-19. Dari 647 puskesmas, ada kekurangan berbagai APD esensial. Kondisi ini menurutnya sulit untuk mengoptimalkan kinerja penanganan pandemi di tengah masyarakat.

“Kita mesti melakukan transformasi layanan primer kita. Jika kita tidak melakukannya dan melakukan perkuatan political will, susah kita kalau cuma terus-terusan cerita tentang rumah sakit,” ujarnya.

Di sisi lain, Pakar Komunikasi Politik UI Prof. Effendi Gazali meminta kekompakan seluruh asosiasi kesehatan dan kementerian kesehatan.

Menurutnya, Konsil kedokteran Indonesia harus dibentuk berdasarkan wakil-wakil organisasi profesi yang ada di dalamnya.

“Kementerian komunikasi dan Kantor Staf Presiden juga harus sama-sama kompak. Ketika menyampaikan pesan kepada masyarakat, juru bicara yang berbicara, dan jika ada yang kurang atau perlu ditambahkan baru presiden berbicara. Kita harus tertib,” pungkasnya.(fri/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler