Imigrasi Surabaya Pusing, Warga Afghanistan Suka Sayat Tangan Sendiri

Jumat, 11 November 2016 – 21:58 WIB
Ilustrasi. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - SURABAYA - Nasib pengungsi yang tinggal di Puspa Agro, Sidoarjo, masih belum jelas.

Mereka menunggu negara penerima suaka sebagai tempat tinggal yang baru.

BACA JUGA: PASTI! Gaji Honorer dan TPP PNS Dipangkas

Penantian yang lama dan tanpa kepastian itu berdampak pada psikologis mereka.

Terbukti, satu di antara 295 orang yang tinggal di penampungan tersebut dinyatakan mengalami gangguan jiwa.

BACA JUGA: Ibu-ibu Harap Waspada Ya, Kolor Ijo Masih Berkeliaran

Dia dimasukkan ke RSJ dr Radjiman Wediodiningrat, Lawang, Kabupaten Malang, Rabu (9/11). Pengungsi itu bernama Mustafa Ghulami, warga Afghanistan.

Sebelumnya, Mustafa berurusan dengan kepolisian. Dia merusak fasilitas umum di Puspa Agro.

BACA JUGA: Beralas Spanduk, Eks Suami Ussy Sulistiawaty Makan Mi dan Ikan Asin

Pihak Puspa Agro melapor kepada polisi.

Mustafa sempat diperiksa dan hampir diproses secara hukum.

Beruntung, The International Organization for Migration (IOM) turun mendampinginya.

Kasus ditutup. Mustafa diisolasi di Kantor Tata Usaha Imigrasi Kelas I Khusus Surabaya di Waru, Sidoarjo.

''Kami pisahkan sementara sampai dia tenang kembali,'' kata Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Surabaya Agus Widjaja.

Langkah tersebut bukan jalan keluar terbaik. Mustafa makin marah dan ingin mati.

Urat nadi tangannya disayat sendiri.

Beruntung, petugas melihat aksi tersebut. Aksi Mustafa bisa dicegah.

''Ada sedikit luka dan langsung kami bawa ke rumah sakit,'' ujarnya.

Mustafa mendapat perawatan sementara di RSUD Sidoarjo. Tim IOM sempat menjenguk dan meminta keterangan kepadanya.

Untuk memastikan kesehatan jiwanya, Mustafa diperiksa. Hasilnya, lelaki kelahiran 1989 itu mengalami depresi dan harus dirawat khusus.

''Kami serahkan ke RSJ dr Radjiman Wediodiningrat untuk mendapat perawatan,'' tutur pria yang akrab disapa Awi tersebut.

Kasus itu menjadi catatan imigrasi bahwa refugee perlu diperhatikan.

Selama ini Indonesia tidak berwenang mengatur para pengungsi.

Sebab, Indonesia belum meratifikasi Konvensi Internasional 1951 dan Protokol 1967 tentang Status Pengungsi.

Akibatnya, Indonesia tidak bisa menentukan status mereka.

Saat ini lebih dari 8 ribu pengungsi dan penunggu suaka menyebar di Indonesia.

Ada 295 orang yang berada di Puspa Agro. Mereka tinggal di teritorial Indonesia, tetapi tidak boleh diutak-atik.

Hanya IOM dan UNHCR yang berwenang menangani mereka. Sebaliknya, sering muncul kerugian atas tindakan mereka.

Misalnya, kegaduhan oleh segelintir oknum. Kondisi psikologis mereka terganggu sehingga berbuat kericuhan di area penampungan.

Berdasar Awi wawancara dengan Mustafa, diketahui bahwa yang bersangkutan jenuh.

Orang tuanya tinggal di pengungsian di Makassar. Dia sudah bertahun-tahun menunggu status nasibnya.

Belum ada negara yang mau memberikan suaka kepadanya. ''Nasib yang tidak jelas itulah yang membuatnya jenuh dan ingin mati,'' ungkap Awi.

Kondisi seperti itu bisa dialami pengungsi lain. Karena itu, Awi meminta pemerintah pusat memperhatikan kondisi tersebut.
Jangan sampai muncul kasus serupa yang merugikan masyarakat Indonesia di sekitar pengungsian. (riq/c14/dos/flo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Usai Bunuh Teman, Pria Sadis Beli Boneka Hello Kitty untuk Pacar


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler