Imlek, Tahun Anjing Tanah, Usai Penderitaan dan Pergolakan

Senin, 05 Februari 2018 – 05:21 WIB
IMLEK:Pengurus Klenteng Soetji Nurani membersihkan rupang dengan air yang ditaburi kembang barenteng, kemari (4/2). Foto: SYARAFUDDIN/RADAR BANJAMASIN/JPNN.com

jpnn.com, BANJARMASIN - Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, perayaan Imlek yang jatuh pada Jumat 16 Februari juga diwarnai ramalan.

Pengurus Klenteng Soetji Nurani, Banjarmasin, Kalsel, Tiyono Hosien mengatakan, secara umum Imlek 2018 disebut orang Tionghoa sebagai Tahun Anjing Tanah.

BACA JUGA: Semarakkan Imlek, Lazada Luncurkan Program Borong Shayyy

"Tapi hitung-hitungan kami ini Tahun Anjing Kayu," ujarnya, Minggu (4/2) pada Radar Banjarmasin (Jawa Pos Group).

Ramalannya membuat Hosien bersemangat. Dia menyebutnya sebagai tahun penuh kesuksesan.

BACA JUGA: Tahun Anjing Tanah, Pemilik Empat Shio Diramalkan Apes

"Setelah kita melalui tahun penuh penderitaan dan pergolakan yang keras dari Imlek 2017 yang disebut Tahun Ayam Api," jelas lelaki 65 tahun itu.

Dalam ramalan tahun lalu, disebut bencana alam, insiden dan kelesuan ekonomi bakal mewarnai pemberitaan media massa.

Nah, tahun inilah ganjaran bagi yang sanggup melewatinya dengan baik. "Inilah tahun peruntungan," imbuhnya tersenyum.

Klenteng di pertigaan Jalan Veteran dan Jalan Pierre Tendean sudah mulai sibuk. Segala patung dewa-dewi, dari yang berukuran besar hingga kecil dibersihkan dari kotoran, debu, dan sarang laba-laba. Pembersihan dimulai sejak pagi hingga siang hari.

Budayawan Tionghoa, Lim Ho Tjiang menyebut ada keunikan dalam pembersihan ini. Di daratan Tionghoa sana, membersihkan rupang memakai air teh. Di sini, airnya harum oleh melati. Air leding yang dicampur dengan kembang barenteng.

"Ini yang namanya Sinkretisme. Percampuran antara Budaya Tionghoa dan Budaya Banjar. Air kembang ini kan khas sekali dengan budaya lokal di Kalsel. Percampuran ini bagus sekali," jelas lelaki 62 tahun tersebut.

Ditanya filosofi di balik acara pembersihan rupang, dijelaskannya, pada saat Imlek para dewa di klenteng naik ke Kahyangan. Melaporkan kabar baik dan buruk yang telah terjadi setahun terakhir.

"Tujuh hari sebelum Imlek, para dewa naik ke atas langit. Beres melapor, kembali turun ke bumi. Tepat tiga hari setelah tahun baru," jelas warga Pasar Lama itu.

Dari sekian banyak dewa di klenteng, siapa yang ditugasi pelaporan itu? Tjiang menyebut nama Fu Te Cen Shen. Akrab disapa Tapekong. "Dijuluki sebagai dewa penguasa dunia," sebutnya.

Tapekong membawa laporan yang telah dikumpulkan Cau Kun Kong. "Cau Kun ada di rumah-rumah warga Tionghoa. Julukannya dewa dapur, yang mengurusi rumah tangga. Ibaratnya, dialah anak buah sang dewa penguasa dunia," tukasnya.

Perihal tata cara, Tjiang menyebut tak ada yang khusus. Pastinya, sebelum rupang diangkat dari altar sesembahan, mereka harus membakar dupa dulu.

Ibaratnya meminta permisi. "Kami minta dewa mengosongkan rupang dulu untuk dibersihkan," imbuhnya.

Pengurus klenteng juga tak mengatur-atur, siapa yang boleh dan siapa yang dilarang ikut pembersihan.

Pengurus, dermawan dan umat silakan ikut menyingsingkan lengan baju. "Sebab, klenteng ini milik Umat Tri Dharma: Buddha, Taois, dan Konghucu," pungkas Tjiang.

Salah seorang warga Tionghoa yang ikut pembersihan adalah Awang Sumargo. Dia bahkan membawa putranya.

"Saya rutin kemari setiap tahun, ikut membantu pembersihan. Selain penghargaan pada klenteng, juga mengajarkan tradisi pada penerus. Makanya saya bawa anak kemari," beber lelaki 60 tahun itu.

Imlek tentu bukan sekadar Barongsai atau Angpao. Tradisi lain yang tak kalah menarik adalah Sembahyang Keselarasan, sering juga disebut Sembahyang Tuhan.

Ditunaikan sembilan hari setelah perayaan Imlek di halaman klenteng pada dini hari. (fud/war/at/nur)


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler