jpnn.com - Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) UIN Sumatera Utara (Sumut) menggelar diskusi bertajuk "Etika Dan Profesionalisme Dominus Litis RKUHAP Dalam Proses Pengadilan Pidana", Kamis (20/2).
Diskusi itu menghadirkan Wakil Dekan III FDK UIN Sumut Anang Anas Azhar, dosen Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara Shohibul Ansor Siregar, praktisi hukum Ismail Koto, dan Aktivis Ketua bidang Hikmah IMM Kota Medan Rangga Syaputra sebagai pembicara.
BACA JUGA: Demo Mahasiswa di Patung Kuda, Spanduk Tolak Asas Dominus Litis Bertebaran
Sebagai pemantik diskusi, Ismail Koto menjelaskan asas dominus litis ialah warisan kolonial yang kemudian akan dipakai kembali gitu.
Dia menjabarkan dominus litis itu memiliki arti atau pengendali perkara.
BACA JUGA: Begini Isi Surat Instruksi Megawati Melarang Kepala Daerah dari PDIP Ikut Retret
"Nah, semangat dominus litis ini muncul karena salah satunya adalah restorative justice. Jadi, asas itu merupakan penegak hukum atau pengendali perkara," kata Ismail Koto dikutip JPNN.com, Jumat (21/2).
Menurutnya, penerapan asas dominus litis dalam kasus penegak hukum memberi konsekuensi pengendali kebijakan penuntutan di suatu negara harus dilakukan di bawah satu tangan, yaitu jaksa agung selaku penuntut umum tertinggi.
BACA JUGA: Soroti Penghapusan Lagu Band Sukatani, PKB: Kebebasan Berekspresi Harus Dilindungi!
"Asas ini jika diterapkan akan menimbulkan isu sosial, karena pergeseran kewenangan dari penyidik (polisi) ke penuntut umum (jaksa)," lanjutnya.
Ismail mengatakan dalam realitanya kepolisian selama ini mengendalikan penyelidikan dan penyidikan, tetapi jika dominus litis diterapkan, jaksa diberikan wewenang lebih besar dalam mengendalikan penyidikan.
"Maka potensi konflik institusional akan meningkat dan masyarakat akan mengalami kebingungan dalam mencari kepastian hukum," jelasnya.
Dia juga menyebutkan untuk menjalankan peran dengan baik, jaksa dituntut menjungjung tinggi etika dan profesionalisme dalam tindakan hukum yang dilakukan, harus bertindak adil, objektif dan tidak terpengaruh tekanan politik, ekonomi serta kepentingan pribadi.
"Jaksa memiliki kewenangan utama dalam arti mereka punya kewenangan besar untuk menentukan apakah suatu kasus layak di bawa ke pengadilan atau dihentikan, tetapi bagaimana kita bisa memastikan bahwa merek tetap profesional dan tidak menyalahgunakan kekuasaan?" jelasnya.
Sementara itu, Shohibul Anshor Siregar, menjelaskan asas dominus litis harus dikaji ulang karena berpotensi membuka celah penyalahgunaan wewenang oleh para jaksa-jaksa yang kemudian tidak bertanggung jawab atau oknum yang mempunyai kepentingan.
"Kritik terhadap dominus litis, jika kewenangan utama kepada jaksa maka akan berakibat kurangnya tranparansi kewenangan jaksa," jelasnya.
Senada, Rangga Syahputra menyampaikan bahwa penerapan dominus litis dalam pemerintahan akan berakibat terhadap ketidakadaannya transparansi dari pemerintah.
Menurutnya, tidak adanya transparansi terhadap masyarakat yang berada di territorial wilayahnya jika kewenangan itu diberikan kepada Kejaksaan.
"Dampaknya itu kepada masyarakat, kenapa karena ketidakadanya hak progratif untuk bisa menakomodir berlangsungnya perkara pidana. Kemudian kurangnya akses keadilan bagi masyarakat yang kurang mampu," jelasnya.(mcr8/jpnn)
Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Kenny Kurnia Putra