jpnn.com, SORONG - Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Kemenkominfo) dan Kemendikbudristek berkolaborasi dalam meningkatkan kompetensi guru di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Tercatat 80 guru di Kota Sorong mengikuti bimbingan teknis (bimtek) kelas literasi digital yang diselenggarakan akhir September.
BACA JUGA: Kemendikbudristek: Sampai 2023, Sekolah Belum Wajib Melaksanakan Kurikulum Merdeka
Sundoro dari Pusat Data dan Teknologi Informasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Pusdatin Kemendikbudristek) menyampaikan banyak manfaat yang diperoleh dengan adanya transformasi digital.
Salah satunya, kemudahan dalam mengakses platform buatan Kemendikbudristek untuk masyarakat.
BACA JUGA: Dibekali Literasi Digital, Mahasiswa Baru UNBI Diharapkan Menjadi Pembelajar Beretika
“Platform yang saat ini sering kami gunakan, yakni platform Merdeka Mengajar, platform sumber daya sekolah, akun pembelajaran belajar.id yang tentunya sangat membantu dalam proses belajar mengajar,” tutur Sundoro dalam keterangan tertulisnya, Kamis (13/10).
Dia menjelaskan, dalam mengimplementasikan kurikulum Merdeka Belajar, terdapat enam strategi untuk penguatan komunitas belajar bagi pendidik yang berpusat pada komunitas belajar bagi pendidik, yaitu melakukan sosialisasi Platform Merdeka Mengajar (PMM) secara massal, mengikuti seri webinar yang digelar pemerintah pusat dan daerah.
BACA JUGA: Kemenkominfo dan GNLD Gelar Program Literasi Digital di Mamuju
Ada juga melakukan pengelolaan komunitas belajar di satuan pendidikan, daerah, dan komunitas dalam jaringan.
Pada bimtek ini, Kemenkominfo turut menyajikan kelas literasi digital bagi para guru TIK.
Kelas itu diisi oleh Mira Sahid selaku wakil ketum Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi yang menyampaikan mengenai empat pilar literasi digital dan implementasinya dalam kehidupan sehari-hari.
Selain menyampaikan materi, Mira Sahid juga memberikan tips supaya aman dalam bermedia digital.
Menurut survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), penetrasi pengguna internet di Indonesia mencapai angka 73,7% per Februari 2022.
Hal tersebut bertambah banyak seiring maraknya Work From Home (WFH) dan aktivitas-aktivitas daring lainnya selama pandemi.
Tingginya angka tersebut memicu berbagai efek samping, baik positif maupun negatif.
Salah satunya adalah munculnya konten hoaks yang perlu diwaspadai setiap pengguna sosial media.
“Semua bisa menjadi agent of change dalam merespons banyaknya konten negatif yang beredar. Hal itu bisa dilakukan mulai dari keluarga, sekolah, hingga masyarakat sekitar,” tutur Mira.
Dalam konteks Digital Culture, Mira Sahid menjelaskan relevansi pilar tersebut dengan nilai Pancasila.
Setiap sila memiliki hubungannya sendiri-sendiri terhadap value literasi digital, seperti nilai kasih sayang, kesetaraan, harmoni, demokratis, dan gotong royong.
Setiap pengguna media sosial memiliki posisi yang setara dan porsi yang sama untuk menyampaikan pendapat di ruang digital.
Namun, harus senantiasa memperhatikan batasan-batasan untuk tetap menjaga keamanan dan kenyamanan digital.
“Memahami etika digital adalah kewajiban dan kebutuhan warganet supaya memiliki rekam digital yang baik,” jelas Mira.
Mira Sahid juga memaparkan materi mengenai content creator.
Semua orang bisa menjadi content creator, yang berarti juga menjadi seorang great communicator.
Untuk menjadi seorang content creator, harus memiliki kemampuan berkomunikasi.
Hal tersebut bukan berarti hanya melalui kemampuan public speaking, akan tetapi bisa melalui tulisan dan visual.
“Hal pertama yang perlu dilakukan sebelum membuat konten adalah menempatkan diri menjadi audience. Para guru juga bisa memanfaatkan sosial medianya untuk membuat konten mengenai pembelajaran yang menarik,” tutur Mira. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Melalui Program Literasi Digital, Masyarakat Palembang Diharapkan Melek Teknologi
Redaktur : Dedi Sofian
Reporter : Mesyia Muhammad